DNA dan Sistem Perbankan Global

Avatar photo

Sistem DNA dan perbankan global masih mengacu pada DNA bani israil (keturunan daud) atau disebut keturunan ke 12.

Porosmedia.com — Hanya saja ada penyimpangan dari
sana……!!! Ada 2 versi keturunan yang ke 13 dan 14, termasuk maraknya pihak yang mengaku Balawi atau garis keturunan Lewi dan Yehuda….!!!
Sejujurnyq bab ini akan selalu menjadi topik sensitif bagi kalangan awam,
jadi mari kita tunggu “Undisclosed” selanjutnya…..!!!
(Jika sudah ada green light!)

Pada tahun 1869, Friedrich Miescher seorang ilmuwan Swiss mengumumkan telah menemukan substansi yang kemudian dikenal sebagai DNA (Deoxyribonucleic acid) dalam inti sel darah putih. Ia menemukan bahwa substansi ini mengandung fosfor, yang merupakan komponen penting dalam struktur DNA. Penemuan ini melalui process yang cukup panjang sebelum diumumkan meski kodifikasinya belum spesifik

Dan di kemudian hari, penemuan DNA digunakan dalam sistem perbankan global yang sebelumnya identitas individu bergantung dokumen-dokumen fisik seperti paspor, kartu identitas, dan surat-surat lainnya. Namun, dokumen-dokumen ini dapat dipalsukan atau diubah, sehingga keamanan identitasnya tidak terjamin.

Penggunaan identitas DNA ini memungkinkan sistem perbankan global untuk menggunakannya sebagai alat identifikasi yang lebih aman dan akurat bahkan pada situasi tertentu seperti perang yang terkadang mengharuskan seseorang untuk mengubah identitasnya, baik dokumen bahkan fisiknya. Identitas DNA ini digunakan terutama bagi pemilik rekening “Ultra High Net Worth” atau UNHW milik orang-orang Ultra Kaya.

Pada era yang sama, sistem perbankan Eropa sudah mulai masuk Nusantara.
Ada de Javasche Bank di tahun 1828 yang sekarang menjadi BI, ada juga Bank Zugrich 1870, dan juga HSBC di tahun 1884.

Para bankir Eropa saat itu sudah mulai mengumpulkan aset-aset milik para Royal Family (keluarga keraton) di Nusantara. Berawal dari situlah hingga saat ini masih berlaku identifikasi DNA bagi para nasabahnya yang tergolong “Ultra” itu. Bahkan sampai saat ini, aset itu masih menjadi salah satu pemodal eksistensi bank global seperti HSBC, Citibank hingga UBS.

Celakanya, sebelum penemuan DNA diumumkan dan digunakan pada sistem perbankan, para Royal Family sudah dipecah belah oleh penjajah Belanda yang berdampak menjadi kabur dan biasnya identitas mereka sebagai pewaris aset.

Raja Mataram Amangkurat II dan III menyandang gelar Sayyid karena mereka memang ada garis keturunan pembawa DNA Nabi Muhammad SAW hasil dari perkawinan leluhur mereka antara keluarga Keraton dengan keluarga Walisongo. Dimulai dari dipecahnya Mataram menjadi dua Kerajaan melalui Perjanjian Giyanti 1755. Mataram dibagi menjadi Surakarta dan Yogyakarta.

Di saat yang sama pula, gelombang imigran dari Yaman mulai didatangkan oleh Belanda yang mengklaim dirinya juga sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Sejak saat itu juga, privilege “Nasab Nabi” bukan hanya milik Keraton tapi juga para imigran itu sehingga status “Sayyid” dibiaskan “Habib.”

Bahkan seiring waktu, justru dimonopoli oleh para Habib. Padahal yang membawa identitas DNA Sayyid sebenarnya dan tercatat dalam sistem perbankan itu, adalah “Royal Family” Mataram.

Aset itu menjadi semakin bias ketika Republik ini berdiri. Eksistensi Royal Family sebagai “negara” juga berakhir sehingga aset itu seolah menjadi milik para perorangan.

Akses lintas negara tidak semudah seperti dulu ketika monarki mereka masih eksis sebagai negara. Di sisi lain, Republik Indonesia dianggap sebagai entitas yang berbeda oleh para bankir itu.

Inilah praktek manipulatif nyata dari Rezim Bankir yang mencoba memutus tali waris Aset Nusantara seperti milik Mataram dan juga Royal Family lainnya. Termasuk dengan cara membiaskan DNA para Sayyid Keraton.

Jadi, ada kemungkinan motif saling klaim nasab keturunan Nabi Muhammad SAW masih terkait dengan Aset Royal Family yang harus berdasarkan identitas DNA dalam sistem perbankan global.

Termasuk oknum Habib yang mengatakan trah Sayyid dari jalur Walisongo sudah tidak ada. Dan pewaris nasab yang asli tentu tidak akan ragu jika diuji identitas DNA-nya.

Penataan ulang aset global termasuk di dalamnya milik Nusantara kini sedang dilakukan. Semua diawali dari Kesepakatan Transparansi Global 2017.

Otoritas negara sudah bisa mengakses data perbankan global milik warganya termasuk milik Royal Family di wilayah Republik Indonesia.

Ini sebuah keniscayaan yang harus terjadi. Tak perlu menyesali bergabung dengan republik ini. Mari kita tata ulang dan benahi sejarah negeri yang telah lama dimanipulasi.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kita sambut Nusantara Baru,
Indonesia Maju…..!!!

Roim

 

 

 

Baca juga:  PT. DI harus cari Skema untuk Pelunasan keuangan karyawan Purna Bakti