Porosmedia.com, Bandung — Di tengah urgensi krisis iklim yang semakin mengancam, Pemerintah Kota Bandung mengambil posisi strategis sebagai motor penggerak transformasi menuju kota hijau dan rendah karbon. Melalui lokakarya bertajuk “Menuju Kota Hijau dan Rendah Karbon di Jawa Barat”, Pemkot Bandung menegaskan kembali tekadnya menjadi pionir pembangunan berkelanjutan di level regional.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menyuarakan tanggung jawab moral kota ini sebagai ibu kota provinsi. Komitmen tersebut tidak hanya berhenti pada wacana, tetapi dituangkan dalam tiga fokus utama: infrastruktur hijau, transisi energi bersih, dan transportasi rendah emisi. Visi yang tidak bisa tidak, memang harus dijalankan. Karena ketika suhu bumi terus meningkat, polusi udara kian memburuk, dan ancaman bencana ekologis makin dekat, jalan satu-satunya adalah berubah — sekarang juga.
Namun, mencatat bahwa sejauh ini masih ada jurang lebar antara deklarasi kebijakan dan realisasi di lapangan. Sejauh mana infrastruktur hijau benar-benar diperluas secara signifikan? Apakah transportasi rendah emisi seperti bus listrik dan jalur sepeda telah menjadi arus utama atau baru sebatas proyek percontohan?
Pemasangan panel surya dan insentif untuk bangunan ramah lingkungan patut diapresiasi, tapi tetap harus dikawal agar tidak mandek di tengah jalan karena alasan klasik: keterbatasan anggaran atau perubahan prioritas politik. Sebab tantangan paling berat dari pembangunan hijau bukan hanya pada aspek teknis, tetapi juga keberanian untuk konsisten dan melawan arus kenyamanan yang sudah mapan.
Hal lain yang tak kalah penting adalah perubahan budaya masyarakat. Pemerintah bisa membangun jalur sepeda, tetapi akankah masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi jika ekosistem pendukungnya tidak memadai dan edukasi belum menyentuh akar?
Bandung, seperti kota-kota besar lainnya, sedang berdiri di persimpangan sejarah. Ia bisa menjadi contoh nasional tentang bagaimana kota bisa beradaptasi terhadap krisis iklim, atau justru menjadi catatan kelam tentang ambisi yang gagal karena minim aksi.
Langkah awal sudah dimulai. Kini saatnya menjaga nyala semangat itu dengan kerja kolektif yang konkret, transparan, dan akuntabel. Perubahan iklim tidak menunggu kesiapan kita. Maka, apakah Bandung siap benar-benar menjadi kota hijau dan rendah karbon, atau hanya siap menjadi kota yang pandai berjanji?