Porosmedia.com, Bandung – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) menegaskan secara berulang bahwa tidak ada dana milik Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang disimpan dalam bentuk deposito sebagaimana disinyalir oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan sumber Bank Indonesia.
KDM menjelaskan bahwa dana yang tersimpan di Bank BJB maupun di lembaga perbankan lainnya adalah kas daerah aktif, bukan dana yang diendapkan untuk memperoleh bunga.
“Angka Rp2,6 triliun itu sama dengan data di Kemendagri, berasal dari pelaporan keuangan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah. Itu dana kas daerah, bukan deposito,” tegas Dedi Mulyadi usai bertemu Menteri Dalam Negeri, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya, kas daerah itu bersifat dinamis dan fluktuatif, karena setiap saat digunakan untuk membayar berbagai kebutuhan rutin seperti gaji pegawai, proyek pembangunan, layanan publik, dan kegiatan pemerintah daerah.
“Uang itu keluar dan masuk setiap hari, untuk bayar listrik, air, gaji pegawai, termasuk non-ASN, sampai kontrak pembangunan jalan, sekolah, dan rumah sakit,” ujar KDM.
Kunjungan ke Bank Indonesia: “Semua Data Harus Jelas”
Menindaklanjuti pernyataan Menkeu yang menyebut adanya dana deposito Rp4,1 triliun milik pemda, KDM langsung menyambangi kantor Bank Indonesia di Jakarta.
Hasilnya, data dari BI per 30 September 2025 menunjukkan bahwa seluruh dana kas daerah Pemprov Jabar sebesar Rp3,8 triliun tersimpan dalam bentuk giro, bukan deposito.
“Tidak ada dana Pemda Provinsi Jabar yang disimpan dalam bentuk deposito untuk diambil bunganya. Yang ada adalah rekening giro kas daerah sebesar Rp2,4 triliun,” tegas KDM.
Ia menambahkan, deposito yang terdaftar di perbankan bukan milik kas daerah, melainkan milik Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), seperti rumah sakit atau lembaga pendidikan yang memiliki mekanisme keuangan tersendiri.
Dengan demikian, tudingan adanya deposito Rp4,1 triliun milik Pemda Jabar dinyatakan tidak akurat.
“Setelah klarifikasi ke BI, saya berharap tidak ada lagi kecurigaan bahwa Pemprov Jabar menyimpan uang untuk menikmati bunga. Semua dana digunakan untuk kebutuhan publik,” ujarnya.
Pilih Giro Demi Transparansi
Menanggapi kritik Menkeu yang menilai penyimpanan dalam bentuk giro tidak menguntungkan karena bunganya rendah, KDM justru menyebut langkah itu pilihan terbaik dan paling aman secara etis maupun hukum.
“Kalau deposito dilarang karena bunganya bisa dinikmati pihak tertentu, maka penyimpanan di giro adalah jalan terbaik,” kata KDM di Bandung, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, Pemprov Jabar tidak mungkin menyimpan kas daerah di tempat yang tidak aman seperti lemari atau brankas. Menyimpan di giro memastikan transparansi, kemudahan akses, dan mencegah penyalahgunaan.
Sementara itu, deposito on call hanya digunakan dalam konteks tertentu atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), misalnya untuk dana proyek lelang yang menunggu proses pembayaran, dan sifatnya bisa dicairkan sewaktu-waktu.
“Bunga deposito on call pun masuk ke pendapatan daerah, bukan ke pribadi siapa pun,” tegasnya.
Langkah Tegas: Sambangi BPK untuk Audit Alur Kas Daerah
Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan administratif, KDM mengunjungi Kantor BPK Perwakilan Jawa Barat di Bandung, Jumat (24/10/2025).
Kunjungan itu bertujuan untuk memastikan alur kas daerah diverifikasi secara objektif dan transparan oleh auditor negara.
“Yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya dana mengendap adalah BPK. Mereka punya kewenangan audit penuh,” ujar KDM.
Ia menekankan, melalui audit BPK, publik akan mengetahui bahwa Pemprov Jabar memiliki perencanaan, pengelolaan, dan belanja keuangan yang transparan serta pro-publik.
“Orientasi kami adalah belanja yang bermanfaat bagi masyarakat. Semua bisa dilihat dan diaudit secara terbuka,” tambahnya.
Akhir Kata: Pemprov Jabar Terbaik dalam Belanja Publik
Berdasarkan penilaian Kementerian Dalam Negeri, Provinsi Jawa Barat masuk kategori terbaik dalam aspek pendapatan dan belanja daerah.
KDM menilai capaian tersebut sebagai bukti nyata bahwa sistem keuangan Pemprov Jabar berjalan tertib, rasional, dan berorientasi pelayanan publik, bukan kepentingan pribadi atau politik.
“Uang rakyat harus kembali ke rakyat. Tidak ada yang mengendap untuk keuntungan segelintir pihak,” pungkasnya.







