Sjahrir, Kawin beda Agama

Avatar photo

Porosmedia com — Anda tau Sutan Sjahrir ? , tokoh ini begitu terkanl, sebab merupakan perdana mentri Indonesia pertama. Beliau selama hidupnya pernah mempraktekan menikah beda agama. Lantas kisahnya seperti apa ? demikian kisahnya ;

Sjahrir tiba di negeri Belanda pada 1929. Di Belanda, Sjahrir lebih banyak bergiat dengan gerakan buruh Eropa ketimbang kuliah. Seorang sosialis demokrat keturunan Yahudi bernama Salomon Tas alias Sal Tas adalah sahabat pertama dan terpentingnya di sana. Mereka dekat karena Tas juga antikolonialisme.

Selama di Belanda itu, Sjahrir pernah tinggal di apartemen Sal Tas. Di apartemen itu, selain Sal Tas, ada Maria Johanna Duchateau, istri Sal Tas ditambah dua anak mereka, serta Judith van Wamel. Judith adalah kawan perempuan Maria.

Ketika Sjahrir tinggal bersama Tas inilah kisah cintanya dengan Nyonya Tas bermula. Maria dan Tas kala itu sedang mengalami masa suram pernikahannya. Meski sudah punya dua anak, Tas lebih sibuk dengan politik. Maria belakangan bahkan seolah membiarkan Tas berhubungan dengan Judith. Maria sendiri jatuh cinta kepada Sjahrir yang cerdas, tenang, dan penuh humor.

Baca juga:  Istri Muda Raja Cirebon Kabur dengan Raja Sumedang 

Di Belanda, percintaan mereka baik-baik saja. Persahabatan Sjahrir dengan Tas jalan terus. Sosialisme tetap menyatukan mereka. Kedekatan Sjahrir dengan Maria pun tak memecah persahabatan mereka.

Sjahrir punya panggilan kesayangan dari Maria: Sidi. Sebaliknya, Mieske jadi panggilan kesayangan Maria dari Sjahrir.

Setelah sekitar dua tahun belajar sosialisme dan pergerakan, Sjahrir kembali ke Indonesia. Setelah dipecat dari Perhimpunan Indonesia, Sjahrir bersama Hatta membangun jaringan dalam organisasi pergerakan bernama Pendidikan Nasional Indonesia—dikenal sebagai PNI Baru. Selama di Indonesia pula, Sjahrir hendak mengadu peruntungan dalam kehidupan percintaannya dengan Maria setelah Sjahrir tiba di Jawa.

“Empat bulan setelah Sjahrir meninggalkan Belanda, Maria menyusul dan berencana hidup bersama, bersamanya anak laki-laki dan anak perempuannya [dari perkawinan dengan Sal Tas]. Sjahrir berlayar dari Betawi (Jakarta) ke Medan dan bertemu Maria yang berangkat dari Colombo,” tulis Rudolf Mrazek dalam biografi Sjahrir: Politics and Exile in Indonesia (1994).

Rencananya, Mieske menyusul jika perceraiannya dengan Sal Tas sudah beres.

“Tanggal 10 April 1932, di sebuah Masjid di kota Medan, mereka menikah.” Artinya mereka menikah secara Islam. Sebelumnya Mieske bukanlah muslim. Ketika itu, Sjahrir tidak sadar efek dari pernikahannya itu.

Baca juga:  M. Diva Haq Ayatullah : kembali Juara 1 kelas Light Heavyweight di Syifa Championship 1st

Bagaimanapun, di Hindia Belanda, derajat perempuan Belanda lebih tinggi ketimbang inlander macam Sjahrir, meski Sjahrir adalah anak jaksa.

“Mereka tinggal di Medan, di rumah tempat Sjahrir tinggal sebelum pergi bersekolah ke Jawa, bersama kakak laki-laki Sjahrir, Sutan Noer Alamsyah, dan keluarganya.”

Pasangan ini sering bepergian ke tempat hiburan yang biasanya didatangi orang-orang Belanda yang segera risih atas hubungan mereka. Gunjingan atas pasangan ini pun terjadi. Bahkan mereka jadi bahan gosip.

Koran terbesar di Medan, Sumatra Post, menurunkan artikel berjudul: “Perempuan Bersarung Kebaya Dalam Penyelidikan Polisi.” Pihak berwenang di Medan, terutama ulama setempat, menyatakan pernikahan Sidi dan Mieske batal.

“Sjahrir dan Maria hanya lima bulan menikmati hidup sebagai suami-istri.”

Selesailah hubungan mereka di sana. Mieske pun dideportasi, pulang ke Belanda. Sjahrir tak bisa menyusulnya. Apalagi setelahnya Sjahrir mengalami penahanan, dan lantas dibuang ke Boven Digoel. Mereka hanya bisa berkirim surat sampai kemudian Perang Dunia II dan Perang Kemerdekaan memutus kontak mereka. Akhirnya, perceraian memisahkan mereka pada 1948.

Baca juga:  Pererat Tali Silturahmi, Dandim 0619/Purwakarta Sambangi Tokoh Agama Pimpinan ICG

@Sejarah Cirebon