Porosmedia.com, Jakarta – Kejaksaan Agung RI terus mendalami dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop untuk digitalisasi pendidikan yang ditaksir mencapai hampir Rp10 triliun. Penyelidikan ini mengindikasikan keterkaitan erat dengan kebijakan dan tokoh-tokoh kunci dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pengamat politik Hersubeno Arief menilai langkah Kejagung ini tak lepas dari konteks politik era transisi menuju pemerintahan baru. “Ini jelas berkaitan erat dengan kekuasaan masa lalu. Bahkan Presiden sampai menerbitkan Perpres untuk mengawal jaksa dan keluarganya—itu sinyal bahwa ada pertarungan besar di balik penyelidikan ini,” ujar Hersubeno, Jumat (30/5/2025).
Dugaan Permufakatan Jahat dan Jejak Stafsus Nadiem
Salah satu temuan mencolok berasal dari penggerebekan apartemen staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim di Jakarta Selatan. Operasi yang digelar Kejagung pada 20–21 Mei 2025 itu menyita barang bukti penting, mulai dari dokumen, flash disk, hingga laptop yang diduga berkaitan dengan proyek pengadaan Chromebook.
Ageta, analis investigasi, menegaskan: “Pengadaan ini berlangsung sejak 2019 hingga 2023 saat Nadiem menjabat. Kejagung kini mencium adanya persekongkolan jahat dalam pemilihan perangkat Chromebook, padahal perangkat ini tidak kompatibel dengan kondisi infrastruktur digital Indonesia yang masih banyak blank spot.”
Sejumlah laporan dari guru dan pengamat pendidikan mengungkap bahwa banyak perangkat yang akhirnya hanya menjadi “pajangan” karena tak bisa digunakan di lapangan.
Keterkaitan dengan Kasus BTS, FTECH, dan PDNS
Hersubeno dan Ageta juga menyoroti kemiripan pola dengan sejumlah kasus besar lain seperti BTS Kominfo, FTECH, hingga PDNS. Semua kasus itu, menurut mereka, memiliki potensi keterhubungan dengan aktor-aktor di lingkar kekuasaan era Jokowi. Namun, baru di masa pemerintahan Prabowo Subianto-lah Kejagung mulai bergerak agresif.
“Kasus ini baru benar-benar digarap di tahun 2025. Kita menduga kuat ini akan segera naik ke fase penyidikan meski belum ada tersangka diumumkan,” jelas Ageta.
Kontroversi Laptop Merah Putih dan Peran Luhut
Penyelidikan juga mengarah pada proyek “Laptop Merah Putih” yang diluncurkan pada 2021. Saat itu, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan melarang impor laptop dan mendorong penggunaan produk dalam negeri, bekerja sama dengan sejumlah konsorsium termasuk perguruan tinggi seperti ITB.
Fadli Zon termasuk yang paling vokal menyoroti mahalnya harga pengadaan laptop kala itu. Ageta menyebut, walau niat penggunaan produk lokal disambut positif karena mendukung tenaga kerja di masa pandemi, pelaksanaan proyek tetap menyisakan tanda tanya besar soal transparansi dan efektivitasnya.