Hukum  

Sindikat Perdagangan Bayi ke Singapura Terbongkar: Bisnis Gelap di Jantung Jawa Barat

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung –Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat mengungkap jaringan kejahatan luar biasa yang melibatkan praktik perdagangan manusia dengan modus jual beli bayi. Sebanyak 12 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara enam bayi berhasil diselamatkan dari rencana pengiriman ke luar negeri, tepatnya ke Singapura.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, dalam konferensi pers Senin malam (14/7), menyatakan bahwa para tersangka memiliki peran yang saling terkait dalam sindikat yang terorganisir, mulai dari perekrutan ibu hamil, perawatan bayi, pemalsuan dokumen, hingga pengiriman ke luar negeri.

“Yang kami hadapi bukan sekadar perdagangan anak, tetapi kejahatan sistemik dan terstruktur. Bahkan ada yang dijual sejak dalam kandungan,” tegas Hendra.

Polda Jabar menyebut lima bayi berasal dari Pontianak dan telah dibawa ke Tangerang, sementara satu lainnya berasal dari wilayah Jabodetabek. Seluruh bayi kini diamankan di Mapolda Jawa Barat. Beberapa tersangka juga terindikasi sebagai pelaku utama dalam penyusunan dokumen palsu, termasuk akta kelahiran dan paspor, untuk menyamarkan identitas bayi sebelum dikirim ke luar negeri.

Baca juga:  Kualitas Ketertiban Umum Memburuk, Penegak Hukum Wajib Bersikap Tegas

Menurut Direktur Reskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, salah satu tersangka kunci adalah SH (alias LSH) yang diduga memiliki peran dominan dalam pengurusan administratif ilegal dan koordinasi dengan jaringan internasional.

“Dokumen lengkap untuk pengiriman bayi ke Singapura telah mereka siapkan. Ini bukan hanya pelanggaran hukum domestik, tapi juga kejahatan lintas negara,” kata Surawan. Ia menambahkan bahwa pihaknya saat ini bekerja sama dengan Interpol untuk menelusuri jaringan internasional dan kemungkinan keberadaan bayi lain yang telah dikirim ke luar negeri.

Kasus ini terbongkar berkat laporan orang tua korban yang melaporkan dugaan penculikan anak. Dari penelusuran mendalam aparat, terungkap fakta mengerikan: anak-anak itu bukan sekadar hilang, melainkan dijual dengan sistem yang rapi dan terselubung.

Sebagian besar bayi yang diperjualbelikan berasal dari Jawa Barat, termasuk dari keluarga ekonomi lemah yang rentan terjebak bujuk rayu sindikat. Ironisnya, beberapa ibu kandung disebut rela “menjual” anaknya demi alasan ekonomi, tekanan sosial, atau iming-iming masa depan anak yang lebih baik.

Baca juga:  GGM Archery Camp Menggugat Terus Bank Permata Dan Walikota Bandung

Kasus ini menampar keras wajah sistem perlindungan anak dan perempuan di Indonesia. Di tengah deretan lembaga negara dan slogan “perlindungan anak sebagai prioritas”, kenyataan menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan mitigasi terhadap praktik perdagangan manusia yang melibatkan bayi dan ibu rentan.

Lemahnya edukasi keluarga, minimnya perlindungan sosial, dan celah dalam pengawasan keimigrasian serta pencatatan sipil membuka ruang bagi praktik semacam ini terus berlangsung. Jika jaringan ini tidak terdeteksi lebih awal, bukan tidak mungkin bayi-bayi ini akan “hilang” selamanya dalam sistem adopsi ilegal atau eksploitasi di luar negeri.

Polda Jabar patut diapresiasi atas keberhasilan pengungkapan kasus ini. Namun kerja belum selesai. Negara harus menjawab pertanyaan yang lebih mendasar: bagaimana pencegahan jangka panjang akan dibangun? Bagaimana lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi pelindung anak bisa lebih berfungsi dari sekadar simbol?

Masyarakat menunggu transparansi lanjutan, pengungkapan jaringan lebih luas, dan kepastian bahwa kasus ini tidak berhenti pada level operasional. Karena menyelamatkan enam bayi adalah awal, bukan akhir.

Baca juga:  Dana Pengembangan Destinasi Wisata Pantai Karangtawulan diduga banyak kecurangan, ARM Lapor ke KPK