Sawala Sunda: Langkah Awal Menuju Dewan Kebudayaan Sunda Jawa Barat

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung, 20 Juni 2025 – Tantangan globalisasi dan gempuran budaya pop yang mengikis nilai-nilai lokal, secercah harapan muncul dari ruang Rapat Utama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Provinsi Jawa Barat, Jalan R.E. Martadinata, Bandung. Di ruangan ini, tokoh-tokoh kebudayaan, akademisi, spiritualis, hingga perwakilan kerajaan dan kasepuhan berkumpul dalam Sawala Perdana Penyusunan dan Pembentukan Dewan Kebudayaan Sunda Jawa Barat.

Sawala yang berlangsung dari pukul 14.30 hingga 16.30 WIB itu dipimpin langsung oleh Kepala Disparbud Jabar, Dr. Iendra Sofyan, M.Si, didampingi oleh Abah Irjen Pol (Purn) Dr. H. Anton Charliyan, MPKN, seorang tokoh Sunda dan mantan Kapolda yang dikenal memiliki perhatian besar terhadap pelestarian budaya lokal.

“Jawa Barat sebagai Tanah Sunda tidak hanya kaya akan sejarah dan tradisi, tapi juga memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga dan mewariskannya kepada generasi mendatang,” ujar Anton Charliyan dalam sambutannya.

Hadir dalam pertemuan ini berbagai tokoh penting, masing-masing membawa latar belakang dan kepakaran berbeda namun memiliki semangat yang sama: menyelamatkan dan memajukan budaya Sunda. Di antaranya:

Baca juga:  (PERIKHSA) bersama Danjen Kopassus Mayjen TNI Djon Afriandi melakukan Latihan bersama: bahas Ijin Senjata juga

Brigjen Pol (Purn) Budi Setiawan, M.Si, tokoh keamanan yang kini aktif dalam urusan kebudayaan.

Bunda Ully Sigar Rusady, aktivis budaya dan lingkungan hidup yang dikenal melalui gerakan Walet Basura.

Abah Dr. H. Yusuf Bahtiar, pemangku Kabuyutan Gegerkalong yang merupakan salah satu titik sakral dalam spiritualitas Sunda.

Dr. Undang A. Darsa dan Dr. Elis Suryani, dua akademisi dari UNPAD yang telah meneliti naskah-naskah Sunda kuna dan sejarah lokal selama puluhan tahun.

Nama-nama lain seperti Pangeran Nusantara dari Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Radya Anom Raden Lucky dari Sumedang Larang, Bunda Okky dari Keraton Tarumanagara, dan Ki Pamanah Rasa—seorang empu spiritual Sunda, turut menandai kuatnya simbol budaya yang hadir hari itu.

Mereka hadir bukan sekadar simbol, melainkan sebagai representasi dari semangat kolektif untuk membentuk sebuah Dewan Kebudayaan Sunda yang independen, kredibel, dan mampu menjadi garda terdepan dalam revitalisasi identitas Sunda.

Dewan Kebudayaan Sunda yang tengah dirancang ini bukan hanya akan menjadi forum diskusi elit, melainkan wadah advokasi kebudayaan yang menyentuh langsung masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Ir. Deden Hidayat dan Dr. Elis Suryani, yang menekankan pentingnya “pendekatan ilmiah yang bersinergi dengan nilai-nilai spiritual dan adat.”

Baca juga:  Proyek Rempang Eco City Terjadi Kekerasan, Ini Sikap Muhammadiyah

Menurut Umar Dani, Ketua Koalisi Non Partai Jawa Barat, dewan ini bisa menjadi kekuatan kultural yang mampu memengaruhi arah kebijakan di Jawa Barat, terutama dalam isu-isu pelestarian bahasa, cagar budaya, ritual lokal, hingga penolakan terhadap budaya yang merusak akar nilai lokal.

Jony H., Ketua Projo Jabar, juga menyoroti pentingnya menjadikan Dewan Kebudayaan sebagai penyeimbang dalam pembangunan berbasis pariwisata, agar tidak sekadar menjual budaya namun benar-benar menjaganya.

Rencana selanjutnya adalah menyusun kerangka kerja organisasi dan platform legal-formal yang bisa mengakomodasi beragam tokoh dan lembaga adat. Dalam arahannya, Dr. Iendra Sofyan menyatakan bahwa pihak Disparbud siap memfasilitasi legalitas dewan ini melalui peraturan gubernur maupun rekomendasi kelembagaan lainnya.

Pertemuan juga menghasilkan usulan agar kelak Dewan Kebudayaan Sunda ini memiliki fungsi edukatif, advokatif, dan mediasi terhadap konflik budaya, serta pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis Sunda murni di sekolah-sekolah.

Pertemuan ini bukanlah akhir, melainkan langkah pertama dari perjalanan panjang untuk meneguhkan kembali nilai-nilai Sunda di tengah dunia yang makin cepat berubah. Dengan hadirnya tokoh-tokoh seperti Bunda Wida, Andrea dari Hotel Preanger, serta Mugi Sujana (Ketua Umum BBC), semakin tampak bahwa revitalisasi kebudayaan tidak hanya urusan spiritual dan adat, tetapi juga bisa menjadi gerakan sosial, ekonomi, dan pendidikan yang terintegrasi.

Baca juga:  Aman dan Tenang, Polsek dan Polrestabes Bandung Terima Penitipan Kendaraan Selama Mudik Lebaran

“Dewan ini bukan nostalgia masa lalu, tapi jembatan ke masa depan budaya Sunda yang bermartabat,” tutup Abah Anton dengan lantang.