Wongso Suseno (1945–2025): Petarung Sederhana dari Malang yang Tak Pernah Pergi dari Arena Hidup

Avatar photo

Porosmedia.com, Malang – Malang kembali kehilangan salah satu putra terbaiknya. Pada Senin, 17 November 2025, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-80, Wongso Suseno—nama besar yang menghiasi perjalanan tinju amatir dan profesional Indonesia—menghembuskan napas terakhir di RKZ Malang setelah sakit yang dideritanya.

Kabar duka itu disampaikan oleh Monod, murid sekaligus sahabat yang mendampingi almarhum selama puluhan tahun. “Keluarga masih menunggu anak Pak Wongso pulang dari Jerman. Rencananya jenazah akan dikremasi di Junrejo, Batu,” ujarnya singkat. Jenazah kini disemayamkan di Rumah Duka Panca Budi, Malang, tempat para kolega, murid, dan penggemar datang memberi penghormatan terakhir.

Petinju yang Tak Pernah Tumbang oleh Kesederhanaan

Wongso Suseno lahir dengan nama Wong Kok Sen pada 17 November 1945. Ia tidak pernah tumbuh dalam gemerlap seperti banyak atlet era sekarang, tetapi justru ditempa oleh kesederhanaan yang kelak menjadi karakternya: rendah hati, pekerja keras, dan selalu membuka pintu untuk siapa pun.

Prestasinya di ring tidak kecil. Di amatir, ia dikenal sebagai juara nasional dan pemegang emas PON 1968 dan 1969. Di profesional, ia naik kelas sebagai juara OBF tahun 1975—gelar bergengsi Asia sebelum berubah menjadi OPBF.

Baca juga:  Buya Syakur : Ulama dengan Rekam Jejak Pendidikan yang tidak Sembarangan

Puncak kariernya dipahat di Istora Senayan pada 28 Juli 1975, ketika ia merebut gelar OBF kelas welter yunior dari petinju Korea Selatan, Chang Kil Lee, dalam duel 12 ronde tanpa knockdown. Pertarungan itu hingga kini dikenang sebagai salah satu duel teknis terbaik era tinju Asia 70-an.

Wongso juga mencatatkan kemenangan fenomenal saat menundukkan Dan de Guzman (Filipina) lewat TKO ronde kesembilan pada April 1976. Ia kemudian mempertahankan sabuk OPBF dengan kemenangan angka atas Sang Hyun Kim—petinju Korea Selatan yang dua tahun kemudian menjadi juara dunia WBC.

Meski akhirnya kehilangan gelar pada 1977 dari Moises Contoja, nama Wongso tetap menghiasi daftar petarung paling konsisten pada masanya. Pertarungan dengan Barry Michael dari Australia, meski laga non-gelar, juga menjadi catatan tersendiri yang menunjukkan kapasitas Wongso sebagai petinju yang berani menghadapi siapa pun, di mana pun.

Ketika Karier Usai, Kedisipilinan Tidak Pernah Usai

Tidak banyak atlet yang tetap setia pada nilai-nilai disiplin dan kerja keras setelah lampu ring padam. Wongso adalah pengecualian.

Baca juga:  Setianingsih : Ingin Anak-anak Didiknya Mandiri Setelah Lulus Sekolah.

Ia pernah mencoba membuka usaha sepatu di Malang—usaha kecil yang tidak bertahan lama karena tingginya biaya produksi. Namun ia tidak pernah berhenti bekerja. Di usia 75 tahun, ia masih berdiri tegak sebagai seorang sekuriti perumahan. Tidak ada keluhan, tidak ada pamrih. Seperti di ring, ia terus bertarung dalam hidup tanpa keributan dan tanpa sorotan kamera.

Kesederhanaannya membuat banyak orang segan sekaligus hormat. Tidak berlebihan jika banyak mantan atlet menyebutnya sebagai “petarung sejati di dalam dan di luar ring.”

Kehadiran Terakhir di Arena Tinju

Pada 17 November 2019, ketika Daud Yordan naik ring di Kota Batu, Wongso berada di antara para tamu kehormatan. Ia duduk bersama dua murid setianya, Monod dan Nurhuda, serta berdampingan dengan keluarga Chris John, mantan juara dunia WBA Super.

Tidak ada yang tahu itu adalah kehadirannya yang terakhir di arena tinju—tempat yang membesarkan namanya dan tempat ia mengabdi sepanjang hidup.

Jejak yang Tidak Akan Terhapus

Wongso Suseno bukan hanya juara. Ia adalah generasi emas tinju Indonesia yang membuktikan bahwa kejayaan bukan soal sorotan, melainkan soal ketekunan.

Baca juga:  Pejabat pemerintah Hindia Belanda dan kerabat kerajaan Nusantara berfoto

Ia mungkin tidak menulis riwayatnya sendiri, namun sejarah telah menuliskannya: sebagai petarung yang jujur, pekerja keras, dan tidak pernah meninggalkan karakternya meski puncak karier telah berlalu.

Dunia tinju Jawa Timur—dan Indonesia—berutang banyak pada sosok sederhana ini.

Selamat jalan, Bapak Wongso Suseno.
Terima kasih atas seluruh pertarungan, keteguhan, dan teladan hidup yang telah diwariskan.
Semoga mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.