Jabar-BPS Perkuat Kolaborasi Data: Progresif, Tapi Tantangan Transparansi Masih Menanti

Avatar photo

Porosmedia.com, Jakarta – Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus mendorong reformasi tata kelola data sebagai landasan pengambilan kebijakan pembangunan. Salah satu langkah konkret terbaru adalah penguatan kerja sama strategis dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, terutama melalui pemanfaatan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

Dalam pertemuan yang digelar di Kantor BPS RI, Selasa (8/7/2025), Sekretaris Daerah Jabar, Herman Suryatman, bersama jajaran lintas OPD melakukan pembahasan langsung dan “eksekusi cepat” berbagai rencana kerja berbasis data.

“Hari ini hari yang spesial karena kita langsung rapat dan eksekusi. Ini bentuk komitmen Jabar untuk menjadikan kebijakan sebagai refleksi dari data yang akurat,” ujar Herman.

Salah satu titik berat kerja sama ini adalah pemanfaatan DTSEN sebagai acuan dalam program prioritas seperti:
– penjaringan siswa Sekolah Rakyat
– distribusi bantuan sosial
– penataan kawasan kumuh
– pengentasan kemiskinan dan pengangguran
– serta penanggulangan stunting.

Namun, meskipun langkah ini dipuji sebagai progresif, publik tetap menaruh harapan agar implementasi ke depan tidak berhenti pada tataran teknokratis atau hanya ‘cerdas di atas kertas’. Sejarah reformasi data di Indonesia seringkali diwarnai oleh inisiatif besar yang akhirnya tersandera birokrasi, minim pemanfaatan, atau eksklusif dalam eksekusinya.

Baca juga:  Memahami dan Mendukung Kebijakan Presiden Memulihkan Perekonomian

Jawa Barat sejauh ini telah mengembangkan sistem Satu Data Terpadu Keluarga Jawa Barat (Sadarkajabar) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), yang diintegrasikan lintas perangkat daerah. Meski Sadarkajabar menawarkan potensi luar biasa dalam pendataan mikro, namun publik belum sepenuhnya mengetahui sejauh mana sistem ini telah bekerja secara real time, terbuka, dan adaptif terhadap dinamika lapangan.

Pemerintah berjanji MoU formal akan segera ditandatangani oleh Kepala BPS RI Amalia Adininggar Widyasanti dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Namun tantangan ke depan bukan hanya menandatangani dokumen, melainkan mengukur efektivitas distribusi data, jaminan interoperabilitas antar-OPD, dan keandalan sistem dalam mengambil keputusan kebijakan publik yang adil dan tepat sasaran.

“Tugas pemerintahan adalah menyediakan dan membahagiakan masyarakat, dan itu hanya bisa dilakukan dengan pengambilan keputusan yang berbasis data,” tegas Herman.

Wakil Kepala BPS RI, Sonny Harry Budiutomo Harmadi, menyambut kolaborasi ini dengan optimisme. Ia menyebut langkah Jabar sebagai bentuk gercep (gerak cepat) yang tidak berbelit-belit, dan mendukung semangat evidence-based policy.

Baca juga:  Resmi, Wajah PKL Basemen Alun - alun Kota Bandung, Yuu Kita Jajan

“Ini luar biasa. Hari ini putuskan, hari ini kerjakan. Jangan lama-lama,” ujarnya.

Sinergi ini mencakup tidak hanya DTSEN, tetapi juga dukungan terhadap Sensus Ekonomi 2026 (SE2026), Sensus Penduduk, Sakernas, Susenas, hingga asistensi teknis statistik sektoral daerah dan penyusunan PDRB.

Namun, publik menanti lebih dari sekadar semangat dan jargon. Ada kebutuhan nyata untuk monitoring independen, publikasi berkala, dan jaminan bahwa data benar-benar dijadikan dasar kebijakan yang mengutamakan kelompok rentan dan marjinal.

Reformasi data di Jawa Barat dapat menjadi model nasional. Tetapi langkah ini harus ditempuh secara konsisten, transparan, dan inklusif. Tanpa pengawasan publik, program ini berisiko menjadi tumpukan dashboard dan sistem digital tanpa dampak nyata.

Jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat mampu membuktikan bahwa DTSEN dan Sadarkajabar betul-betul dijadikan fondasi kebijakan pembangunan—bukan hanya alat pencitraan statistik—maka harapan masyarakat terhadap pemerintahan yang akurat, adil, dan berorientasi solusi bukanlah utopia.