Porosmedia.com, Bandung, 6 Juli 2025 – Persib Bandung membuka kiprahnya di Piala Presiden 2025 dengan hasil mengecewakan. Bertanding di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Minggu (6/7), tim Maung Bandung harus mengakui keunggulan Port FC (Thailand) dengan skor 0-2. Kekalahan ini menambah panjang daftar inkonsistensi performa Persib dalam laga pembuka turnamen pramusim bergengsi nasional tersebut.
Meski bermain di kandang sendiri dan disokong penuh oleh ribuan bobotoh, Persib justru tampil di bawah ekspektasi. Pertahanan yang mudah ditembus dan serangan yang kurang tajam membuat permainan terlihat tak berkembang sejak menit awal.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, yang hadir di stadion bersama sejumlah pejabat daerah, mencoba meredam kekecewaan publik. “Walaupun kalah karena ini baru pertandingan pertama, alhamdulillah tetap kita apresiasi semangat pemain. Persib mah biasana mimiti elehna (Persib itu biasanya awalnya kalah), tapi insyaallah ini hanya pemanasan,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Namun, pernyataan ini justru mengundang pertanyaan. Jika kekalahan awal sudah menjadi ‘kebiasaan’, lalu kapan evaluasi sistematis akan benar-benar dilakukan? Sampai kapan bobotoh harus bersabar atas “pemanasan” yang tak kunjung menunjukkan peningkatan kualitas permainan?
Erwin menambahkan bahwa laga ini bagian dari proses adaptasi dan pembelajaran. “Saya yakin pertandingan berikutnya Persib bisa tampil lebih maksimal dan memenangkan pertandingan. Ini baru langkah awal. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Persib bisa bangkit dan membuktikan kualitasnya.”
Namun publik tentu tidak hanya menunggu janji dan harapan. Evaluasi teknis dan manajerial terhadap tim dan pelatih menjadi urgensi, terlebih Persib masuk dalam jajaran tim unggulan dengan anggaran dan dukungan logistik yang tidak sedikit.
Erwin juga menyoroti pentingnya turnamen Piala Presiden sebagai ajang pemanasan sekaligus sarana membangun mental bertanding. Namun kembali, pertanyaan muncul: sejauh mana pelajaran dari pramusim seperti ini benar-benar dikapitalisasi untuk menyiapkan kompetisi resmi yang lebih berat dan panjang?
Laga ini dihadiri pula oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Wakil Gubernur Erwan, Sekda Jabar Herman Suryatman, serta jajaran pimpinan OPD dari provinsi dan kabupaten. Kehadiran jajaran pemerintah menjadi sinyal bahwa Persib bukan sekadar klub, tetapi simbol representasi identitas Jawa Barat di pentas nasional dan regional.
Meski kalah, ribuan bobotoh tetap menunjukkan loyalitas luar biasa. Suasana tetap kondusif, nyanyian dukungan tak henti berkumandang hingga peluit panjang berbunyi. Ini menunjukkan bahwa kecintaan pada Persib tak bergantung pada kemenangan semata, namun pada identitas, memori kolektif, dan semangat kebersamaan.
Namun, semangat suporter harus dibalas dengan performa yang layak. Persib kini ditantang untuk segera memperbaiki lini belakang yang rapuh, sekaligus memperkuat agresivitas lini depan. Apalagi jadwal pertandingan selanjutnya sudah menunggu dalam tempo singkat.
Kekalahan memang bukan aib. Tapi membiarkan kekalahan menjadi pola tanpa evaluasi serius—itulah kegagalan sejati.
(ziz)