Porosmedia.com, Bandung – Pelantikan DPD Apdesi Jawa Barat yang digelar di Aula Barat Gedung Sate, Kamis (15/5/2025), bukan sekadar seremoni biasa. Di hadapan Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Dadang Arif Abdurahman, Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan, dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, para kepala desa menerima mandat strategis: menjadikan desa sebagai episentrum peradaban.
Pernyataan Gubernur yang mengajak kepala desa membangun hubungan emosional dengan masyarakat dan lingkungan, serta menjaga warisan budaya dan sejarah, adalah pesan penting yang—sayangnya—terlalu sering hanya bergema di ruang formal, tetapi tak terdengar di pelosok desa yang sesungguhnya sedang berjibaku dengan realitas: infrastruktur yang belum merata, birokrasi yang kaku, dan kebijakan yang kerap tak berpihak.
Ketika Dedi Mulyadi menegaskan bahwa pembangunan desa tidak hanya soal fisik, tetapi juga peradaban, yang mencatat bahwa arah peradaban tak cukup dibangun dari pidato. Ia butuh keberpihakan nyata pada desa masih tertinggal. Butuh program konkrit yang bukan sekadar berslogan “berkelanjutan”, tetapi sungguh menyeimbangkan pembangunan dengan pelestarian lingkungan dan nilai-nilai lokal.
Apdesi sebagai organisasi kepala desa harus tampil lebih progresif dan militan dalam memperjuangkan hak anggotanya, bukan sekadar menjadi perpanjangan tangan kekuasaan di level bawah. Apalagi dalam situasi politik dan ekonomi yang tak pasti, desa bisa menjadi bantalan krisis atau justru korban pertama dari kebijakan yang gagal.
Keberadaan Pangdam dan Kapolda dalam forum ini memberi pesan bahwa stabilitas dan keamanan tetap menjadi narasi besar. Tapi harapan kami, aparat negara bukan hanya menjaga ketertiban administratif, tetapi juga menjadi pelindung atas hak desa dari ancaman perampasan ruang hidup oleh industri rakus dan proyek-proyek raksasa yang kerap meminggirkan warga desa dari tanahnya sendiri.
Pelantikan DPD Apdesi ini harus menjadi momen reflektif: apakah kita membangun desa sebagai pilar kemandirian, atau tetap menjadikannya obyek kebijakan dari atas? Apakah kepala desa akan memimpin dengan nurani dan keberanian, atau tetap tunduk pada logika anggaran dan jabatan?
Layaknya masyarakat untuk terus memantau. Sebab dari desa, republik ini bermula. Dan dari desa pula, kita bisa belajar bagaimana membangun peradaban yang benar-benar adil dan berkelanjutan.