Porosmedia.com, Opini – Familiarkah anda dengan istilah “sextortion” ? Kasus kejahatan pemerasan seksual alias sextortion semakin marak terjadi di Indonesia. Kasus sextortion ini dapat terjadi secara langsung maupun online. Melansir laporan detik.com (Jum’at, 05/03/2021), motif sextortion online di Indonesia sangatlah beragam. Mulai dari masalah ekonomi, putus cinta, dendam, hingga penyimpangan seksual. Metodenya pun bermacam-macam. Bisa metode phising dengan mengirim link lewat chat korban, hingga melalui penawaran video call sex (VCS).
Berdasarkan situs clicks.id, (Kamis, 26/08/2021), kasus sextortion di Indonesia menduduki peringkat tertinggi di Asia. Sebanyak 18 persen warga Indonesia mengaku mengalami atau melihat sextortion. Biasanya kasus ini terjadi di layanan publik. Sayangnya, banyak korban yang tidak berani melapor. Praktik sextortion atau pemerasan seksual ini merupakan kasus penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan seksual.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mencontohkan salah satu kasus sextortion. Misalnya ketika pejabat pemberi layanan publik memegang tangan korban yang membutuhkan layanan. Korban tidak bisa menolak karena takut menghambat pelayanan publik yang mereka akses. Seperti guru atau dosen yang memaksa siswa untuk memberikan layanan seksual kemudian diiming-imingi nilai yang baik. Atau kasus seorang pekerja seks komersial (PSK) yang diminta memberi layanan seksual agar bisa keluar dari tahanan lebih cepat.
Menurut minclaw.com, korban sextortion dan pelecehan seksual online lainnya saat ini memiliki persentase yang amat tinggi baik di kalangan remaja maupun orang dewasa. Survei ini bukan hanya di Indonesia. Sehingga penting bagi wanita untuk melek hukum dan memberikan laporan yang terperinci ketika mengalami kasus sextortion.
Tanpa Peran Negara, Sextortion Bebas Merajalela
Sekalipun tidak menjadi berita utama yang menghebohkan, fakta maraknya kasus sextortion tidak bisa diabaikan begitu saja. Saat ini, masih tetap banyak kasus pemerasan seksual online yang terjadi di berbagai media sosial. Mulai dari facebook, instagram, hingga tiktok atau aplikasi sejenis bigo live dan dating online. Mengapa pelecehan semacam ini tetap marak terjadi sekalipun permendikbudristek no 30 tahun 2021 telah dilegalisasikan?
Tentunya kehidupan masyarakat yang baik takkan bisa terpisah dengan peran negara. Logikanya, sebuah negara harus mampu melindungi warganya dalam hal apa pun, termasuk dalam perihal kejahatan seksual. Namun faktanya, saat ini negara menjalankan sistem demokrasi kapitalis sekuler yang justru mendukung terjadinya kekerasan, pelecehan serta pemerasan seksual. Bagaimana bisa?
Hal ini bisa terjadi akibat negara di sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator saja, bukan pengurus (periayah) rakyat. Negara tidak melakukan pencegahan terjadinya kejahatan seksual tersebut dari awal. Negara hanya menyediakan undang-undang yang memiliki kemungkinan bisa menghukum pelakunya, namun seringkali si pelaku malah lolos begitu saja. Sistem kapitalisme pun sangat mendukung kebebasan berperilaku dan berekspresi yang terjadi di masyarakat. Sehingga peluang terjadinya pelecehan, kekerasan, bahkan pemerasan seksual terhadap wanita sangatlah tinggi.
Sejak awal sistem kapitalis sekuler telah menjauhkan masyarakat dari ajaran agamanya. Karena itu masyarakat pun tidak lagi mendapatkan tuntunan Islam secara kaffah di berbagai bidang kehidupan. Ketika kehidupan umum berjalan mengikuti sistem kapitalis sekuler yang menjunjung kebebasan, maka percampurbauran antar pria dan wanita sangat mudah terjadi. Masyarakat pun bebas melakukan berbagai hal sesuka hatinya tanpa memedulikan aturan Allah. Sehingga pacaran, friends with benefit, prostitusi, sugar baby, pelecehan, kekerasan seksual dan sextortion seolah bukan lagi menjadi hal yang asing.
Kemuliaan Wanita Hanya Terjaga di Sistem Islam
Sangat berbeda dengan sistem Islam yang telah memiliki aturan untuk mengatur pergaulan pria dan wanita secara rinci. Aturan ini berasal langsung dari Allah Taala, Sang Pencipta yang paling mengetahui sifat manusia. Sehingga aturan-Nya tak mungkin salah dan pastinya merupakan aturan terbaik bagi manusia. Negara di sistem Islam pun berfungsi sebagai periayah (pengurus) rakyat. Sehingga wajib mengurusi setiap kebutuhan dan masalah rakyatnya. Termasuk dalam urusan pergaulan.
Sistem Islam akan mengatur pemisahan (infishal) dalam setiap kegiatan pria dan wanita. Baik dalam kehidupan umum seperti di jalan raya, pasar, mal, sekolah, kampus, tempat wisata dan sebagainya. Maupun dalam kehidupan khusus seperti di rumah, kos-kosan, apartemen, asrama dan sebagainya. Negara pun melarang terjadinya interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tanpa alasan syar’i.
Selain itu, media yang bertanggung jawab menayangkan berita atau iklan dalam negeri pun akan mendapatkan pengontrolan khusus dari negara. Negara akan memberantas segala macam bentuk pornografi dan hal-hal yang membangkitkan syahwat. Seluruh masyarakat juga akan memperoleh pembinaan aqidah islam serta pendidikan secara gratis. Penguasa negara Islam telah menjamin ketersediaan pendidikan dan kesehatan serta keamanan bagi seluruh masyarakat.
Sistem pendidikan Islam akan meningkatkan ketakwaan individu, sehingga masyarakat akan memfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah. Kaum wanita pun mendapatkan perlindungan yang maksimal dan terjaga saat melaksanakan aktivitasnya. Jika ingin bekerja untuk menambah penghasilan keluarga, maka negara menyediakan lapangan pekerjaan khusus bagi wanita. Seperti menjadi pengajar, guru, dosen, perawat atau dokter.
Apabila setelah pelaksanaan aturan syariat masih tetap terjadi hal-hal seperti sextortion, meski kemungkinannya sangatlah kecil, maka pelaku akan menerima sanksi dari negara. Sanksi yang akan diberikan merupakan sanksi tegas yang akan berlaku tanpa pandang bulu, apa pun jabatan dan kedudukan si pelaku. Sanksi ini akan menjadi zawajir (memberikan efek jera kepada masyarakat untuk mencegah terulangnya hal tersebut) serta sebagai jawabir (penebus dosa si pelaku di hadapan Allah Taala). Wallahu’alam bisshawwab.