Porosmedia.com, Jakarta – Untuk kesekian kalinya kantor redaksi Tempo kembali menerima teror. Pada awalnya (Rabu, 19/3/25) menerima paket berisi kepala babi, kemudian (22/3/25) sebuah kotak kardus berisi 6 ekor bangkai tikus yang telah dipenggal ditemukan di pekarangan kantor. Teror ini tentu berkaitan dengan pemberitaan (investigasi) Tempo, yang selama ini dikenal berani, kritis dan transparan.
Atas peristiwa tersebut menarik komentar dari Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi, yang mengatakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjamin kebebasan pers. Tampak aneh dan tidak patut tanggapannya soal teror kepala babi yang diterima Tempo tersebut. Hasan dengan santai menyarankan agar kepala babi yang dikirimkan kepada wartawan desk politik Bocor Alus Politik “Sudah dimasak saja,” kata dia di Kompleks Istana Kepresiden, Jakarta Pusat, Jumat (21/3/25).
Sebagai salah seorang pejabat publik (pembantu presiden), yang juga membawahi informasi/komunikasi dengan komentarnya tersebut tampak arogan dan tidak bertanggung jawab. Presiden sebagai pimpinannya harus memberi sanksi regas dan mengevaluasi jabatan Hasan Nasbi.
Berulangnya peristiwa (teror) kepada para waryawan (jurnalis), nampak bahwa Perlindungan Hukum bagi jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya begitu rawan dan lemah.
Aparat penegak hukum selama ini tampak tidak serius menangani baik penghinaan, pelecehan maupun kekerasan phisik yang menimpa profesi jurnalis (insan pers).
Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28G UUD 1945 ; yang secara secara khusus antara lain mengatur “hak-hak asasi manusia, termasuk kehormatan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia”.
UU No. 9 Tahun 1998 tenrang Kemerdekaan menyampaikan pendapat, sesuai juga dengan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima informasi”.
Dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers telah secara tegas menjamin kemerdekaan Pers sebagai hak asasi warga negara. Pasal 4 UU Pers menyebutkan bahwa “pers nasional memiliki hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi tanpa penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran”.
Ditekankan juga dalam, Pasal 18 ayat (1) UU Pers “memberikan sanksi bagi siapa pun yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kebebasan pers”. Ancaman hukuman bagi pelanggar adalah pidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
Aparat harus serius mengusut dan menyeret ke meja hijau, pelaku yang menjijikkan dan menimpa wartawan Tempo tersebut. Jangan sampai kasus yang nencoreng dan melemahkan salah satu pilar demokrasi tersebut berulang dikemudian hari.
Jkt, 26/3/24
Juju Purwantoro.
Advokat UI-Watch