Porosmedia.com — Proyek mangkrak—yakni proyek pembangunan yang terhenti sebelum selesai—telah menjadi fenomena yang merugikan di Indonesia. Tidak hanya menghamburkan dana publik, proyek-proyek ini juga mencerminkan kelemahan dalam tata kelola, pengawasan, dan penegakan hukum. Artikel ini mengupas secara kritis pelanggaran hukum yang terjadi dalam proyek mangkrak, serta menelaah regulasi yang seharusnya mencegah terjadinya hal tersebut.
Pelanggaran Hukum dalam Proyek Mangkrak
1. Pelanggaran Kontrak dan Kewajiban Hukum
Banyak proyek mangkrak disebabkan oleh pelanggaran kontrak oleh pihak pelaksana, seperti keterlambatan pekerjaan, penggunaan material di bawah standar, atau pengabaian terhadap spesifikasi teknis. Hal ini melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mengatur tanggung jawab penyedia jasa dalam memenuhi standar mutu dan waktu pelaksanaan.
2. Korupsi dan Penyalahgunaan Anggaran
Kasus proyek mangkrak sering kali terkait dengan praktik korupsi, seperti mark-up anggaran, pengadaan fiktif, atau penunjukan kontraktor tanpa proses lelang yang transparan. Tindakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
3. Kelalaian dalam Pengawasan dan Evaluasi
Lemahnya pengawasan dari instansi terkait menyebabkan proyek berjalan tanpa evaluasi yang memadai, sehingga potensi masalah tidak terdeteksi sejak dini. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance yang diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Peraturan Menteri PUPR yang mengatur standar pengawasan proyek konstruksi.
Regulasi yang Mengatur Proyek Konstruksi
Untuk mencegah dan menangani proyek mangkrak, pemerintah telah menetapkan berbagai regulasi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi: Mengatur hak dan kewajiban para pihak dalam jasa konstruksi, termasuk standar mutu dan keselamatan kerja.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Menetapkan prosedur pengadaan yang transparan dan akuntabel untuk mencegah penyimpangan.
Peraturan Menteri PUPR: Mengatur standar teknis dan pedoman pelaksanaan proyek konstruksi, termasuk mekanisme pengawasan dan evaluasi.
Analisis Kritis
Meskipun regulasi telah tersedia, implementasinya sering kali lemah. Kurangnya integritas dan kapasitas dari aparat pengawas, serta budaya korupsi yang masih mengakar, menjadi hambatan utama dalam penegakan hukum. Selain itu, sanksi terhadap pelanggaran sering kali tidak memberikan efek jera, sehingga praktik-praktik menyimpang terus berulang.
Rekomendasi
1. Penguatan Pengawasan: Meningkatkan kapasitas dan integritas lembaga pengawas proyek, serta melibatkan masyarakat dalam pengawasan partisipatif.
2. Penegakan Hukum yang Tegas: Menindak tegas pelaku pelanggaran, termasuk pejabat yang terlibat, dengan sanksi yang sesuai untuk memberikan efek jera.
3. Transparansi dan Akuntabilitas: Menerapkan sistem informasi yang transparan dalam pengadaan dan pelaksanaan proyek, sehingga memudahkan monitoring oleh publik.
4. Pendidikan dan Pelatihan: Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di bidang konstruksi dan pengadaan, untuk memastikan pemahaman yang baik terhadap regulasi dan etika kerja.
Proyek mangkrak merupakan cerminan dari kegagalan sistemik dalam tata kelola proyek di Indonesia. Diperlukan upaya serius dan berkelanjutan untuk memperkuat penegakan hukum, meningkatkan transparansi, dan membangun budaya integritas dalam pelaksanaan proyek. Hanya dengan langkah-langkah tersebut, kerugian akibat proyek mangkrak dapat diminimalisir, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat dipulihkan.