Porosmedia.com, Purwakarta – Jika dalam pelaksanaan reses Anggota DPRD Purwakarta yang telah dilaksanakan pada Maret 2022 lalu ternyata tidak ada bentuk pertemuan, pengadaan katering dan sewa sound system, lantas pada laporannya dilampirkan bukti kuitansi. Maka patut diduga bukti administrasi itu merupakan rekayasa atau suatu bentuk tindakan melawan hukum.
Demikian pernyataan yang diungkapkan Aktivis Forum Masyarakat Purwakarta (Formata) Agus Yasin kepada awak media, melalui pernyataan tertulisnya, Kamis 14 April 2022.
Menurutnya, dalam ketentuan giat reses wakil rakyat harus ada bentuk pertemuan publik sebanyak enam kali di enam titik daerah pemilihan atau dapil anggota dewan bersangkutan yang difasilitasi biaya makan minum, sewa sound system dan transport warga atau konstituen yang hadir.
“Jika dalam kegiatan yang menelan anggaran cukup besar itu pelaksanaannya tidak sesuai prosedur, ya aparat penegak hukum harus bertindak. Karena bukan hal yang mustahil juga akan muncul bukti administrasi fiktif, karena ketentuannya laporan hasil reses harus dibarengi laporan atau SPJ penggunaan anggaran kegiatan,” kata Agus Yasin.
Sebenarnya, lanjut Agus, persoalan anggaran, berapapun nilainya asal sesuai ketentuan tidak masalah. Namun yang harus diawasi adalah kebenaran laporan penggunaan anggarannya.
Mantan Anggota DPRD Purwakarta itu juga merinci, jika total anggaran untuk kegiatan anggota dewan tersebut pada tahun ini sebesar Rp. 7.393.950.000 dan jika dibagi 45 anggota dewan lalu dibagi 3 kali masa reses. Maka setiap reses para anggota dewan mengantongi anggaran sekitar Rp 54.770.000.
“Dari jumlah anggaran per reses per anggota dewan tersebut, dapat dirinci; biaya makan minum Rp 36.000.000, sewa sound System Rp 9.000.000, SPPD Rp 1.770.000 dan operasional atau tunjangan sebesar Rp 8.000.000,” kata Kang Agus.
Pada prinsipnya, tambah Agus, jika sesuai ketentuan tidaklah menjadi persoalan. Misalnya biaya makan minum dengan terhitung enam kali pertemuan Rp 36.000.000 (per titik Rp 6.000.000) lalu sewa sound system per enam kali pertemuan Rp. 9.000.000 (per titik Rp 1.500.000), tapi harus didukung juga dengan kebenaran administratif.
“Artinya proses pengadaan makan minum dan sewa sound system benar-benar dilakukan. Namun hal tersebut perlu diawasi. Karena ditenggarai ada istilah borongan atau gaya reses door to door dengan cuma membagikan amplop saja. Bahkan ditenggarai juga ada yang hanya melakukan dua hingga tiga kali kegiatan dari enam kali yang seharusnya dilakukan,” demikian Agus Yasin.