Satu lagi konsep rancangan buatannya yang masih diterapkan hingga kini adalah alat untuk mencuci tangan atau wastafel. Alat ini dirancang oleh al-Jazari atas permintaan dari raja Artuqid yang merupakan patronnya.
Sang sultan ingin sekitar kompleks istananya menjadi tempat yang nyaman bagi siapapun untuk mengamalkan salah satu kebiasaan islami: menjaga kebersihan. Alat tersebut tidak hanya dipakai untuk mencuci tangan, tetapi juga untuk berwudhu. Memang, pemimpin Muslim ini gemar sekali mempertahankan wudhu antar waktu shalat.
Peralatan ini merupakan hasil pemikiran yang jenius. Sejarawan sains Mark E Rosein mengakui alat rancangan ciptaan al-Jazari sebagai cikal-bakal wastafel modern. Sebab, prinsip kerjanya serupa dengan yang biasa ditemui pada zaman sekarang. Misalnya, adanya mekanisme keran pembersih atau flush untuk keperluan membasuh tangan.
Sarjana Muslim ini diketahui memakai teknik demikian dalam menghasilkan kreasi-kreasi lainnya, misalnya air mancur ataupun jam air. Ehsan Masood dalam Science and Islam: A History (2009) menjelaskan gagasan yang diterapkan pada mekanisme wastafel karya dari al-Jazari. Tekanan pada air dimanfaatkan untuk otomatisasi keluarnya air sesuai kebutuhan pengguna.

Pada alat untuk mencuci tangan buatan insinyur dari abad ke-12 ini, di dalamnya terdapat wadah untuk menampung air. Di atasnya, diletakkan sebuah cawan yang besar yang tampak cantik karena dipegang oleh patung berbentuk sosok perempuan.
Cawan ini berfungsi sebagai keran tempat air keluar. Air itu diambil dari sumbernya dan ditarik dengan mekanisme tekanan air pula. Siapapun yang ingin membasuh tangannya, cukup dengan menarik tuas. Secara otomatis, air akan mengucur keluar dari cawan tadi ke arah penadah air.
Selain untuk mencuci tangan atau mencuci muka, alat ini juga sering dipakai untuk berwudhu. Alhasil, manfaatnya tidak hanya untuk kalangan istana, tetapi juga untuk publik, khususnya jamaah masjid seantero negeri Artuqid. Mencuci tangan tak sekadar dengan mengalirkan air bersih. Peradaban Islam pada saat itu sudah mengenali sabun. Maka, Ismail al-Jazari membuat tempat sabun pada sisi wastafel karyanya.