Saatnya Wali Kota Bandung Melakukan Reformasi Birokrasi yang Nyata: Tampak Rapi, Tapi Dalamnya Rapuh

Avatar photo

Oleh: R. Wempy Syamkarya
Pegamat Kebijakan Publik dan Politik

Porosmedia.com, Bandung – Kota Bandung, sebagai kota legendaris yang telah menorehkan sejarah penting di tingkat nasional maupun internasional, tengah menghadapi masa kritis. Kota yang dulu dikenal sebagai kota bersih, penuh etika, adab, dan budaya—warisan para inohong dan sesepuh—kini justru dipenuhi paradoks birokrasi yang semakin rapuh dari dalam.

Di masa lalu, nilai-nilai religiusitas, etika publik, dan kultur kesundaan begitu kuat membentuk fondasi pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Namun, dalam tempo cepat, gelombang modernisasi dan digitalisasi justru melucuti nilai-nilai tersebut. Kota yang dahulu jadi simbol ketertiban, kini terguncang oleh krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan.

Kekuasaan kini terkesan lebih dijadikan kendaraan untuk mengubah nasib pribadi oleh sebagian oknum pejabat, ketimbang sebagai amanah untuk melayani masyarakat. Birokrasi Kota Bandung hari ini menghadirkan wajah yang kontras: tampak rapi dari luar, namun menyimpan kepentingan-kepentingan personal yang korosif di dalamnya. Skandal demi skandal, kasus korupsi dan gratifikasi yang menyeret pejabat publik, menunjukkan betapa budaya integritas telah runtuh.

Baca juga:  Berbekal Mobil Rental Dua Pencuri Domba Terekam Kamera CCTV

Sebagai pengamat kebijakan publik dan politik, saya menilai sudah saatnya Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, melakukan langkah konkret dan sistematis melalui reformasi birokrasi menyeluruh. Evaluasi total harus dimulai dari level paling bawah: kepala kelurahan, camat, hingga para kepala dinas yang memegang jabatan strategis. Jabatan bukan sekadar soal loyalitas politik, melainkan tentang kapasitas, integritas, dan tanggung jawab moral terhadap masyarakat.

Wali Kota juga harus berani melakukan belanja masalah secara langsung ke akar persoalan, baik di internal pemerintahan maupun di tengah masyarakat. Keputusan dan kebijakan publik harus dibangun di atas data yang valid dan bebas dari rekayasa. Kebijakan tanpa basis obyektif hanyalah formalitas yang membuai publik dengan narasi kosong.

Peran DPRD Kota Bandung juga tak boleh pasif. Legislatif mesti bersikap sebagai mitra kritis dan pengontrol jalannya pemerintahan. Bukan malah terjebak dalam kompromi kekuasaan yang menjauh dari amanat rakyat.

Kota Bandung butuh pemimpin dan birokrat berkarakter. Mereka yang tidak hanya cakap dalam urusan teknokratis, tapi juga memiliki adab, etika, dan nurani yang berpihak kepada rakyat. Kota ini perlu dibangun oleh para pejabat yang sadar bahwa jabatan adalah titipan, bukan kesempatan menumpuk kekayaan.

Baca juga:  #MATCHED menurut AI, Pasfoto di "Ijazah JkW" adalah DBU, AMBYAR ...!

Jika reformasi birokrasi ini dijalankan secara sungguh-sungguh, bukan mustahil Bandung akan kembali menjadi model tata kelola pemerintahan terbaik di Jawa Barat, bahkan nasional. Mari jadikan krisis ini sebagai momentum kebangkitan. Momentum untuk merebut kembali marwah Kota Bandung yang agung, berbudaya, dan beradab.

Selamat bekerja, sahabat Wali Kota. Jangan sia-siakan amanah rakyat.