Porosmedia.com – Kasus dugaan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Mei 2025 menguak praktik pemerasan sistemik terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang ingin bekerja di Indonesia. Delapan tersangka telah ditetapkan, termasuk pejabat aktif dan pensiunan di lingkungan Kemnaker.
Modus Operandi: Pemerasan dalam Pengurusan RPTKA
KPK menduga bahwa oknum pejabat di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker melakukan pemerasan terhadap calon TKA dalam proses pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Modus ini melibatkan pungutan liar dan gratifikasi yang berlangsung sejak 2020 hingga 2023.
Profil Tersangka dan Struktur Keterlibatan
Delapan tersangka yang ditetapkan KPK terdiri dari:
Suhartono, mantan Dirjen Binapenta dan PKK (2020–2023)
Haryanto, mantan Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025), kini Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional
Devi Anggraeni, mantan Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA)
Wisnu Pramono, mantan Direktur PPTKA
Gatot, Jamal, Alfa, dan Putri, pegawai Kemnaker
Keterlibatan pejabat aktif seperti Haryanto menunjukkan bahwa praktik korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh individu, tetapi telah menjadi bagian dari sistem birokrasi yang korup.
Langkah Hukum dan Penyitaan Aset
Sebagai bagian dari penyidikan, KPK telah menggeledah tujuh lokasi, termasuk kantor Kemnaker dan dua rumah di wilayah Jabodetabek. Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita delapan mobil dan satu motor, termasuk mobil-mobil mewah seperti BMW dan mobil listrik Wuling. Penyitaan ini bertujuan untuk pembuktian dan upaya awal dalam optimalisasi pemulihan aset negara.
Tanggapan Kementerian dan Reformasi Internal
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum yang dilakukan KPK. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah mencopot sejumlah pejabat yang diduga terlibat dan melakukan rotasi jabatan di direktorat yang menangani izin TKA. Langkah ini merupakan bagian dari upaya reformasi internal untuk memperbaiki proses bisnis yang berisiko tinggi.
Analisis dan Implikasi
Praktik korupsi dalam pengurusan izin TKA mencerminkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan akuntabilitas di Kemnaker. Menurut pengamat kebijakan publik, Dr. Ahmad Fauzi, “Kasus ini menunjukkan perlunya perbaikan sistemik dalam birokrasi, termasuk transparansi dalam proses perizinan dan penguatan mekanisme pengawasan internal.”
Selain itu, kasus ini berdampak negatif terhadap iklim investasi dan kepercayaan internasional terhadap Indonesia. Pemerasan terhadap calon TKA dapat menghambat masuknya tenaga ahli asing yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan nasional.
Kasus dugaan korupsi di Kemnaker bukan hanya masalah hukum, tetapi juga mencerminkan krisis integritas dalam birokrasi. Diperlukan langkah-langkah konkret untuk memperbaiki sistem perizinan, memperkuat pengawasan, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Hanya dengan demikian, kepercayaan publik dan investor dapat dipulihkan.