Oleh: R. Wempy Syamkarya
Pegamat Kebijakan Publik dan Politik
Porosmedia.com — Pasar tradisional adalah jantung denyut ekonomi rakyat. Ia bukan sekadar tempat jual beli, melainkan ruang interaksi sosial dan sumber nafkah ribuan pedagang kecil. Namun bagaimana jika denyut itu melemah akibat buruknya tata kelola? Inilah potret muram yang terjadi di Pasar Ciroyom Bandung Juara.
Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Wali Kota Muhammad Farhan, wajib mengevaluasi secara serius dan menyeluruh kinerja Perusahaan Umum Daerah (Perumda) yang selama ini mengelola pasar tersebut. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan pasar jauh dari kata ideal—minim perhatian, tak ada pembenahan signifikan, dan aturan-aturan manajemen yang justru membingungkan para pedagang.
Ironisnya, ketika para pedagang menjerit karena beban biaya sewa dan kebijakan tak berpihak, pihak Perumda justru sibuk menegakkan aturan yang tidak jelas arah dan tujuannya. Musyawarah demi musyawarah dilakukan, namun semua hanya berujung seremonial tanpa solusi. Ini bukan hanya mandek, tapi menunjukkan adanya kebuntuan struktural dalam sistem pengelolaan pasar.
Sebagai pengamat kebijakan publik dan politik, saya memandang bahwa akar persoalan ini bukan semata pada teknis operasional, melainkan pada struktur kelembagaan dan integritas manajemen Perumda itu sendiri. Program-program yang diluncurkan terkesan mengada-ada, tanpa landasan analisis kebutuhan riil pedagang dan pasar. Ini adalah sinyal keras: ada yang tidak beres di tubuh Perumda Kota Bandung.
Oleh karena itu, Wali Kota dan DPRD Kota Bandung melalui fraksi-fraksi terkait harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap keberadaan dan kinerja Perumda. Jika terbukti tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD), maka langkah logisnya adalah mengembalikan pengelolaan pasar kepada dinas teknis yang lebih kompeten dan berorientasi pada pelayanan publik.
Perlu digarisbawahi, pasar bukan ladang bisnis bagi oknum birokrat atau pihak swasta yang hanya mengejar laba. Pasar adalah ruang publik yang harus dikelola dengan prinsip keberpihakan kepada rakyat kecil, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Jika Perumda tidak mampu menjawab tantangan ini, maka tidak ada alasan untuk mempertahankan eksistensinya.
Saya mendorong agar Wali Kota segera memanggil Direktur Utama Perumda Pasar Ciroyom Bandung Juara, didampingi oleh DPRD, untuk memberikan laporan pertanggungjawaban secara terbuka kepada publik. Jika ditemukan kejanggalan atau inkonsistensi dalam kebijakan maupun implementasi program, maka langkah tegas harus segera diambil.
Kasus Pasar Ciroyom bukan satu-satunya. Banyak pasar di Kota Bandung yang mengalami nasib serupa. Maka sudah saatnya dilakukan pendataan ulang secara menyeluruh, cek dan ricek kondisi serta permasalahan di setiap pasar. Jangan sampai kelalaian dan kelambanan justru memelihara potensi korupsi, kolusi, dan gratifikasi.
Bandung membutuhkan tata kelola pasar yang lebih profesional, bersih, sehat, dan berpihak pada rakyat. Gedung pasar harus dirawat, sanitasi dijaga, dan manajemen harus transparan. Masyarakat sebagai konsumen pun harus merasakan kenyamanan, keamanan, dan kebersihan saat berbelanja.
Walikota Farhan harus menjadikan ini sebagai prioritas kebijakan. Jangan sampai janji “Bandung Juara” hanya jadi slogan kosong di tengah realitas pasar yang amburadul. Ini saatnya berbenah—dengan komitmen, keberanian, dan keberpihakan yang nyata.
Selamat bertugas. Waktunya mengembalikan pasar ke pangkuan rakyat.