Peran Senyap Akademisi, Tokoh Agama, Partai Politik, dan Pensiunan PNS di Kota Bandung

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Dalam dinamika pemerintahan Kota Bandung saat ini, ada satu fakta yang patut dicatat: peran serta akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, partai politik, dan pensiunan PNS nyaris tidak terdengar. Padahal, kelompok ini seharusnya menjadi penopang penting bagi Wali Kota Muhammad Farhan dan Wakil Wali Kota H. Erwin dalam mewujudkan visi “Bandung Utama” — unggul, terbuka, amanah, maju, dan agamis.

Sayangnya, suara mereka tenggelam. Kritik, gagasan, dan inisiatif yang mestinya bisa memperkuat kebijakan publik belum tampil ke permukaan.

Akademisi: Bukti Ilmiah yang Menghilang

Di banyak kota maju, akademisi menjadi mitra strategis pemerintah daerah. Mereka menghasilkan penelitian, data, dan analisis yang bisa menjadi dasar keputusan publik. Tanpa masukan berbasis bukti, kebijakan rawan lahir dari intuisi semata, bukan dari kajian mendalam.

Bandung memiliki banyak kampus ternama. Namun pertanyaan kritisnya: mengapa sumbangsih ilmuwan dan peneliti untuk kebijakan kota tidak tampak signifikan? Apakah pemerintah tidak membuka ruang, atau akademisi terlalu nyaman di menara gading?

Baca juga:  Masihkah Ada Politisi Indonesia yang Jujur di Era Post-Truth?

Tokoh Agama & Masyarakat: Jembatan yang Patah

Tokoh agama dan masyarakat sesungguhnya berperan sebagai jembatan antara pemerintah dan warga. Mereka memahami aspirasi, kegelisahan, dan kebutuhan riil masyarakat bawah. Namun belakangan, suara moral ini nyaris tidak terdengar dalam percakapan kebijakan publik.

Di tengah problem urban seperti kemiskinan, kriminalitas, hingga kerusakan lingkungan, seharusnya peran tokoh agama tidak sebatas seremonial. Mereka perlu hadir untuk mengawal nilai etika, keadilan, dan keberpihakan kepada rakyat kecil.

Partai Politik: Menjadi Oposisi atau Sekadar Mesin Elektoral?

Partai politik mestinya bukan hanya mesin pemilu, tetapi juga wadah pendidikan politik dan pengawasan pemerintah. Mereka bisa:

merumuskan kebijakan alternatif,

mendidik opini publik,

memberikan stabilitas politik,

hingga melakukan fungsi oposisi yang sehat.

Faktanya, peran partai di Kota Bandung lebih sering terlihat di arena perebutan kursi ketimbang kerja substantif untuk kepentingan publik. Partai kerap absen ketika rakyat membutuhkan suara pembelaan.

Pensiunan PNS: Pengalaman yang Terbuang

Ribuan pensiunan PNS di Bandung menyimpan pengalaman panjang dalam birokrasi. Mereka tahu detail seluk-beluk pemerintahan, kelemahan sistem, hingga strategi meningkatkan efisiensi. Namun sayang, kelompok ini tidak diberdayakan secara optimal.

Baca juga:  Sawala Mapag Sunda 2023 Sepakati Deklarasi Padjajaran

Jika pemerintah kota mampu mengorganisir forum para pensiunan PNS sebagai penasihat independen, banyak kebijakan bisa lebih tepat sasaran.

Ide Gagasan yang Terlupakan

Beberapa langkah yang seharusnya menjadi prioritas bersama antara pemerintah dan stakeholder, di antaranya:

1. Kerja Sama Antar Stakeholder: forum diskusi rutin lintas elemen (akademisi, partai, tokoh agama, PNS pensiunan) untuk sinergi pembangunan.

2. Kebijakan Berbasis Bukti: keputusan politik harus berdiri di atas penelitian, data, dan kebutuhan nyata masyarakat.

3. Partisipasi Masyarakat: program pelatihan, pendidikan publik, hingga forum warga untuk meningkatkan kesadaran politik dan sosial.

4. Pengawasan & Evaluasi: stakeholder nonpemerintah harus aktif mengawasi jalannya pemerintahan agar akuntabilitas terjaga.

Menyikapi Visi Bandung Utama

Farhan dan Erwin telah menyampaikan visi besar: memperkuat pelayanan publik berbasis meritokrasi, menggenjot ekonomi kota lewat infrastruktur dan daya saing, serta meningkatkan kualitas hidup warga melalui kesehatan, pendidikan, dan lingkungan hidup.

Namun visi tidak akan berarti jika stakeholder lain hanya menjadi penonton. Pemerintah kota harus berani mendengarkan aspirasi warga, mengambil keputusan berbasis bukti, dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran secara transparan.

Baca juga:  APBD Jabar Naik Rp5 Triliun: Ketimpangan Ditekan, Representasi Media Merosot?

Bandung membutuhkan sinergi. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Jika akademisi diam, tokoh agama pasif, partai sibuk berebut kuasa, dan pensiunan PNS tak dilibatkan, maka visi Bandung Utama hanya akan jadi slogan.

Saatnya seluruh elemen kota bangkit dari senyap, berperan aktif, dan memastikan pembangunan tidak hanya indah di atas kertas, tetapi nyata dirasakan rakyat.

Redaksi Porosmedia.com