“Seseorang yang terdidik bukanlah yang mudah menerima setiap informasi, melainkan yang memiliki keberanian untuk mempertanyakan sebelum meyakini.” — René Descartes
Porosmedia.com – Dalam pencarian fondasi kokoh bagi ilmu pengetahuan modern, René Descartes memperkenalkan prinsip dubium methodicum—keraguan metodis—sebagai titik mula setiap proses berpikir yang jernih dan otentik. Bagi Descartes, keraguan bukanlah kelemahan, melainkan keberanian intelektual yang mutlak dibutuhkan untuk menyaring kebenaran dari sekadar asumsi.
Melalui Meditationes de Prima Philosophia, Descartes menekankan bahwa pengetahuan sejati hanya mungkin lahir dari refleksi yang mendalam dan penangguhan penilaian terhadap hal-hal yang belum dapat dipastikan. Dalam konteks ini, ia mengajarkan bahwa manusia terdidik bukanlah mereka yang cepat percaya, tetapi mereka yang berani mempertanyakan setiap informasi sebelum menerimanya sebagai kebenaran.
Kemampuan untuk mempertimbangkan pendapat orang lain tanpa langsung menyerapnya mencerminkan keutuhan nalar yang bebas, terlatih, dan bertanggung jawab. Pikiran yang terdidik adalah pikiran yang mampu berdiri tegak di tengah kebisingan opini, memilih diam yang reflektif ketimbang larut dalam gema keramaian. Dalam dunia yang kian sarat dengan informasi dan tuntutan konformitas, keberanian untuk menunda keyakinan menjadi kualitas langka—namun justru di sanalah letak esensi pendidikan sejati.
Descartes tidak menempatkan akal semata sebagai alat logika, melainkan sebagai inti eksistensi manusia itu sendiri. Melalui deklarasi terkenalnya, cogito, ergo sum—“aku berpikir, maka aku ada”—Descartes menegaskan bahwa keberadaan kita ditentukan oleh kesadaran yang aktif, bukan sekadar oleh fakta biologis atau sosial.
Dalam warisan pemikirannya, berpikir kritis bukanlah bentuk penolakan terhadap pandangan mayoritas, tetapi justru bentuk penghormatan tertinggi terhadap kebenaran itu sendiri. Pengetahuan yang tumbuh dari refleksi pribadi lebih kokoh dibandingkan dengan sekadar penerimaan kolektif. Di tengah derasnya arus hoaks, misinformasi, dan dogma yang membungkus diri sebagai kebenaran, semangat Descartes mengingatkan kita bahwa kebebasan berpikir adalah hak sekaligus tanggung jawab intelektual yang harus terus dipupuk.
Descartes mengajarkan bahwa tujuan pendidikan bukanlah menjejali pikiran dengan data dan fakta, tetapi menumbuhkan keberanian untuk menyelidiki, untuk meragukan, dan untuk menemukan sendiri pijakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Inilah hakikat pendidikan: membebaskan manusia dari penjara kepasifan, dan menuntunnya menjadi pribadi yang berpikir secara utuh, tidak hanya tahu kapan harus berbicara, tetapi lebih penting lagi, kapan harus diam dan berpikir.
Dalam dunia yang penuh godaan untuk percaya tanpa menyelidik, ajaran Descartes tetap relevan dan mendesak. Ia mengingatkan kita bahwa kebenaran bukan milik mereka yang paling keras bersuara, tetapi milik mereka yang paling dalam berpikir. Pikiran yang merdeka bukanlah yang tahu banyak, tetapi yang tahu bagaimana dan kapan untuk percaya.