Porosmedia.com, Bandung – Penahanan mantan Sekretaris Daerah Kota Bandung, Yossi Iriawan (YI), kembali membuka tabir kelam tata kelola aset negara yang amburadul dan rentan disalahgunakan. Berdasarkan surat penetapan tersangka dari Kejati Jabar (TAP-37/M.2/Fd.2/05/2025), YI resmi ditahan sejak 23 Mei 2025 dan kini mendekam di Rutan Kebon Waru.
Kasus ini bukan sekadar penyelewengan administratif. Ini adalah preseden serius yang menunjukkan bahwa sebagian elite birokrasi lokal masih abai terhadap etika publik dan semangat good governance. Lahan Kebun Binatang Bandung—sebuah ruang ekologis dan edukatif yang mestinya menjadi aset bersama warga kota—justru diduga disulap menjadi alat akumulasi keuntungan pribadi.
Dalam pernyataan kepada pers, Kristian Widya Wicaksono, dosen Administrasi Publik Universitas Parahyangan (Unpar), menegaskan bahwa kasus ini adalah cerminan langsung dari lemahnya sistem pengawasan aset negara.
“Praktik pengelolaan aset publik kita masih jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Terlalu banyak ruang abu-abu yang dibiarkan tanpa pengawasan yang ketat,” ujarnya.
Kristian, yang merupakan lulusan Ph.D Ilmu Politik dari Tunghai University, Taiwan, juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan. Menurutnya, penyewaan aset negara tanpa dasar hukum yang jelas dan tanpa kontribusi pada kas daerah merupakan bentuk anomali terhadap sistem pemerintahan yang sehat.
“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum. Ini kegagalan sistemik,” tegasnya.
Kristian menyerukan agar kasus ini menjadi momentum koreksi total bagi seluruh struktur pemerintahan daerah. Baginya, penegakan hukum tidak cukup jika tidak disertai reformasi kelembagaan yang mengakar. Ia menekankan pentingnya sistem informasi pengelolaan aset yang transparan, audit rutin yang independen, dan pendidikan antikorupsi yang berkelanjutan.
“Kita tidak bisa terus berharap pada efek jera. Harus ada arsitektur pengawasan baru yang tahan terhadap godaan kekuasaan,” jelasnya.
Sinergi Sipil dalam beberapa dekade terakhir, skandal serupa kerap terjadi, mulai dari pengalihan lahan sekolah, ruang terbuka hijau, hingga fasilitas umum lainnya. Setiap kasus selalu melibatkan relasi gelap antara kekuasaan, bisnis, dan hukum. Maka, menurut Kristian, penyelesaian harus lintas sektor.
“Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, kalangan akademik, dan masyarakat sipil harus membentuk barisan bersama. Aset publik adalah milik rakyat, bukan ladang rente birokrasi,” pungkasnya.
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap institusi negara, kasus YI harus dibaca bukan hanya sebagai kejahatan personal, tapi sebagai indikator akutnya krisis integritas struktural. Jika tidak ditangani secara menyeluruh, kasus seperti ini akan terus berulang—menggerogoti sendi pemerintahan dari dalam
Profil Kristian Widya Wicaksono
Berpengalaman dalam mengajar dan melakukan riset di bidang Administrasi Publik, khususnya dalam manajemen publik dan organisasi. Selain itu, aktif terlibat dalam berbagai kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan fokus pada pemberdayaan komunitas.
Latar Belakang Pendidikan
Sarjana Ilmu Sosial dari Departemen Administrasi Publik, Universitas Katolik Parahyangan
Magister Ilmu Sosial dengan konsentrasi Kebijakan dan Administrasi Publik dari Universitas Katolik Parahyangan (Summa Cumlaude)
Doktor Ilmu Politik dari Tunghai University, Taiwan (Summa Cumlaude)
CHRMP – Certified Human Resource Management Professional
Karier
2009–sekarang: Dosen di Departemen Administrasi Publik, Universitas Katolik Parahyangan
2013–2017: Wakil Ketua Departemen Administrasi Publik, Universitas Katolik Parahyangan
2022–2023: Kepala Pusat Pengembangan Manusia dan Keadilan Sosial (CHuDS), Universitas Katolik Parahyangan
Jan–Sep 2024: Ketua Departemen Administrasi Publik, Universitas Katolik Parahyangan
2024–2027: Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan
Karya dan Publikasi
2014: Telaah Kritis Administrasi dan Manajemen Sektor Publik di Indonesia
2016: Inovasi untuk Mewujudkan Desa Unggul dan Berkelanjutan Edisi Pertama
2017: Inovasi untuk Mewujudkan Desa Unggul dan Berkelanjutan Edisi Kedua
2017: Handbook Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Administrasi Publik (editor)
2018: Membangun Basis Data Bagi Pembangunan Desa Melalui Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
2023: Administrasi dan Birokrasi Pemerintah (e-book)