Ketika Banteng Makan Buah Simalakama : Akhirnya PDIP memilih calonnya sendiri

Avatar photo

Porosmedia.com — Banyak pengamat senior malah tersenyum geli ketika tema demonstrasi “Peringatan Darurat” adalah “Kawal Putusan MK”.

Kenapa….??? Karena salah satu sifat dari komunikasi adalah “Irreversible” atau tidak dapat diubah. Artinya, ketika pesan (politik) mengawal putusan MK itu sudah disampaikan, maka ia tak akan bisa diralat.

Tak mungkin ada demo susulan yang meralat temanya. Termasuk glorifikasi bahwa MK kali ini adalah penyelamat konstitusi, bukan lagi Mahkamah Keluarga.

Sekali tepuk dua lalat….!!!
Reputasi MK telah pulih kembali….!!!Padahal dibalik itu, ada pasal yang telah menjebak dan menyandera kepentingan PDIP yang sedari awal partai ini sudah menghitung bahwa kader internalnya yang memiliki elektabilitas signifikan adalah Ahok.

Namun mereka sebenarnya juga meyakini, jika terjadi “rematch” antara Ahok dan Anies, maka peluang Ahok semakin tipis. Posisi tawarnya sudah tidak seperti dulu lagi.

Selain itu, secara konfigurasi dukungan elektoral dari Ahoker yang sekaligus Jokower, akan jadi terbelah mengingat posisi Presiden Joko Widodo saat ini secara politik berseberangan dengan PDIP.

Baca juga:  Makhfudz Solaiman Caleg DPR RI dapil Jabar 1 ( kota Bandung dan Cimahi ) " Pemimpin harus tahu masalah, tahu solusi dan inovatif "

Maka dari itu, strategi politik yang dianggap jitu oleh PDIP adalah menggabungkan keduanya sebagai pasangan kandidat.

Partai ini akan mengusung tema rekonsiliasi untuk Jakarta sekaligus tampil sebagai penyelamat demokrasi.
Tapi apa lacur, MK juga memutuskan Kepala Daerah tidak bisa turun kasta. Yang pernah jadi Gubernur ataupun Bupati dan Walikota, tidak boleh mencalonkan menjadi wakil. Otomatis peluang duat Anies-Ahok jadi tertutup.

Kelompok pendemo kadung menjadikan batas usia sebagai “spotlight”.
Dan kebencian mereka kepada Jokowi telah terpancing “decoy” politik yang sedari awal, Kaesang sebenarnya memang terkesan tidak serius untuk maju Pilkada.

Celakanya lagi, ambang batas yang turun drastis dari 20% menjadi “hanya” 6,5% hingga 10%, justru akan berpotensi menggerus dominasi PDIP sebagai pemenang Pileg di berbagai daerah.

Lagi-lagi, selain decoy usia Kaesang, umpan isu Kotak Kosong juga dimakan, dan putusan MK dianggap telah menyelamatkan demokrasi.
Padahal skenario melawan Kotak Kosong itu lebih besar peluangnya untuk dimainkan PDIP di daerah selain DKJ.

Kini, PDIP seperti makan Buah Simalakama….!!! Jika mengusung Anies, maka Ahoker bisa dipastikan akan berada di kubu seberang. Bayang-bayang politik identitas yang melekat pada Anies juga akan merusak ideologi partai.

Baca juga:  Manfaat Ketumbar Untuk Kesehatan, Jangan Diremehkan!

Maka dari itu, untuk menutupi malu pasca putusan MK yang menutup peluang duet keduanya, PDIP bersikap jual mahal sebagaimana telah ditampakkan Megawati meski sebelumnya Anies telah dielu-elukan oleh kader PDIP.

Itulah kenapa ketika Putusan MK keluar 6 hari lalu, banyak pihak sudah mengatakan kemungkinan besar PDIP akan mengusung kadernya sendiri.

Beda cerita jika Anies Baswedan bersedia menjadi kader PDIP, itu memang akan menjadi nilai tambah bagi eksistensi partai.

Namun begitu, realita dan hitungan politik, bahwa dia akan kehilangan basis massanya yang sebagian besar berbasis “identitas” jika mengambil keputusan itu.

Sebagai politisi ulung, Anies juga akan berhitung bahwa menjadi proxy partai koalisi pemenang Pilpres akan memiliki posisi tawar yang jauh lebih tinggi daripada sekedar menjadi petugas partai yang sedang memakan Buah Simalakama. [Roim]