Mahasiswa Canberra Menguggat: Lawan Pembusukan Demokrasi!

Avatar photo

Porosmedia.com, Canberra –  Perkembangan dari tanah air selama beberapa hari terakhir ini semakin menguatkan tanda bahwa Indonesia tidak baik-baik saja. Sebagai mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Canberra, apa yang kami saksikan bukan hanya merisaukan tapi menunjukkan bahwa betapa terjadi pengkhianatan akan gagasan kemerdekaan Indonesia
yang selalu kita rayakan di bulan Agustus.

Apa yang diperlihatkan oleh DPR sebagai wakil rakyat yang secara aktif menolak mematuhi putusan MK adalah buah dari arogansi kekuasaan yang menolak dikoreksi.

Terlihat sekali betapa DPR mengkhianati mandatnya sebagai wakil rakyat untuk tunduk atas putusan MK, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak memberikan tafsir akan konstitusi.

Bahkan DPR juga dinilai tidak memberikan konsistensi sikap terhadap putusan MK, dengan sikap yang berbeda atas Putusan MK saat ini terkait Pilkada 2024 dengan Putusan MK terkait
batas usia Capres pada 2023 lalu. DPR melaju dengan revisi UU Pilkada dengan
mengabaikan suara pemilihnya yang bersuara kencang untuk #KawalPutusanMK malah justru menunjukkan penghambaannya pada kekuasaan.

Bukan suatu hal baru bahwa DPR dan Pemerintah setiap akhir masa jabatannya mengejar pengesahan berbagai RUU yang dengan kompleksitas tinggi dan mengabaikan kepentingan
orang banyak.

Di tahun 2014, Pemerintah dan DPR secara kilat mengesahkan revisi UU
Pilkada yang mengubah materi pemilihan tidak langsung. Publik bergerak turun ke jalan hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan revisi UU Pilkada tersebut.

Kemudian di tahun 2019, DPR dan Pemerintah secara kilat membahas dan mengesahkan revisi UU KPK yang membonsai KPK menjadi semata alat gebuk rezim.

Saat kami menuliskan pernyataan ini, seluruh penjuru tanah air memanas. Mahasiswa turun bersama seluruh elemen rakyat lainnya menggugat agar elit politik insaf dan kembali pada amanahnya setia pada cita Konstitusi.

Baca juga:  Penyuluh Kemitraan sebagai Solusi Pengawasan Kemitraan UMKM yang lebih Efektif

Syahwat kekuasaan yang diperlihatkan rezim menunjukkan kegagalan mereka sebagai pengelola negara dalam membatasi diri dan saling mengoreksi kekuasaan. Kita belajar dari sejarah bahwa rezim tidak pernah main-main dalam melanggengkan kekuasaannya.

Arogansi elit politik menjadikan mereka bagai penjajah dan kolonialis baru yang tak ragu mengganyang dan menumpahkan darah sesama anak bangsa demi kekuasaan.

Kami khawatir akan eskalasi kekerasan yang dipertontonkan rezim menghadapi publik yang mengekspresikan kekecewaannya di hari-hari mendatang.

Waktu dan jarak telah memisahkan raga kami sebagai mahasiswa rantau dengan dinamika yang terjadi di tanah air. Di Australia kami belajar berbagai bidang studi antara lain ekonomi, antropologi, kebijakan publik, regulasi, politik, lingkungan hingga sains berusaha
mempertanggungjawabkan pendidikan yang kami tempuh saat ini untuk menjadikan Indonesia lebih baik demi generasi penerus.

Nilai-nilai yang kita perjuangkan sebagai
bangsa bukan ditentukan oleh mereka yang berkuasa sebagai elit melainkan oleh kami dari Sabang sampai Merauke termasuk yang berada jauh di rantau seperti kami

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kami mendesak agar:

1. Pertobatan semesta elit politik dari mengkhianati rakyat. Batalkan pengesahan RUU Pilkada dan tunduk pada putusan MK 60/PUU-XXII/2024. Tunjukkan mutu sebagai pengelola negara yang amanah dan mengedepankan kepentingan publik.

2. Hukum elit politik dengan boikot pilkada bila menolak tunduk pada putusan MK 60/XII/2024. Tontonan dari elit politik hendaknya memperkuat solidaritas seluruh elemen publik karena kita dan generasi mendatang yang menanggung keserakahan mereka akan kekuasaan.

3. Lindungi ruang publik dari kekerasan. Ekspresi politik adalah hak yang dijamin
konstitusi oleh karena itu hendaknya aparat keamanan melindungi dari kekerasan serta menjamin hak warga ketika menjalankan hak tersebut.

Baca juga:  Disporaparbud Purwakarta Gelar Serah Terima Jabatan Sekretaris

4. Perbaiki sistem demokrasi Indonesia. Seluruh perwakilan rakyat dan pejabat yang mendapatkan amanah rakyat perlu memperbaiki tata kelola hukum dan institusi kita agar mengembalikan amanah Konstitusi Indonesia sebagai negara hukum.

 

Canberra, 22 Agustus 2024
TTD – Mahasiswa Indonesia di Canberra
1. Dio Ashar Wicaksana (Phd Candidate School of Regulation and Global Governance
ANU)
2. Gita Putri Damayana (Phd Candidate School of Regulation and Global Governance
ANU)
3. Theodora Putri (Phd Candidate School of Regulation and Global Governance ANU)
4. Aristyo Darmawan (Phd Candidate School of Regulation and Global Governance
ANU)
5. Riandy Laksono (Phd Candidate – Crawford School of Public Policy ANU)
6. Nava Nuraniyah (Phd Candidate Coral Bell School of Asia Pacific Affairs ANU)
7. Sita Dewi (Phd Candidate Coral Bell School of Asia Pacific Affairs ANU)
8. Vania Budianto (Phd Candidate – Crawford School of Public Policy ANU)
9. Anita Wahid (Phd Candidate School of Culture, History and Language ANU)
10.Dinda Ayu Maharani (Master – College of Business and Economics)
11.Militcyano Samuel Sapulette (Master – College of Business and Economics)
12.Dyah Ayu Kartika (Phd Candidate Coral Bell School of Asia Pacific Affairs ANU)
13.Hali Aprimadya (Phd Candidate)
14.Arumdriya Putri (Master – Crawford School of Public Policy)
15.Pyan Muchtar (PhD Candidate ANU – Crawford School of Public Policy)
16.Aisyah DM (PhD Candidate School of System Computing UNSW)
17. Teguh Ilham (PhD Candidate School of Humanities and Social Science UNSW)
18. Fadhila Inas Pratiwi (PhD Candidate School of Humanities and Social Science
UNSW)
19. Syifa Asatyas (Master School of Engineering and Technology UNSW)
20. Fera Kusuma Wardani (Master School of Linguistic ANU)
21. Abdulloh (Master – Crawford School of Public Policy ANU)
22. Amelinda Kusumaningtyas (Master – School of Regulation and Global Governance
ANU)
23. Rhemawati Wijaya (Master – Crawford School of Public Policy ANU)
24. Asrul Sidiq (PhD Candidate Crawford School of Public Policy ANU)
25. Yosephine Uliarta (Master – Crawford School of Public Policy ANU)
26. Rifqy Tenribali Eshanasir (Master of International Law and Diplomacy, ANU)
27. Diptya Hanindyojati (Master of Economic Policy, ANU)
28. Febrina Posumah (Bachelor of Laws, UC)
29. Dimas Rabbani (Master – Crawford School of Public Policy ANU)
30. F.X. Lilik Dwi Mardjianto (PhD Candidate in News and Media, University of Canberra)
31. Muhammad Al Ikhlas (Master of International Law and Diplomacy Studies, Coral Bell School of Asia Pacific Affairs, ANU)
32. Rani Dwi Putri (Master – School of Culture, History and Language ANU)
33. Deisya Alhamid (PhD Candidate – ANU College of Business & Economics)
34. Waliyadin (PhD Student in Education Faculty, University of Canberra)
35. Mutiara Indriani (Phd Candidate School of Regulation and Global Governance ANU)
36. Lolita Moorena (PhD Candidate College of Business and Economics ANU)
37. Aryanie Amellina (PhD Candidate – Fenner School of Environment and Society)
38. Sorang Saragih ((Phd Candidate Coral Bell School of Asia Pacific Affairs ANU)