Politik Uang Masih Jadi Borok Demokrasi: Bamsoet Tegaskan Perlunya Revolusi Politik Kultural

Avatar photo

Porosmedia.com, Jakarta — Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), secara terbuka mengkritik masih maraknya praktik politik uang dalam Pemilu di Indonesia. Dalam kuliah yang disampaikannya di Program Pascasarjana Universitas Pertahanan RI, ia menyebut praktik transaksional itu sebagai “borok sistemik” yang terus menodai demokrasi elektoral.

“Pemilu seharusnya menjadi alat perubahan dan kontrol rakyat terhadap kekuasaan. Tetapi kenyataannya, justru menjadi ruang legal bagi praktik korupsi berjamaah yang dimulai dari pembelian suara,” tegas Bamsoet, Kamis (12/6/2025), dalam kuliah daring Program Studi Damai dan Resolusi Konflik, Fakultas Keamanan Nasional, Universitas Pertahanan.

Politisi senior Partai Golkar ini tak menampik bahwa sistem politik Indonesia masih sangat timpang. Mereka yang bermodal besar dengan mudah mengakses kekuasaan, sementara kelompok marginal—seperti pemuda, perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat miskin—hanya jadi ornamen demokrasi, bukan penentu kebijakan.

“Politik uang telah menjadikan demokrasi Indonesia tidak hanya mahal, tapi juga tidak adil. Ini bukan sekadar masalah etika, tetapi soal sistem yang gagal menjamin partisipasi setara,” ujar Ketua MPR RI ke-15 itu.

Baca juga:  Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) periode 2024-2029 diwarnai Kontroversi dari para pemangku Kepentingan

Bamsoet mengutip hasil survei Indikator Politik Indonesia pada Pemilu 2024 yang menyebut 35% responden secara terbuka mengaku menerima uang dalam menentukan pilihan politiknya. Angka ini, menurutnya, bukan sekadar statistik, melainkan bukti dari budaya permisif yang membiarkan politik transaksional tumbuh subur di tingkat akar rumput.

“Celakanya, praktik ini kerap dimaklumi sebagai ‘tradisi politik’. Padahal inilah cikal bakal kooptasi kekuasaan oleh oligarki finansial. Pemilu berubah jadi investasi elit, bukan mekanisme rakyat menentukan masa depan,” tegas Bamsoet.

Bamsoet mengingatkan bahwa demokrasi tanpa keterlibatan bermakna dari seluruh rakyat akan menjelma menjadi demokrasi semu. Ia mencontohkan minimnya representasi perempuan dan pemuda dalam parlemen yang mengakibatkan kebijakan cenderung bias dan tidak responsif.

“UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual bisa lahir karena desakan dan kerja legislator perempuan serta masyarakat sipil. Itu bukti bahwa representasi bukan soal jumlah, tapi dampak,” katanya.

Pun demikian dengan kehadiran legislator muda yang membawa isu-isu mutakhir seperti digitalisasi layanan publik dan keberlanjutan lingkungan. Namun jumlah mereka tetap terlampau kecil karena sistem politik belum mendukung regenerasi politik yang adil.

Baca juga:  Santi Rohaetin atau Mak Ijah : Calon Wali Kota Bandung yang bisa ngopi bareng Prabowo Hanya Kang Dhani pasangan Kang Haru, (HD) hade pisan

Lebih lanjut, Bamsoet menyerukan reformasi menyeluruh terhadap pendanaan politik. Ia menilai negara dan partai politik belum serius membenahi akar masalah: biaya politik yang absurd dan sistem pencalonan yang elitis.

“Selama partai hanya memberi ruang bagi yang berduit dan berjejaring, maka jangan harap anak petani, buruh, atau aktivis muda bisa bersaing secara adil. Kita butuh ekosistem politik yang sehat, bukan pasar kekuasaan,” kata dosen tetap Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur dan Universitas Jayabaya ini.

Ia juga mendorong sistem mentoring dan pelatihan kepemimpinan politik inklusif untuk mendorong keterwakilan kelompok marginal.

Namun semua itu, menurutnya, tidak akan cukup tanpa tindakan tegas terhadap pelaku politik uang. Ia menyebut reformasi dana kampanye, transparansi pendanaan partai, hingga penegakan hukum terhadap pelaku money politics sebagai agenda yang tak bisa ditawar.

“Jangan bicara inklusi politik jika kursi kekuasaan hanya bisa dibeli. Selama uang menjadi kunci utama, demokrasi kita hanya akan jadi etalase, bukan alat emansipasi,” pungkas Bamsoet.

Baca juga:  Kodam l/Bukit Barisan Berikan Klarifikasi Kasus Dugaan Perselingkuhan Oknum TNI