Sindiran Anti Tuyul Lewat Speaker Masjid: Humor Lokal yang Menggugah Kesadaran Warga

Avatar photo

Porosmedia.com, Klaten – Sebuah pengumuman tak biasa dari Masjid Nur Rohman di Dusun Carat, Desa Trasan, Kecamatan Juwiring, Klaten, mendadak viral di media sosial. Bukan berupa azan atau jadwal pengajian, melainkan sindiran halus namun jenaka kepada pemilik tuyul yang disampaikan langsung melalui pengeras suara masjid.

Dalam rekaman yang diunggah akun Facebook Elgiend Rizky Tunjung pada 6 Mei 2025, terdengar suara imbauan dalam bahasa Jawa: “Menawi ingkang gadah tuyul, tulung ditata. Pada ndang tobat… sing jenengan pundut niku nggone tangga,” yang berarti, “Yang punya tuyul, tolong ditertibkan. Segera tobat, yang diambil itu milik tetangga.”

Unggahan tersebut langsung menarik perhatian publik dan menyebar cepat di platform seperti TikTok, Instagram, hingga grup WhatsApp. Warganet ramai-ramai membagikan dan mengomentari pengumuman unik itu, sebagian besar mengapresiasi pendekatan kreatif dalam menyampaikan keresahan sosial yang mulai meresahkan warga.

Rizky, warga yang merekam video, mengaku telah lima kali kehilangan uang secara misterius. Fenomena ini tidak hanya dialami dirinya, tetapi juga sejumlah tetangga. Kecurigaan terhadap praktik supranatural seperti tuyul pun muncul, namun Rizky menegaskan bahwa pengumuman tersebut bukanlah bentuk tuduhan, melainkan sekadar sindiran terbuka yang dikemas dengan humor.

Baca juga:  Satgas Pamtas Yonarmed 11 Kostrad Pos Kanduangan melaksanakan kegiatan Karya Bhakti pembangunan Masjid Al-Nurul

“Bukan untuk menyudutkan siapa pun. Ini cara halus agar siapa pun yang merasa bisa merenung dan memperbaiki diri. Jangan sampai merugikan tetangga sendiri,” kata Rizky kepada warga.

Warga sekitar menyambut positif inisiatif tersebut. Mereka mengonfirmasi bahwa pengumuman diputar usai salat Isya dan merupakan bentuk dari kegelisahan kolektif atas kejadian kehilangan uang yang berulang. Bukannya menimbulkan keributan, justru pendekatan jenaka ini berhasil mencairkan suasana dan mendorong diskusi terbuka.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana kearifan lokal dan humor bisa menjadi media komunikasi sosial yang kuat, efektif, dan minim konflik. Dalam budaya Jawa, sindiran atau parikan sering digunakan sebagai sarana menyampaikan kritik sosial yang halus namun mengena. Masjid, sebagai pusat komunitas, memainkan peran strategis tidak hanya dalam urusan spiritual, tapi juga sosial kemasyarakatan.

Di tengah derasnya arus informasi digital, kisah dari Klaten ini mengingatkan kita bahwa solusi atas masalah sosial tidak selalu harus formal atau kaku. Terkadang, secuil humor dengan niat baik bisa lebih berdampak daripada debat panjang tak berujung.

Baca juga:  Keberhasilan Pangdam III/Slw: Kita Adalah Super Tim dalam Bekerja