Pemkot Bandung dan APSAI Perkuat Kolaborasi Wujudkan Kota Layak Anak

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung kembali menegaskan bahwa pembangunan Kota Layak Anak tidak bisa hanya bertumpu pada kerja pemerintah, tetapi memerlukan kolaborasi yang efektif antara masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kebijakan. Penegasan tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Kota Bandung, Iskandar Zulkarnain, dalam kegiatan Pengukuhan Pengurus Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) Kota Bandung di Pendopo Kota Bandung, Senin 24 November 2025.

Iskandar menekankan bahwa dunia usaha memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak-anak melalui kebijakan internal, desain produk, hingga kontribusi sosial yang berkelanjutan.

“Banyak upaya yang bisa dilakukan di Kota Bandung, dan semuanya membutuhkan kerja bersama. Dunia usaha bukan sekadar penggerak ekonomi, tetapi juga mitra strategis pemerintah dalam melindungi dan memenuhi hak anak,” ujar Iskandar, yang akrab disapa Zul.

Keberadaan APSAI dinilai sebagai bukti bahwa sektor swasta tidak hanya fokus pada profit, tetapi juga memahami tanggung jawab moral dan sosial terhadap perlindungan anak—sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Melalui APSAI, perusahaan diarahkan untuk memastikan bahwa produk, layanan, hingga lingkungan kerja semakin ramah terhadap anak dan keluarga.

Baca juga:  Pemkot Bandung Tegaskan Dukungan Penuh Terhadap Proses Hukum Kejati Jabar

Iskandar menegaskan bahwa predikat Kota Layak Anak bukan sekadar capaian administratif, tetapi bentuk komitmen jangka panjang agar seluruh anak di Kota Bandung tumbuh dalam kondisi fisik dan lingkungan sosial yang aman, sehat, dan bahagia.

Dalam kolaborasi dengan APSAI, Pemkot Bandung menerapkan filosofi 3P, yaitu:

1. Policy – Kebijakan perusahaan harus mendukung perlindungan dan kenyamanan keluarga serta tidak membuka ruang bagi eksploitasi anak.

2. Product – Produk dan layanan harus aman, edukatif, dan tidak membahayakan anak.

3. Program – Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) diarahkan pada isu-isu utama seperti anak jalanan, anak berkebutuhan khusus, dan korban kekerasan.

“Komitmen untuk tidak mempekerjakan anak harus menjadi prinsip bersama. Dunia usaha memiliki peran besar dalam melindungi generasi muda kita,” tegas Zul.

Zul mengingatkan bahwa meskipun sejumlah program perlindungan anak telah berjalan, Bandung masih menghadapi tantangan signifikan. Sebagian anak belum memiliki ruang bermain yang aman, sementara risiko kekerasan fisik, psikis, maupun digital masih mengintai di banyak lingkungan.

Selain itu, tekanan ekonomi pada keluarga tertentu membuat sebagian anak harus terlibat dalam aktivitas mencari nafkah, sehingga mengurangi kesempatan belajar dan tumbuh kembang.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Pemkot Bandung mengambil langkah konkret melalui: Penguatan Sekolah Ramah Anak di seluruh jenjang pendidikan. Penguatan Forum Anak Kota Bandung sebagai wadah partisipasi dan suara anak.

Baca juga:  Kejati Jabar Perketat Pengawasan Proyek Pemkot Bandung: Integritas Kajati Baru Diuji

Respons cepat melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dalam menangani kasus kekerasan. Kemitraan strategis dengan dunia usaha untuk memperluas program CSR yang berdampak langsung pada isu-isu anak.

“Dengan dukungan APSAI dan para pelaku usaha, kami yakin setiap anak di Bandung memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, sehat, dan berkarakter,” ujar Iskandar.

Ketua Umum APSAI Pusat, Wida Septarina Wijayanti, menjelaskan bahwa APSAI merupakan lembaga independen yang mengadvokasi penerapan Children’s Rights and Business Principles (CRBP) di sektor swasta. Hingga kini APSAI telah hadir di 23 provinsi dengan lebih dari 2.500 perusahaan anggota—menjadikannya organisasi pertama di dunia yang fokus pada prinsip bisnis ramah anak.

Wida menekankan bahwa komitmen perusahaan berbasis policy, product, dan program harus lahir dari nilai internal perusahaan, bukan sekadar kewajiban administratif.

Ia memberikan berbagai contoh implementasi prinsip ramah anak, mulai dari fitur keamanan pada transportasi umum, fasilitas gedung seperti lift yang aman untuk anak, hingga prosedur kesiapsiagaan darurat. Di bidang CSR, Wida mencontohkan program pemberian kacamata bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan, yang terbukti meningkatkan kualitas belajar mereka.

Baca juga:  Anggota DPRD Kab. Karawang Akan Mengikuti Orientasi di BPSDM Prov. Jabar

“Persoalan anak tidak bisa ditangani pemerintah sendiri. Perusahaan juga harus terlibat, karena orang tua bekerja untuk keluarganya, dan perusahaan dapat menghadirkan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak,” ucap Wida.

APSAI menilai bahwa setiap daerah memiliki karakteristik tantangan yang berbeda, termasuk Kota Bandung. Karena itu, dunia usaha perlu memahami kondisi lokal dengan bekerja sama secara berkelanjutan dengan pemerintah.

“APSAI di setiap kota harus berjejaring dengan pemerintah untuk mengetahui kebutuhan dan tantangan yang dihadapi anak. Kolaborasi ini sangat penting,” tutup Wida.