Kolaborasi Pemkot Bandung–HIPMI: Menembus Akar Persoalan Ketenagakerjaan Kota Bandung yang Kompleks?

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota Bandung kembali menggandeng Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dalam upaya menekan angka pengangguran. Namun, pertanyaannya: sejauh mana kolaborasi ini mampu menembus akar persoalan ketenagakerjaan Kota Bandung yang kompleks?

Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, dalam acara Welcoming Event & Diklatcab BPC HIPMI Kota Bandung, Minggu (29/6/2025), mengutarakan optimisme bahwa sinergi antara pemerintah dan pengusaha muda bisa menjadi katalis penciptaan lapangan kerja. Bertempat di Pendopo Wali Kota, acara ini juga menjadi ajang pengenalan 57 anggota baru HIPMI Kota Bandung.

“HIPMI kini diisi pengusaha muda dengan semangat baru. Mereka akan bantu 500 pelatihan bagi warga Bandung. Ini sejalan dengan program kami seperti pembangunan UMKM Center dan pusat inkubasi bisnis di tiap kecamatan,” ujar Erwin.

Erwin menyebut Pemkot menargetkan penurunan angka pengangguran dari 7,4% menjadi 6,4% pada 2026. Namun, tak sedikit kalangan menilai target tersebut masih bersifat normatif dan belum disertai roadmap rinci yang bisa diuji secara publik.

Pemkot juga menjanjikan akses mudah perizinan usaha, pelatihan, serta program penempatan tenaga kerja ke luar negeri, seperti Jepang. Skema ini menjadi andalan baru pemerintah daerah dalam mengurangi beban angkatan kerja muda yang terus meningkat setiap tahun.

Baca juga:  Keberadaan Tambang Pasir dan Urug Tol di Klaten, Sudahkah Sesuai Regulasi dan Memenuhi Rasa Keadilan Masyarakat?

“Kami fasilitasi pelatihan bahasa dan keterampilan, agar warga bisa berangkat secara legal dan profesional, dengan gaji layak sekitar Rp25–30 juta,” klaim Erwin.

Namun, publik layak bertanya: apakah mengekspor tenaga kerja adalah solusi struktural, atau sekadar pelarian dari macetnya sistem penyediaan lapangan kerja di dalam negeri?

Erwin juga mengungkap rencana regulasi baru agar perusahaan di Kota Bandung memprioritaskan warga ber-KTP Bandung. Sebuah inisiatif yang tampaknya positif, namun perlu pengawalan ketat agar tidak hanya menjadi regulasi kosmetik tanpa pengaruh nyata di lapangan.

Ketua BPC HIPMI Kota Bandung, Ibrahim Imaduddin Islam, menyambut baik ajakan kolaborasi ini. Ia menyatakan pihaknya menargetkan pembentukan 1.000 pengusaha baru yang bisa menyerap tenaga kerja secara masif.

“Satu usaha bisa menyerap minimal 1–3 orang. Ini bisa berdampak besar jika dikawal dengan serius,” kata Ibrahim.

Menurut data yang disampaikan, selama 2,5 tahun terakhir HIPMI Kota Bandung telah menyalurkan pembiayaan usaha sekitar Rp2 miliar dan melakukan pembinaan melalui skema venture builder. Namun, angka ini masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan skala kebutuhan pembiayaan UMKM di Kota Bandung yang terus tumbuh di tengah tekanan ekonomi digital dan inflasi.

Baca juga:  APBD Jabar Naik Rp5 Triliun: Ketimpangan Ditekan, Representasi Media Merosot?

Selain itu, HIPMI Kota Bandung juga memiliki jejaring HIPMI Perguruan Tinggi yang ditujukan untuk menanamkan semangat kewirausahaan sejak dini. Upaya ini dinilai strategis, namun perlu pendampingan serius agar tidak hanya berhenti di tataran motivasional.

“Warga Bandung punya talenta luar biasa. Tinggal bagaimana menyalurkan ke dunia usaha secara tepat,” tambah Ibrahim.

Kolaborasi antara Pemkot dan HIPMI tentu patut diapresiasi. Namun, publik tak bisa hanya disuguhi jargon-jargon. Butuh indikator kinerja yang transparan dan bisa diakses publik: berapa usaha baru terbentuk, berapa tenaga kerja terserap, sejauh mana peran HIPMI dalam membina secara nyata.

Apakah Pemkot hanya ingin mencetak pengusaha “instan” lewat pelatihan semalam, atau benar-benar membangun ekosistem ekonomi rakyat berbasis produksi dan inovasi? Di tengah krisis pengangguran struktural dan kompetisi pasar bebas, jawaban terhadap pertanyaan itu akan membedakan antara pencitraan politik dan solusi jangka panjang.