Porosmedia.com — Badai PHK massal menerjang Konoha. Ini jadi ‘kado terindah dari yang paling indah’ di Hari Buruh Internasional atau May Day 2025, dari pemerintahan Negara Kesatuan Republik Konoha (NKRK).
PHK massal turut menerpa industri media massa atau perusahaan pers. Beredar informasi ribuan atau mungkin lebih, pekerja perusahaan pers yang terkena PHK dalam beberapa waktu terakhir. Jumlah itu berasal dari belasan perusahaan pers besar, yang jadi arus utama (mainstream) informasi bagi publik.
Bahkan, salah satu perusahaan pers yang mitosnya paling mapan, paling aman posisinya di Konoha, selain perusahaan pers pelat merah, ternyata juga ikut pecati ratusan pegawainya.
Padahal grup perusahaan itu dikenal paling ahli dari sisi bisnis. Bahasa sederhananya, paling jago cari duit, paling gampang ‘dijual’, sehingga jurnalisnya konon paling sejahtera. Tak pernah terpikirkan se-detik pun bahwa akan ada PHK berjamaah di perusahaan itu.
Menangis sampai viral wartawan perusahaan pers tersebut kini.
Lantas, apa sesungguhnya yang terjadi pada perusahaan pers-perusahaan pers itu?
Ada dua kemungkinan mengapa perusahaan pers ikut terkena arus gelombang PHK massal. Pertama, perusahaan pers mulai kalah saing dengan media sosial (medsos) dengan berbagai platform-nya. Ceruk kue iklan yang biasanya mereka makan, kuasai, kini ikut dimakan akun-akun medsos tersebut. Bahkan disantap habis mereka. Utamanya kue iklan dari pihak swasta.
Kedua, kue iklan yang biasa didapat perusahaan pers dari kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah, kini juga hilang. Dugaan kuatnya, ini terjadi gara-gara kebijakan efisiensi alias pemangkasan anggaran, realokasi anggaran atau apa lah itu, dari pemerintah Republik Konoha.
Hilangnya kue-kue iklan tersebut, pastinya mempengaruhi operasional perusahaan pers. Nggak ada pemasukan, artinya nggak ada uang yang bisa dibayarkan buat gaji pegawai dan operasional. Atas itu, perampingan, PHK massal hingga penutupan perusahaan pers jadi langkah yang mau tidak mau harus diambil. Jadi bukan gara-gara Trump ya, khusus untuk kasus yang ini.
Ini baru pada satu bidang pekerjaan. Masih banyak profesi lainnya, yang juga terkena gelombang PHK massal. Silakan dicek apa saja pekerjaan yang jadi kontributor melonjaknya angka pengangguran baru di Konoha.
Karena itulah, mengapa ramai ribuan orang berbondong-bondong melamar jadi petugas sapu-sapu jalan, pembersih selokan, yang kerjanya sehari-hari panas-panasan. Mereka tampaknya tak peduli omongan orang, yang penting bisa makan, terlebih syaratnya tak njelimet.
Yang ironis, di sisi lain, hadir wacana meningkatkan kesejahteraan aparatur negara Konoha yang hidupnya sudah enak, masih punya penghasilan, yang terus dilakukan pemerintah. Tunjangan operasionalnya diusulkan dinaikkan 75 persen sampai 100 persen. Kata bosnya, hal ini tinggal menunggu payung hukum saja, sebab sudah disetujui.
Apa nggak malu ya pemerintah Konoha? Di mana rasa empati, simpati ke rakyat yang susah tak punya punya pekerjaan, kehilangan penghasilan?
Padahal pula, jargon aparatur tersebut selalu bawa embel-embel rakyat. “Bersama rakyat Konoha, kami kuat”. Sering kudengar pula pimpinannya ngomong, “jangan sakiti hati rakyat”, katanya. Dulu.
Yang juga ironis, upaya penambahan kekuatan sistem pertahanan negara terus dibahas oleh wakil rakyat Konoha. Alutsista Konoha disebut lemah, tak memadai, rawan diserang. Baik eksekutif maupun legislatif, arahnya setuju akan penambahan alutsista itu. Padahal harga berbagai alutsista tersebut total ratusan triliun atau lebih, barangkali.
Kembali, apa mereka nggak malu dengan rakyat yang butuh makan, butuh pekerjaan? Apa nggak kasihan dengan rakyat yang lagi kesusahan?
Buat mereka, mungkin peralatan perang, pertahanan, lebih penting dibanding rakyat bisa makan, perutnya kenyang, punya pekerjaan.
Perlu diketahui ya, bapak-ibu yang katanya terhormat, sekarang ini bukan eranya perang fisik. Tapi perang dagang, kompetisi ekonomi. AS yang katanya kekuatan militernya terkuat di dunia sampai akhirat aja nggak berani nyerang China. Meski China bolak-balik ngelawan, ngeledekin kebijakan ekonomi Trump, utamanya soal tarif resiprokal. Pertimbangannya bukan kekuatan militer, tapi dampak ekonomi yang dipikirin POTUS.
Rusia yang katanya juga punya militer terkuat di Bumi aja, udah capek perang sama Ukraina, yang infonya lemah. Sudah bukan eranya lagi main perang-perangan wahai Bapak Tentara!
Saat ini, keunggulan ekonomi paling penting. Vietnam yang dulu diluluhlantakkan AS saja, sekarang bangkit jadi kekuatan ekonomi di Asia Tenggara. Bahkan Asia. Itu yang harus kita pikirkan bapak, ibu, bukan kuat-kuatan secara militer.
Iklim investasi yang baik/stabil, kondusif dan infrastruktur memadai, berdampak pada investor datang berbondong-bondong. Investor ramai, akhirnya lapangan pekerjaan banyak. Ujungnya berkurang pengangguran. Ini kan rumus sederhana, Bapak.
Warisan regulasi yang ramah investasi dan infrastruktur pendukung yang banyak dibangun pemimpin terdahulu, seharusnya tinggal dimanfaatkan dengan baik saat ini. Sehingga makin banyak lapangan kerja, bukan malah sebaliknya.
Bukannya malah nakut-nakutin, injak, hingga proses hukum korporasi yang sudah ikut berkontribusi mengatasi masalah pengangguran Konoha. Makanya nggak kaget akibatnya harga saham anjlok.
Jangan demi popularitas, situ injek perusahaan aplikator Konoha. Dipaksa bayar THR, yang ujungnya gagal. Padahal kontribusi mereka real, sejak lama, dirasakan anak-istri dan keluarga mitra.
Berkat mereka, pemerintah yang gagal menyediakan lapangan kerja formal, jadi terselamatkan wajahnya melalui pekerjaan sektor informal yang mereka hadirkan. Termasuk saat ini nantinya, di mana angka pengangguran terus bertambah. Nanti perusahaan-perusahaan itu bangkrut, gara-gara ditekan-tekan Bapak, bisa makin pusing lagi situ.
Sudahlah orang tua, kembalikan saja kepercayaan investor dan calon investor itu. Jangan bikin ulah, bertingkah yang aneh-aneh, apalagi cari-cari cuan dari kebijakan, di tengah penderitaan rakyat.
Itu harapan masyarakat sesungguhnya. Bukan yang lain.
Biar nantinya, nggak ada lagi yang bilang Konoha remang-remang suram lampunya. Biar nantinya, warga nggak mikir jadi tenaga kerja di luar negeri lewat program LPDP #cabutajadulu.
Dari rakyatmu, kandidat pengangguran