Porosmedia.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar acara ritual Kendi Nusantara di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/3/2022) pagi. Dalam acara tersebut, Jokowi mengundang 34 gubernur se-Indonesia dan 15 tokoh yang direkomendasikan oleh Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, untuk hadir dalam acara ritual Kendi Nusantara.
Sebelum menggelar ritual tersebut, Jokowi menginstruksikan para gubernur untuk membawa 1 liter air dan 2 kilogram tanah dari daerah masing-masing. Air dan tanah tersebut akan disatukan dalam kendi besar yang disebut bejana nusantara. Bejana nusantara ini diletakkan dekat titik nol IKN Nusantara yang menjadi simbol titik awal pembangunan IKN Nusantara.
Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono menjelaskan, ritual Kendi Nusantara merupakan proses penyatuan tanah dan air yang dibawa oleh para gubernur dari daerahnya masing-masing. Prosesi penyatuan air dan tanah ke dalam bejana nusantara menjadi simbol pemersatuan 34 provinsi di Indonesia menjadi satu tanah air. Heru menyampaikan bahwa ritual Kendi Nusantara merupakan simbol agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan kelancaran dan kemudahan pada kegiatan pembangunan IKN Nusantara (Kompas.com, Senin, 14/03/2022).
Para Gubernur Membawa Tanah dari Seluruh Negeri
Presiden beserta 34 pimpinan provinsi memulai prosesi Kendi Nusantara dengan mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya untuk pertama kalinya di IKN Nusantara. Kemudian, satu per satu gubernur menyerahkan tanah dan air yang mereka bawa dari provinsi masing-masing.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membawa tanah dari Kampung Akuarium, Jakarta Utara. Kampung itu pernah mengalami penggusuran di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Penggusuran dibatalkan usai Anies mengalahkan Ahok pada pilkada 2017. Provinsi Bengkulu juga menyetor tanah bersejarah. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah membawa tanah dari rumah pengasingan proklamator RI, Sukarno.
Provinsi lainnya yang membawa tanah bersejarah adalah Papua dan Jawa Barat. Pemprov Papua menyetor tanah yang berasal dari 29 wilayah. Sementara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan tanah yang merupakan himpunan dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Ada pula Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat, membawa air yang sudah melewati ritual lokal.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyerahkan air dari tanah peninggalan Kerajaan Majapahit yang memiliki nilai sejarah yang besar. Sedangkan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor juga membawa tanah yang telah melalui ritual Ngalak Air. Presiden Jokowi menghimpun seluruh tanah dan air itu dalam Bejana Nusantara. Ritual Kendi Nusantara itu lalu menjadi simbol penyatuan seluruh daerah di Indonesia dan penanda mulainya pembangunan Ibu Kota Baru (CNNIndonesia.com, Senin, 14/03/2022).
Pro dan Kontra Masyarakat
Ritual Kendi Nusantara ini menuai pro dan kontra dari netizen di media sosial twitter. Sejumlah netizen menunjukkan dukungan pada ritual budaya warisan nenek moyang tersebut, namun sebagian lainnya menyebut ritual aneh. Akun @MakhutaRama menyebut ritual sebagai sesuatu yang sakral.
“Menyatukan air dan tanah dari 34 provinsi. Ini tentunya ritual sakral dan mempunyai makna simbolis sekaligus mempunyai dimensi spiritual,” katanya pada Senin (14/3).
Sementara netizen bernama @sociotalker menyindir ritual tersebut dan mengaitkannya dengan narasi teknologi metaverse yang belakangan kerap disampaikan pemerintah.
“Janjinya metaverse, jadinya metafisik,” katanya pada Ahad (13/3).
Senada dengan pernyataan tersebut, netizen lain dengan akun @chaatriex menyindir singkatan IKN dan menggantinya dengan Ikatan Klenik Nasional. Lebih lanjut, akun bernama @Ayang_Resta305 mempertanyakan bagaimana nasib IKN nantinya jika dibangun dengan ritual musyrik (CNNIndonesia.com, Selasa, 15/03/2022).
Sementara pengamat politik Ubedilah Badrun melontarkan kritik keras kepada Presiden Joko Widodo terkait kegiatan di titik nol Ibu Kota Negara Baru. Melansir wartaekonomi.co.id — jaringan suara.com, ia menegaskan, di era modern seperti sekarang ini, Kepala Negara masih menganut politik klenik.
Politik klenik yang diyakini Jokowi, lanjut Ubedilah, menunjukkan adanya kemunduran peradaban politik, ini bertolak belakang dengan rasionalitas masyarakat modern. Akademisi Universitas Negeri Jakarta yang juga pernah memperkarakan kasus dugaan korupsi yang melibatkan dua putra Jokowi ini menegaskan, ritual kendi IKN tersebut tentu tidak dapat diterima akal sehat banyak orang.
“Praktik semacam itu dalam terminologi sosiologi budaya dan sosiologi politik bisa dikategorikan sebagai politik klenik. Suatu praktik politik mengimplementasikan kemauan penguasa (IKN) berdasar imajinasi irasionalitasnya yang meyakini semacam adanya mistisisme tertentu,” tuturnya. “Membawa kendi berisi air dan tanah dari 33 provinsi itu sesuatu yang irasional dan tidak masuk akal. Berbahaya jika menjalankan negara dengan politik klenik.” pungkasnya (suara.com, Selasa, 15/03/2022).
Politik Klenik, Buah Sistem Kapitalisme
Sistem demokrasi kapitalisme yang tengah menjadi prinsip hidup seluruh dunia saat ini memungkinkan manusia menganut kepercayaan apapun sesuai keinginannya. Bahkan jika kepercayaan tersebut merupakan suatu hal yang batil. Politik kapitalis demokrasi tidak mengenal benar atau salah, halal atau haram, iman atau syirik, juga rasional dan irasional. Sebab, sistem ini menjamin kebebasan (liberalisme) bagi seluruh manusia untuk beragama dan mempercayai apa saja selama mampu memisahkannya dari kehidupan (sekularisme).
Oleh karena itu, para penganut sekularisme bisa saja beragama Islam, namun mengabaikan aturan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Termasuk melaksanakan politik klenik yang justru merupakan suatu kesyirikan dan pelanggaran dalam aturan Islam. Demokrasi sekuler mengizinkan klenik untuk tampil di ranah panggung politik demi mengalihkan protes masyarakat terhadap pemindahan paksa Ibu Kota Negara yang minim urgensi.
Masyarakat saat ini sudah cukup sulit berjuang melarikan diri dari gempuran Covid-19 sembari pontang-panting mencari minyak goreng. Namun seolah semua itu belum cukup, pemerintah masih terus menyuguhkan drama politik lainnya, dan kali ini politik klenik menjadi pilihan.
Demi meredam gejolak penolakan masyarakat terhadap perpindahan IKN, pemerintah mengumpulkan 34 tanah dan air dari seluruh penjuru negeri dan menyebutnya sebagai ritual simbolis pemersatu negara. Bahkan juga menyebut ritual ini sebagai cara mengharap kelancaran dan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa. Sungguh suatu tindakan yang mencerminkan kebobrokan sistem demokrasi kapitalisme.
Islam Tidak Mengenal Ritual Klenik
Manusia tidak akan pernah mampu meraih keberkahan dari Allah Subhanahu Wa Taala dengan menggunakan cara yang melanggar aturan Allah. Prosesi pelaksanaan politik klenik sejatinya adalah wujud pelanggaran syari’at Islam, bahkan termasuk kategori kufur serta syirik. Sebab, segala perbuatan yang menjadikan segala sesuatu selain Allah sebagai tempat meminta, tempat berharap dan memohon merupakan bentuk perbuatan menyekutukan Allah.
Pelegalan perbuatan musyrik adalah kemaksiatan yang termasuk dalam perbuatan dosa besar. Sehingga, alih-alih memperoleh keberkahan dan keridhaan Allah, malah akan lebih mungkin mengundang kemurkaan dan azab Allah. Na’udzubillahi min dzalik. Sistem demokrasi kapitalisme berani melanggengkan perbuatan dosa demi pelaksanaan kepentingan elit global. Tentunya ini merupakan hal yang amat mengerikan bagi kaum muslimin.
Karena itulah, kehadiran sistem Islam yang menerapkan aturan Islam sungguh merupakan urgensi yang luar biasa bagi umat muslim hari ini. Sebab hanya negara Islam yang menerapkan syari’at secara kaffah sajalah yang mampu mengundang turunnya keberkahan dari Allah Subhanahu Wa Taala.
Penerapan sistem Islam secara sempurna akan mampu memberikan kesejahteraan dan perlindungan kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali. Memberikan solusi jaminan keamanan kepada masyarakat tanpa kekhawatiran. Menjaga negara dan umat dalam suasana keimanan dan ketakwaan kepada Allah, serta melarang segala hal yang akan mengundang kemurkaan Allah Taala. Wallahu’alam bisshawwab.