Porosmedia.com, Bandung — Di tengah tantangan literasi yang kian kompleks di era digital, Pemerintah Kota Bandung kembali menggulirkan program tahunan Duta Baca dengan semangat baru. Bukan sekadar rutinitas seremoni, edisi 2025 ini menunjukkan arah baru yang lebih adaptif, partisipatif, dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Tiga kategori baru yang diluncurkan — Duta Intelegensia, Duta Media Sosial, dan Duta Favorit — menjadi sinyal kuat bahwa literasi kini tak lagi berkutat pada teks semata, melainkan merambah dunia komunikasi digital, strategi personal branding, dan keterlibatan publik secara langsung. Terutama Duta Favorit, yang dipilih melalui voting Instagram, menjadi bukti bagaimana literasi harus melek platform dan mampu merangkul generasi digital-native.
Kehadiran 12 finalis terpilih yang kini tengah menjalani karantina intensif menunjukkan bahwa program ini bukan ajang kosmetik. Mereka ditempa dengan materi berbobot mulai dari public speaking, kepenulisan, hingga advokasi literasi, langsung dari tokoh-tokoh kredibel di bidangnya. Ini penting, karena seorang duta baca bukan hanya wajah promosi perpustakaan, tetapi agen perubahan sosial yang harus fasih dalam berpikir kritis, berbicara lantang, dan bertindak nyata.
Ketua pelaksana, Intan Sahrani Saputri, menegaskan bahwa literasi adalah lebih dari sekadar membaca dan menulis — ini adalah fondasi karakter. Pernyataan ini menjadi refleksi penting bahwa literasi hari ini tidak bisa lagi dipahami dalam definisi sempit. Literasi adalah kemampuan menyaring informasi, membangun narasi, serta menggerakkan komunitas melalui kekuatan kata dan gagasan.
Namun, tantangan ke depan tetap besar. Dalam masyarakat yang dibanjiri hoaks, konten viral tak bermutu, dan budaya instan, upaya menumbuhkan budaya membaca dan berpikir mendalam bukan pekerjaan satu-dua hari. Dibutuhkan kesinambungan program, dukungan kebijakan, serta perluasan jangkauan hingga ke sekolah-sekolah, komunitas pinggiran, dan ranah digital yang belum tergarap.
Pemilihan Duta Baca harus menjadi gerbang menuju ekosistem literasi yang lebih progresif, bukan sekadar acara tahunan dengan euforia sesaat. Sudah waktunya kita memandang duta baca bukan sebagai gelar simbolis, tapi sebagai profesi kehormatan — duta yang membawa visi Kota Bandung sebagai pusat budaya literasi, inovasi, dan inklusi digital.
Literasi adalah perlawanan terhadap kebodohan, dan Bandung sedang mempersiapkan pasukannya.