Ketika Program Pemerintah Mandek, Rakyat Wajib Bertanya: Transparansi Bukan Ancamannya, Justru Obatnya

Avatar photo
R. Yadi Suryadi, Ketua Aliansi Pemuda Anti Korupsi

Porosmedia.com, Bandung – Senin, 1 Desember 2025, Dalam negara yang mengaku demokratis, pertanyaan masyarakat terhadap pemerintah bukanlah tindakan subversif. Sebaliknya, itu adalah napas utama demokrasi. Namun, belakangan ini muncul fenomena yang menggelitik: seolah-olah mempertanyakan program pemerintah yang tidak berjalan dianggap mengganggu kenyamanan birokrasi. Seolah masyarakat harus diam, menunggu, atau “memaklumi” program mangkrak yang dananya bersumber dari uang rakyat.

R. Yadi Suryadi, Ketua Aliansi Pemuda Anti Korupsi, menyatakan dengan tegas:
Menanyakan program pemerintah yang tidak dijalankan bukan hanya wajar—itu adalah kewajiban moral rakyat untuk menjaga uang publik dari potensi penyimpangan.

Dan siapa pun yang merasa terusik oleh pertanyaan publik, patut dipertanyakan komitmennya terhadap transparansi.

Yadi ingatkan bahwa uang publik bukan mainan birokrasi, maka dari itu, anggaran daerah—baik APBD murni, perubahan, maupun dana transfer—bukan milik kepala daerah, bukan milik SKPD, dan bukan milik pejabat manapun. Itu milik rakyat. Setiap rupiah harus kembali kepada rakyat dalam bentuk layanan publik, pembangunan, dan peningkatan kualitas hidup.

Maka ketika ada program yang: Sudah disusun dalam RKPD, Disahkan dalam APBD, Disosialisasikan ke publik, Tetapi tidak dikerjakan, maka publik berhak bertanya dan pemerintah berkewajiban menjawab tanpa alasan klasik, atau: Yadi minta : Tidak ada alasan untuk defensif. Tidak ada alasan untuk alergi kritik. Dan
tidak ada alasan untuk menutup-nutupi progres.

Baca juga:  1200 Sertifikat Tanah Diberikan Kepastian Hukum Oleh Pemkot Bandung

Perlu disepakati dengan bijak, pertanyaan publik bukan pemberontakan — itu bagian dari Checks and Balances.

Sayang ! Sering sekali masyarakat yang bertanya dianggap “mengganggu stabilitas”. Padahal, dalam prinsip tata kelola modern, kontrol publik adalah pilar Good Governance.

Untuk itu, Yadi tegaskan jika birokrasi merasa terganggu dengan pengawasan, maka yang terbukti terganggu bukan kinerja—melainkan kenyamanan mereka, yang menganggap masyarakat tidak tahu.

“Transparansi memang tidak pernah ramah pada siapa pun yang bekerja setengah hati”, terang Yadi

Perlu dipahami bersama juga, ketika serapan anggaran rendah, yang dirugikan adalah rakyat. Adapun yang perlu diingat para pengelola anggaran:
Bahwa serapan rendah bukan prestasi. Itu kegagalan. Program tidak dilaksanakan bukan efisiensi. Itu maladministrasi.

Bahkan, dampaknya sangat nyata: Layanan publik tidak membaik, Infrastruktur tidak selesai, Ekonomi daerah stagnan, Peluang kerja hilang dan Kepercayaan publik menurun.

Para pengelola pemerintahan harus lebih sadar Jika masyarakat bertanya, itu bukan provokasi. Itu justru bentuk kepedulian terhadap keberlangsungan pembangunan.

Sudah diterangkan dalam UU KIP memerintahkan pemerintah untuk menjawab, bukan mengelak yang berbunyi pada UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik jelas menyebutkan: Dokumen anggaran, Rencana kegiatan, Realisasi program, Progres fisik— adalah informasi publik yang wajib dibuka.

Baca juga:  Kembali Jadi Pilihan Presiden, Sapi Kurban Asal Bandung Ukir Rekor Lima Tahun Beruntun

Jadi, ketika publik menanyakan: Kenapa program tidak berjalan? Apa hambatan teknisnya? Kenapa anggaran tidak terserap? Pemerintah tidak boleh hanya menjawab normatif. Tidak boleh saling lempar antar dinas. Tidak boleh berdalih “menunggu proses”. Karena keterbukaan adalah kewajiban hukum, bukan pilihan politis.

Jangan lelah bagi masyarakat yang mengawasi pemerintah adalah hak konstitusional rakyat. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyebut: Kedaulatan berada di tangan rakyat.

Pertanyaannya sederhana: Bagaimana mungkin rakyat berdaulat jika bertanya saja dianggap gangguan?

Yadi tegaskan kembali: Ketika rakyat diam, penyimpangan tumbuh. Ketika rakyat bersuara, tata kelola membaik.

Inilah Aliansi Pemuda Anti Korupsi yang mendukung pengawasan kritis di Jawa Barat, komitmen kamari berdiri pada posisi yang jelas: Mendukung transparansi penuh penggunaan anggaran  Mengapresiasi pemerintah yang terbuka  Mengkritisi yang menutup-nutupi  Dan mengawal program agar tidak mangkrak, sekaligus, nenjembatani suara publik agar tidak dibungkam.

Karena masa depan Jawa Barat tidak boleh ditentukan oleh birokrasi yang takut dikritik.

Pemerintah yang Baik Tidak Takut Ditanya

Sejatinya, pemerintahan yang profesional justru merasa terbantu ketika publik mengawasi. Kritik bukan musuh. Pertanyaan bukan ancaman. Transparansi bukan kelemahan.

Baca juga:  Bayang-bayang Proyek di Balik Kursi Dewan: Dugaan Konflik Kepentingan Pimpinan DPRD Kota Bandung

Musuh terbesar pemerintahan adalah: ketertutupan, ketakutan pada evaluasi, dan kenyamanan dalam ketidakjelasan.

Dan selama uang rakyat digunakan untuk kepentingan publik,
maka rakyat memiliki hak penuh untuk menanyakan setiap program yang tidak dikerjakan.

Itu bukan radikal.
Itu bukan provokatif.
Itu konstitusional.

Dan kami, Aliansi Pemuda Anti Korupsi Jawa Barat, akan selalu berdiri di garis depan untuk memastikan hak itu tidak pernah padam.