Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) secara daring bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandung Command Center (BCC), Balai Kota Bandung, Selasa, 22 April 2025.
Rakor ini dihadiri langsung oleh Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan dan difokuskan pada strategi pencegahan tindak pidana korupsi melalui penguatan tata kelola aset daerah.
Rakor ini merupakan bagian dari agenda Monitoring Center for Prevention (MCP), platform pengawasan KPK terhadap tata kelola pemerintahan daerah.
Direktur Wilayah II KPK, Bachtiar Ujang Purnama menyampaikan, ada dua fokus utama dalam Rakor ini yaitu penguatan capaian MCP dan pengelolaan aset daerah sebagai instrumen peningkatan pendapatan serta perlindungan terhadap potensi kebocoran anggaran.
“MCP ini mencakup delapan area strategis yang selama ini telah teridentifikasi KPK. Salah satu area yang jadi fokus hari ini adalah pengelolaan aset,” ujar Bachtiar.
Ia menambahkan, capaian MCP di Jawa Barat masih berada di bawah angka 78 persen. Penilaian ini dilakukan melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) yang menghasilkan dua kategori wilayah; rawan dan rentan terhadap praktik korupsi.
Bachtiar menyoroti rendahnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih berada di bawah 18 persen dari total anggaran.
“Banyak kepala daerah masih terlalu bergantung pada dana pusat melalui dana bagi hasil atau hibah, dan belum fokus mengelola potensi PAD, salah satunya melalui aset,” tuturnya.
Menurutnya, banyak aset milik pemerintah daerah yang belum teridentifikasi dan belum teregistrasi dengan baik, sehingga rentan terhadap sengketa atau klaim pihak lain.
“Nilai aset di Jawa Barat sangat tinggi, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal karena belum tersertifikasi atau bahkan belum diinventarisasi,” jelasnya.
Bachtiar memgatakan, perlu langkah strategis dari kepala daerah, sekda, dan inspektur untuk membentuk tim khusus yang bertugas memburu dan menertibkan kembali aset milik daerah.
Ia meminta dilakukan pengukuran ulang dengan dasar kepemilikan yang sah, registrasi, serta pengawasan berkelanjutan agar aset tersebut bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat sekaligus menambah pendapatan daerah.
“Sertifikasi bukan hanya soal legalitas, tapi juga perlindungan aset dari sengketa. Jika sudah resmi milik pemerintah, bisa dikelola, dimanfaatkan, dan mendatangkan pendapatan,” tegasnya.
Turut hadir dalam Rakor, Johanar dari Ditjen Pengendalian dan Penertiban BPN, yang menekankan pentingnya kolaborasi tiga pilar dalam pengamanan aset, yaitu Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan aparat desa.
“Konsep kolaborasi ini harus berangkat dari perencanaan tata ruang yang matang. Setelah tata ruang disusun, baru aset tanah diisi dan diukur sesuai data fisik dan yuridisnya. Tanpa itu, kita akan terus mengalami tumpang tindih dan celah penyalahgunaan,” ujar Johanar.
Ia menjelaskan, pemerintah daerah dapat memperkuat ekonomi lokal bila mampu mensertifikatkan dan mengelola asetnya.
“Aset yang diam hanya menjadi beban. Aset harus bergerak dan produktif,” tegasnya.
Data ATR/BPN menunjukkan, dari total 19.721 aset milik Pemerintah Kota Bandung, sebanyak 12.740 sudah bersertifikat, sedangkan 6.981 sisanya belum. Target sertifikasi untuk tahun 2025 ditetapkan sebanyak 750 aset.
Rakor ini menjadi momentum penting bagi Pemkot Bandung untuk lebih serius dalam pembenahan tata kelola aset dan pencegahan korupsi.
Pemkot Bandung Bandung menyampaikan komitmennya untuk menindaklanjuti arahan KPK dan mempercepat proses sertifikasi aset yang masih tertunda.
“Langkah ini bukan hanya untuk memperkuat legalitas aset, tapi juga sebagai bentuk akuntabilitas kepada masyarakat,” ujar Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan.
Dengan kolaborasi antara KPK, BPN, dan pemerintah daerah, diharapkan Jawa Barat, termasuk Kota Bandung, bisa menunjukkan tata kelola pemerintahan yang lebih bersih, efisien, dan berdampak nyata bagi masyarakat. (ziz)**