Penangkapan Bandar Judi Online oleh Polrestabes Surabaya: Prestasi Hukum atau Sekadar Simbolisme?

Avatar photo

Porosmedia.com, Surabaya – Langkah cepat Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Surabaya dalam meringkus bandar judi online asal Jakarta berinisial BBH patut diapresiasi. Namun, dalam dinamika pemberantasan judi digital yang kian kompleks, satu penangkapan bukanlah puncak dari kemenangan, melainkan awal dari pertanyaan mendalam: Apakah ini bagian dari gebrakan sistematis, atau sekadar seremonial hukum?

Judi Online: Epidemi Digital yang Tak Terlihat

Fenomena judi online di Indonesia telah menjelma menjadi epidemi sosial baru yang menyasar lintas kelas, usia, bahkan wilayah. Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada awal 2025 menunjukkan lonjakan perputaran uang mencapai Rp327 triliun hanya dari transaksi terkait judi online sepanjang 2024. Ironisnya, tidak sedikit di antaranya melibatkan pelajar dan mahasiswa yang terjerumus dalam algoritma kecanduan digital.

Menurut pakar sosiologi hukum dari UGM, Prof. Dr. Heru Nugroho, judi online bukan sekadar bentuk kejahatan siber, melainkan “krisis struktural” akibat lemahnya literasi digital, rendahnya pengawasan negara terhadap platform daring, serta keterlibatan oknum-oknum yang seharusnya menjadi penegak hukum itu sendiri.

Baca juga:  Olah TKP Polda Jabar Kecelakaan Bus Handoyo Korban Meninggal 12 Orang

Kinerja Aparat: Antara Apresiasi dan Ambiguitas

Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol. Dr. Luthfi Sulistyawan, S.I.K., M.H., M.Si., memang layak mendapatkan apresiasi. Di tengah skeptisisme publik terhadap komitmen Polri dalam menumpas kejahatan siber, aksi nyata ini memberi secercah kepercayaan. Namun, apresiasi itu juga menuntut kelanjutan: apakah BBH akan ditindak secara tegas hingga ke akar sindikatnya, atau justru berakhir sebagai tahanan kota sebagaimana banyak kasus sebelumnya?

Kasus serupa yang menimpa bandar judi online kelas kakap bernama “AP” di tahun 2023 di Medan, misalnya, berujung pada vonis ringan setelah jaksa menyatakan tidak cukup bukti sistemik. Belakangan, diketahui adanya dugaan kompromi di balik layar antara aparat dan tersangka yang melibatkan aliran dana puluhan miliar ke rekening gelap.

Jaringan Judi Online dan Proteksi “Orang Dalam”

Dalam investigasi mendalam oleh IndonesiaLeaks pada 2022, sejumlah bandar judi online diketahui memiliki jaringan perlindungan dari oknum aparat penegak hukum, pejabat daerah, bahkan selebriti media sosial yang berperan sebagai afiliator. Skema bisnis ilegal ini dibungkus dengan legalitas semu, menggunakan server di luar negeri dan rekening bayangan dalam negeri.

Baca juga:  Setelah Kampus Solo dan Jogja, hari ini Bandung mulai Membara

Dari perspektif hukum pidana, tindakan penangkapan BBH tidak cukup hanya dengan pasal-pasal konvensional seperti Pasal 303 KUHP atau UU ITE. Dibutuhkan pendekatan interseksi, yakni menggunakan pasal pencucian uang, kejahatan lintas negara (transnational crime), serta penyitaan digital aset untuk memutus rantai sindikat.

Menurut mantan jaksa KPK, Abraham Samad, “Selama bandar besar tidak diproses dengan pendekatan menyeluruh dan struktur pendukungnya dibongkar, penangkapan hanyalah kosmetik hukum. Ujung-ujungnya, mereka keluar dan beroperasi kembali dengan nama lain.”

Mendesak Satgas Nasional Judi Online yang Independen

Pemerintah perlu membentuk Satuan Tugas Nasional Pemberantasan Judi Online yang independen, lintas lembaga, dan terhubung dengan regulator keuangan seperti OJK, BI, serta PPATK. Selain itu, penegakan hukum harus menyasar ke ranah digital dengan membentuk cyber forensic unit yang profesional, bukan sekadar unit seremonial yang lamban dalam menelusuri aliran uang digital.

Belajar dari Filipina yang pernah menjadi surga judi online Asia, negara tersebut membentuk regulasi ketat dan bekerja sama dengan operator internasional untuk menutup akses ilegal dan menyaring platform legal secara terbuka. Indonesia pun harus bergerak ke arah yang sama.

Baca juga:  Kodam I/BB Gerebek Narkoba di Medan, Amankan 4 Pelaku dan Puluhan Paket Sabu

Apresiasi Boleh, Tapi Jangan Terlena

Penangkapan BBH di Surabaya memang bisa menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi judi online, tetapi tidak boleh berhenti pada simbolisme. Proses hukum terhadap BBH harus menjadi contoh penegakan keadilan yang menyeluruh, transparan, dan bebas dari intervensi.

Masyarakat berhak untuk berharap. Tapi yang lebih penting, negara berkewajiban untuk membuktikan bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Karena dalam pertarungan melawan judi online, yang dipertaruhkan bukan hanya integritas hukum, tapi juga masa depan generasi bangsa.

Poros Media | Menguak Fakta, Merawat Akal Sehat