Porosmedia.com, Bandung – 14 Mei 2025, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat bertemu dengan Wali Kota Bandung Muhammad Farhan di Balai Kota Bandung untuk membahas masa depan lembaga penyiaran yang kini berada dalam kondisi rawan. Di tengah krisis ekonomi, tekanan media digital global, dan absennya regulasi yang berpihak, keberlangsungan lembaga penyiaran lokal di Kota Bandung dinilai kian terancam.
Dalam audiensi tersebut, Ketua KPID Jabar, Adiyana Slamet, mengungkapkan bahwa dari 77 lembaga penyiaran yang terdaftar di Kota Bandung—terdiri atas 42 radio dan sisanya televisi, termasuk jaringan nasional—sebagian mulai kolaps. Bahkan, Kompas TV dan Transmedia dilaporkan tengah mempertimbangkan penutupan biro mereka di Bandung.
“Kami telah bertemu manajemen pusat di Jakarta. Ada tiga tekanan utama yang membuat lembaga penyiaran daerah tersudut: kontraksi belanja iklan karena krisis ekonomi global, realokasi anggaran pemerintah yang meminggirkan sektor penyiaran, serta revisi UU Penyiaran yang belum memberi perlindungan bagi media lokal,” ujar Adiyana.
KPID Jabar menekankan pentingnya langkah cepat pemerintah daerah untuk mencegah keruntuhan media arus utama yang kredibel. Dua usulan konkret diajukan kepada Pemkot Bandung: pertama, perlindungan terhadap lembaga penyiaran lokal dalam bentuk kebijakan afirmatif; kedua, penyelenggaraan sarasehan media untuk merancang ulang strategi kolaborasi antara pemerintah dan pelaku penyiaran.
Adiyana juga membeberkan temuan riset media habit di Jawa Barat yang menunjukkan fakta menarik: generasi X dan Y masih menjadikan televisi dan radio sebagai rujukan utama dalam klarifikasi informasi. Namun generasi Z kini lebih banyak menyerap informasi dari media sosial, yang justru kerap menjadi sumber disinformasi dan hoaks.
“Jika tren ini dibiarkan tanpa intervensi, kita akan kehilangan benteng terakhir informasi publik yang dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Adiyana.
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menegaskan komitmen Pemkot dalam mendukung eksistensi lembaga penyiaran lokal, terutama yang menyuarakan kepentingan publik dan menjaga kualitas konten. Farhan juga menekankan pentingnya peran aktif KPID dalam mengawasi konten media, terutama terkait isu kekerasan seksual.
“Pemerintah Kota mendesak KPID bersikap tegas dan tanpa kompromi terhadap media yang tidak sensitif dalam memberitakan kasus kekerasan seksual. Publik perlu dilindungi dari normalisasi kekerasan lewat tayangan yang abai etika,” kata Farhan.
Ia menambahkan, Pemkot Bandung siap menyusun narasi komunikasi publik yang efektif dan bertanggung jawab bersama KPID. Salah satu fokusnya adalah meningkatkan literasi media masyarakat, termasuk bahaya kecanduan gawai dan pentingnya batasan konservatif dalam dunia informasi digital.
“Kami membuka ruang kolaborasi. Hasil riset KPID sangat berharga, akan kami pilah untuk kemudian dijadikan dasar membangun komunikasi yang sehat dan membumi,” ujarnya.
Farhan turut menyoroti gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menghantam pekerja media akibat efisiensi operasional. Ia menegaskan bahwa Pemkot melalui Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) akan memfasilitasi hak-hak pekerja media yang terdampak.
“Saya minta Disnaker turun tangan, lakukan mediasi, dan pastikan tidak ada pekerja media yang dikorbankan tanpa penyelesaian yang adil,” tegasnya.
Audiensi tersebut ditutup dengan komitmen bersama antara Pemkot Bandung dan KPID Jabar untuk menjaga marwah penyiaran sebagai garda terdepan informasi publik yang terpercaya. Keduanya sepakat membangun kolaborasi lebih erat untuk menyebarkan informasi pemerintah secara bertanggung jawab, serta menjaga ruang informasi publik tetap sehat dan bebas dari distorsi digital.