Porosmedia.com, Bandung – Wakil Gubernur Jawa Barat, Erwan Setiawan, menyambut positif pelaksanaan Kaizen Festival Nasional 2025 sebagai momentum strategis untuk mendorong pembenahan sistem layanan dan tata kelola rumah sakit di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Dalam sambutannya saat membuka acara yang digelar di El Hotel Kota Bandung, Kamis (19/6/2025), Erwan mengajak seluruh peserta yang berasal dari berbagai rumah sakit di Tanah Air untuk menjadikan forum ini sebagai ruang kolaboratif, bukan sekadar seremonial kompetisi teknis.
“Mari bersama menjadikan festival ini sebagai ajang memperbaiki tata kelola rumah sakit dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara konkret,” tegas Erwan.
Erwan juga menekankan pentingnya pertukaran pengetahuan antar rumah sakit sebagai strategi untuk mempercepat peningkatan kualitas layanan. Menurutnya, setiap institusi kesehatan memiliki keunggulan masing-masing yang seharusnya dapat saling melengkapi melalui pendekatan berbagi praktik terbaik (best practices).
“Tidak ada rumah sakit yang sempurna. Tapi dengan kolaborasi, keunggulan masing-masing bisa dikembangkan dan saling mengisi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat akan terus membuka ruang kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan akademisi dan pelaku usaha, untuk mendukung riset dan implementasi teknologi dalam sistem pelayanan rumah sakit.
“Pemprov Jabar berkomitmen mendorong percepatan riset dan pemanfaatan teknologi terkini, terutama dalam konteks digitalisasi pelayanan rumah sakit,” tambahnya.
Kaizen Festival Nasional 2025 mengusung tema: “Strategi Pengembangan Layanan Center of Excellence Rumah Sakit Berbasis Kompetensi dengan Pendekatan Lean Management.” Tema ini menunjukkan fokus pada upaya efisiensi sistem kerja, perbaikan berkelanjutan, dan pelayanan berbasis kompetensi.
Namun demikian, sejumlah pengamat menilai bahwa keberhasilan implementasi pendekatan lean management tak cukup hanya dengan festival atau lomba. Dibutuhkan komitmen kelembagaan, struktur organisasi yang adaptif, dan kebijakan berbasis data yang konsisten di seluruh tingkatan rumah sakit.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pelaksana Kaizen Festival dan Direktur RS Jantung Jakarta, Jusuf Rachmat, menyampaikan harapan agar acara ini tidak hanya berhenti pada pamer inovasi, tetapi juga dapat menumbuhkan budaya perbaikan berkelanjutan di lingkungan rumah sakit.
“Setiap perbaikan kecil memiliki dampak besar terhadap mutu pelayanan. Festival ini adalah panggung untuk menunjukkan semangat inovasi dan kemauan untuk berubah,” ujarnya.
Jusuf juga mendorong para peserta untuk tidak sekadar mengejar juara, tetapi berani membuka ruang diskusi tentang kelemahan dan solusi nyata di lapangan. Praktik continuous improvement atau kaizen yang sesungguhnya, menurutnya, harus melekat dalam budaya kerja, bukan hanya muncul dalam momen kompetisi tahunan.
Kaizen Festival memang menjanjikan harapan perbaikan. Namun, bila tidak ditindaklanjuti dalam kebijakan konkret di tingkat manajerial rumah sakit dan diperkuat dengan komitmen pengawasan dari otoritas kesehatan, ia akan tenggelam dalam euforia teknokratis tahunan.
Mutu layanan rumah sakit bukan hanya soal SOP dan efisiensi, tapi menyentuh soal integritas pelayanan, hak pasien, hingga keberanian menghadapi birokrasi yang lamban. Jawa Barat memiliki momentum, tetapi yang dibutuhkan adalah kepemimpinan transformasional dan sistem yang adaptif—bukan sekadar lomba ide tanpa implementasi.