Tanggapan DPRD Soal Etik Gatot Dipertanyakan, Ketua Dewan Belum Beri Jawaban

Proses Etik Dihentikan, Kuasa Hukum Pertanyakan Independensi dan Objektivitas BK DPRD Klaten

Avatar photo
Gatot Handoko (tengah) bersama kuasa hukumnya, Subandi, S.H., M.H. (kanan) dan Taufiq Idharudin, S.H. (kiri), saat ditemui sebelum menyampaikan surat keberatan atas penghentian aduan etik oleh BK DPRD Klaten ke DPRD Klaten, Senin (7/7/2025) (Foto: Dok/porosmedia.com)

Porosmedia.com, Klaten — Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Klaten menyatakan telah menghentikan penanganan aduan dugaan pelanggaran etik terhadap H Triyono. Keputusan tersebut disampaikan ke Gatot Handoko melalui surat resmi tertanggal 26 Juni 2025. Salah satu dasar yang dijadikan acuan BK adalah Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor 33/Pdt.G/2024/PN.KLN, yang menyatakan tidak terbukti terjadi perzinahan dalam gugatan tersebut.

Ketua BK DPRD Klaten, Ruslan Rosidi, dalam konfirmasi tertulis pada Senin (8/7), menjelaskan bahwa putusan pengadilan hanya salah satu dokumen pendukung. “Kami juga melakukan verifikasi kepada pelapor dan terlapor. Pedoman kami adalah Tata Tertib DPRD, Kode Etik, dan Tata Beracara BK,” ujarnya.

Dalam serangkaian pertanyaan diajukan untuk mengklarifikasi keputusan BK, antara lain:

“Jika dokumen putusan pengadilan hanya salah satu acuan, mengapa laporan dihentikan? Apakah dalam verifikasi tidak ditemukan indikasi pelanggaran etik atau moral?”

“Apakah BK tidak memiliki kewenangan menilai aspek kepatutan yang berdampak pada citra lembaga, meskipun belum terbukti secara hukum?”

“Apakah dalam Tatib, Kode Etik, dan Tata Beracara BK tertulis bahwa BK harus tunduk pada putusan pengadilan dan tidak boleh menilai secara mandiri?”

“Mengapa fakta komunikasi pribadi (chat mesra) yang diakui dan tidak dibantah tidak dinilai sebagai pelanggaran etik?”

Ruslan menjawab bahwa keputusan BK merupakan hasil rapat kolektif yang dilakukan secara independen dan objektif. Namun, saat ditanya pasal mana dalam peraturan BK yang membatasi kewenangan etik tanpa dasar hukum formal, tidak ada referensi pasal yang disampaikan.

Kuasa Hukum Ajukan Keberatan

Pada Senin (7/7), kuasa hukum Gatot Handoko dari kantor Subandi, S.H., M.H. & Rekan menyatakan telah mengirimkan surat keberatan administratif kepada BK DPRD Klaten, menyusul diterimanya surat keputusan yang menyatakan laporan etik tidak ditindaklanjuti.

“Sebagai pelapor, kami merasa dirugikan oleh keputusan tersebut,” kata kuasa hukum Subandi SH, MH.

Surat keberatan juga ditembuskan kepada Bupati Klaten dan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah. Dalam pernyataannya, tim kuasa hukum menegaskan bahwa sebelumnya Ombudsman telah mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang menyatakan bahwa BK DPRD Klaten telah melakukan maladministrasi dalam penanganan laporan etik.

Kuasa hukum menyatakan bahwa bukti-bukti serta daftar saksi yang telah disampaikan belum dipertimbangkan secara menyeluruh. Mereka meminta BK membuka kembali proses klarifikasi dan pemeriksaan.

“Kami berharap dalam waktu 10 hari ke depan dapat menerima jawaban atas keberatan ini, dan agar BK melakukan pemanggilan saksi serta pemeriksaan lanjutan,” ujar kuasa hukum.

Kuasa hukum juga mendesak agar rekomendasi Ombudsman terkait penonaktifan sementara anggota BK, Triyono, dilaksanakan sebagai bagian dari perbaikan tata kelola etik lembaga.

Ketua DPRD Belum Beri Tanggapan

Hingga berita ini diturunkan, Ketua DPRD Klaten Edy Sasongko belum memberikan jawaban atas dua pertanyaan yang dikirim sejak Senin dan Selas (7-8/7/2025):

“Apa tanggapan Bapak selaku Ketua DPRD atas sanggahan yang disampaikan oleh Saudara Gatot Handoko dan tim kuasa hukumnya terhadap surat tanggapan DPRD tertanggal 26 Juni 2025?”

“Apakah DPRD membuka kemungkinan untuk meninjau kembali keputusan sebelumnya, mengingat rujukan hukum formal belum tentu mencerminkan aspek kepatutan dalam konteks etik publik?”

Kedua pertanyaan telah dibaca, namun belum direspons hingga berita ini ditulis.

Konteks Laporan Etik

Laporan terhadap Gatot Handoko diajukan ke BK DPRD Klaten pada 30 Juli 2024. Aduan berisi dugaan pelanggaran etik terkait komunikasi pribadi yang berbau vulgar. Dalam proses klarifikasi, pihak terlapor mengakui adanya komunikasi tersebut.

Meski demikian, BK menilai tidak terdapat pelanggaran etik yang dapat ditindaklanjuti, dengan merujuk pada putusan pengadilan yang menyatakan tidak terbukti perzinahan secara hukum.

Sementara itu, pihak pelapor melalui kuasa hukum menyatakan akan terus mendorong agar proses etik dibuka kembali dengan pertimbangan menyeluruh terhadap bukti, saksi, dan rekomendasi Ombudsman. (irwn)

Baca juga:  Alesan Tidak Ada Pengganti Pj Wali Kota, Asosiasiasi Petani Cabai Gerudug DPRD Kota