Esai Satire oleh Harri Safiari
Porosmedia.com – Alkisah di Negeri Konoha Raya (NKR), lahirlah sosok Korupsinikus, jurnalis yang baru saja menuntaskan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ).
Tak butuh waktu lama, ia langsung diterjunkan ke lapangan — ke negeri di mana warga sedang gandrung bermain slot online.
Kebetulan, Sokrates, sang filsuf legendaris dari Athena, ikut turun tangan.
Bukan untuk ikut spin, tapi untuk memahami fenomena “geunjleung sejagat” yang menggelora.
“Kalau Sokrates sampai datang ke NKR, nilai beritanya pasti tinggi,” pikir Korupsinikus sambil menyiapkan catatan melipirnya yang selalu dinanti jutaan pembaca.
Dari Filsafat ke Fitur Auto-Spin
Di negeri ini, filsafat telah digantikan oleh fitur auto-spin. Warganya tak lagi mencari kebenaran, melainkan jackpot harapan.
Dulu, Sokrates berdiskusi di Agora Athena tentang kebajikan dankebenaran.
Kini, generasi digital di NKR lebih sering bertanya:
“Bang, pola scatter-nya udah ketemu belum?” Padahal, negeri ini tampak religius: slogan moral di mana-mana,
ayat-ayat motivasi bertaburan, dan kesalehan menjadi simbol utama.
Namun di balik layar ponsel, berjuta jari berjudi dalam diam — menyembah algoritma yang mereka sebut “rezeki instan.”
Sokrates di Dunia Maya
Suatu malam, entah lewat server atau keajaiban filsafat, Sokrates muncul di dunia maya NKR.
Ia menatap jutaan akun yang sedang bermain slot, lalu bertanya lirih:
“Apakah kalian mengenal diri kalian sendiri?”
Tak ada jawaban. Semua sibuk menunggu putaran bonus. Hanya seorang pemain menoleh dan bergumam:
“Bang, kalau kalah terus, mungkin diri saya kurang hoki.”
Sokrates menghela napas panjang. Dalam catatan digitalnya ia menulis:
“Manusia di sini bukan lagi mencari pengetahuan, tapi menukar kesadarannya dengan saldo promosi.”
Diadili Karena Berpikir
Kehadiran Sokrates membuat publik heboh.
Pengadilan Moral menudingnya telah mengguncang stabilitas nasional.
Ia dianggap menghina sponsor acara, influencer slot, dan pejabat yang diam-diam jadi brand ambassador aplikasi.
Akhirnya, Sokrates dipanggil ke Pengadilan Etik Digital.
Hakim: “Apakah engkau menyesal telah menyebarkan pesimisme ekonomi di negeri yang sedang optimis spin?”
Sokrates: “Aku hanya mengingatkan, kebajikan lahir dari pengetahuan,
bukan dari keberuntungan yang diiklankan.”
Beberapa hakim menunduk — bukan karena tersentuh, melainkan karena sinyal internet sedang buffer.
Akhir Sang Filsuf di Negeri Sloters
Tak lama setelah sidang itu, akun Sokrates diblokir permanen.
Ia tidak lagi meneguk racun hemlock seperti di Athena,
melainkan racun zaman kiwari: scroll tanpa henti dan kemenangan palsu yang viral setiap menit.
Sebelum benar-benar lenyap dari jagat maya, Sokrates menulis pesan terakhir di bio-nya:
“Hidup yang tidak diperiksa secara seksama,
akan ditelan iklan yang berkepanjangan.”
Status itu hanya bertahan tiga jam,
sebelum digantikan algoritma dengan promosi deposit tanpa potongan.
Negeri yang Tak Mau Bercermin
Kini, rakyat NKR masih fasih bicara moral, etika, dan spiritualitas.
Namun nyaris tak satu pun berani bercermin pada dirinya sendiri.
Mayoritas lebih percaya pada notifikasi saldo ketimbang suara hati.
Benarlah kata Nietzsche:
“Manusia modern menciptakan seribu hiburan kecil agar tak perlu memikirkan hidup yang besar.”
Dan di negeri ini, hiburan itu bernama judi online — candu yang meninabobokan kesadaran.
Sekian catatan melipir Korupsinikus yang mungkin tampak blepotan, namun tetap mengandung sindiran lembut:
Bahkan Sokrates pun tak sanggup menyadarkan mereka yang mendewakan keberuntungan semu.
Menjelang kepergian, sang filsuf berpesan lirih kepada Korupsinikus:
“Luar biasa, warga Negeri Konoha Raya memang tangguh dan lurus.
Judol dan sloter jadi pilihan hidupnya.
Aku pamit ya, Mas Korupsinikus —
sampaikan salamku pada Presiden dan para Menterinya.
Eh, siapa ya presidennya sekarang?”
(Selesai)







