Wisata Budaya, Religius dan Spiritual Indonesia Belum Mampu Dikelola Kemenparekraf

Jajat Sudrajat

porosmedia.com – Karena Candi empat Muaro Jambi memiliki nilai kosmologi yang unik dan kaya nilai budaya dan nilai sejarah, maka dengan sendirinya nilai-nilai religious dan spititual yang di dalamnya cukup banyak, tinggal bagaimana caranya setiap orang melakukan pendekatan dan memasuki dimensi religious dan spiritualnya yang ada. Konsep kosmologi Candi Empat Muaro Jambi dalam perspektif sejarah yang meliputi alam semesta yang berupa tata letak bangunan dapat dijadikan sebagai sumber kajian dan pembelajaran sebagai bekal memasuki dimensi religious maupun spiritual yang ada di dalamnya.

Dari tata letak candi menunjukan hubungan antar a candi induk dan candi perwara serta tata letaknya yang berbeda secara fungsional antara ruang satu dengan yang lain. Tim peneliti dari Universitas Indonesia (UI) sudah menemukan susunan batu bata yang diperkirakan merupakan bangunan candi Budha di situs Tuo Sumay di Dusun Ulu Gedong, Desa Tuo Sumay Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo.

Penelitian yang dilakukan bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi dan The Society of Muaro Jambi Temple (Tribun New.Com, Kamis, 29 Agustus 2013) menemukan juga Gundukan tanah ini masing-masing berada di bagian depan dan di belakang. Dari ekskavasi yang dilakukan di gundukan bagian depan ditemukan adanya bangunan candi yang berukuran sekitar 11×8 meter. Belum bisa dipastikan candi tersebut sebagai peninggalan dari kerajaan Sriwijaya antara abad 7 – 12 berdasarkan dari bentuk dan latar belakang keagama Budha.

Baca juga:  Gerakan Peduli Guru Ngaji: Tanamkan Semangat Berbagi dan Kepedulian Terhadap Sesama

Kompleks Candi Muaro Jambi yang berlokasi sangat luas di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi sungguh menakjubkan, sehingga mengingatkan pada penuturan sejarah bila di tempat ini pernah menajdi pusat pembelajaran dan pendalaman agama Budha di dunia. Makara dalam bentuk patung yang berada di depan gerbang Candi Gumpung di situs arkeologi Muara Jambi seakan menerima semua kedatangan pengunjung dalam keramahannya yang khas,

Sedangkan Candi Gumpung yanb merupakan salah satu candi yang berada dalam kawasan cagar budaya Muara Jambi, terdaoat tulisan aksara Kawi atau Jawa Kuno yang lebih mengesankan sebagai mantra atau nama yang digunakan dalam Vajradhātu-Mandala. Candi Gumpung  inni juga memiliki candi induk berukuran 17,9 x 17,3 meter dan candi perwara 9.85 x 9,75 meter. Candi Gumpung mempunyai halaman yang dibatasi dengan pagar keliling, dan pada pagar sisi timur terdapat gapura sebagai pintu masuk ke halaman yang terhampar luas.

Yang menarik, inkripsi pada lempengan emas selama proses pemugaran menggunakan aksara Kawi atau Jawa Kuno. Isi dari inkripsi adalah mantra/ nama yang digunakan dalam Vajradhātu-Mandala. Candi Gumpung diperkirakan dibangun pada pertengahan abad 9 hingga awal abad 10. Hal ini juga didukung dengan temuan keramik-keramik China di sekitar candi yang berasal dari masa Dinasti Sung.

Baca juga:  tiga Amalan yang terbaik bagi Anak soleh

Candi Muaro Jambi adalah sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha yang terluas di asia tenggara. Luasnya 3.981 hektar yang diyakini – karena memang belum ada pembuktian adalah peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Kompleks percandian ini terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia. Lebih tepatnya berada di tepi sungai Batang Hari, sekitar 26 kilometer arah timur Kota Jambi. Diperkirakan juga, komplek perncandian ini berasal sudah ada sejak  abad ke- 7 – 12 M. Candi Muara Jambi merupakan kompleks candi yang terbesar di pulau Sumatra.

Usulan agar komplek percansian ini menjadi situs warisan dunia sejak tahun 2009, belum juga mendapat perhatian realisasinya. Agaknya, nasib komplek percandian ini tidak cuma terkesan disia-siakan, terutama oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang cuma mampu mengarahkan bidikan obyek wisata secara fisik, belum mampu menembus obyek wisata religious dan wisata spiritual seperti yang dikamoanyekan oleh Eko Sriyanto Galgendu dan kawan-kawan yang bergabung dalam GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang terus memperkenalkan sejumlah obyek wisata religious dan wisata spiritual yang seangat potensial kekayaan corak dan ragamnya di Indonesia.

Baca juga:  Sampah Kembali Muncul di Sungai Cikeruh

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memiliki ragam kebijakan dan progam Kemenparekraf termasuk di dalamnya berbagai aturan dan kewenangan yang terkait dengan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kemenparekraf sebagai institusi pemerintah. Padahal sesumbarnya, SDM Parekraf yang profesional dan berdaya saing global merupakan salah satu syarat fundamental dalam mewujudkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang berkualitas.

Kecuali itu, janji Kemenparekraf untuk menyediakan berbagai pelatihan berupa reskilling, upskilling, hingga sertifikasi untuk mendukung terciptanya SDM parekraf yang mumpuni, tidak tampak nyata hasilnya untuk mendayagunakan obyek wisata budaya, wisata spiritual dan wisata religious yang sesungguhnya bisa menghasilakan devisa bagi negara yang tidak terbatas. Bayangkan jika Candi Brobudur dan sejenisnya Candi Muara Jambi yang dakhsyat itu dikunjungi oleh umat Hundu dan Budha se dunia – sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Kota Mekkah dengan nilai spiritual  Ka’bah – maka Indonesia pun akan menjadi negara yang sangat luar biasa dan akan semakin dikenal oleh bangsa-bangsa di dunia.

Penulis : Jacob Ereste

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *