Lewat Fasilitas RDF Cicukang Holis, Bandung Klaim Tak Lagi Kirim Sampah ke TPA: Solusi Tuntas atau Sekadar Euforia?

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Pemerintah Kota Bandung kembali meluncurkan langkah strategis dalam penanganan sampah melalui operasional penuh fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF) di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Cicukang Holis, Kecamatan Bandung Kulon. Fasilitas yang dibangun atas hibah Kementerian PUPR ini diklaim mampu mengolah 60–65 ton sampah per hari dan menjadi solusi untuk menghentikan pengiriman sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyampaikan bahwa RDF Cicukang Holis akan menjadi titik balik sistem pengelolaan sampah di perkotaan. “Seluruh residu yang masuk ke sini akan diproses sampai tuntas, tanpa ada yang dibuang lagi ke TPA,” ujarnya usai peninjauan fasilitas pada 15 Juni 2025 lalu.

Fasilitas RDF ini memiliki dua unit utama: RDF HC2 berkapasitas 50 ton dan satu unit awal berkapasitas 10–15 ton per hari. Kedua unit tersebut akan memproses sampah domestik dari warga serta residu TPST Tegallega dan Nyengseret. Selain itu, RDF Cicukang dilengkapi unit pirolisis untuk pembakaran residu non-RDF dengan metode ramah lingkungan.

Baca juga:  Pejabat Tinggi Pemkot Bandung Jalani Tes Kesehatan Fisik dan Psikologi

Meski konstruksi fisik telah rampung, sejumlah pihak menilai klaim zero waste to landfill masih membutuhkan pembuktian teknis dan konsistensi operasional. Dengan komposisi sampah yang sangat beragam – dari limbah rumah tangga hingga tekstil – efektivitas proses pemilahan dan pencucian menjadi titik krusial keberhasilan.

“Dari sini terlihat bahwa pendekatan holistik pengolahan sampah bisa diterapkan di kota-kota besar. Tapi perlu disiplin dalam proses agar tak ada penumpukan lebih dari 24 jam,” ungkap Farhan. Pernyataan ini secara tidak langsung mengakui bahwa keberhasilan RDF bukan semata soal infrastruktur, melainkan juga manajemen waktu dan disiplin distribusi.

Dalam tinjauan fasilitas, juga terlihat sistem penimbangan sampah, penampungan air bersih untuk operasional, dan zona penerimaan sampah dengan campuran material beragam – termasuk limbah tekstil, plastik, dan organik. Di sinilah tantangan sesungguhnya dimulai: konsistensi pemilahan dan efisiensi pengolahan untuk menghasilkan bahan bakar alternatif yang benar-benar layak.

Fasilitas RDF ini memang digadang sebagai tonggak kebijakan pengurangan sampah ke TPA, bahkan menuju zero waste to landfill. Namun sejumlah catatan penting masih perlu diawasi: kapasitas aktual dibandingkan beban harian Kota Bandung yang mencapai lebih dari 1.500 ton, skema integrasi dengan sistem transportasi sampah, serta dampak ekologis dari penggunaan RDF sebagai bahan bakar.

Baca juga:  Tidak Terbukanya Eksploitasi Lingkungan Ancam Kawasan Tatar Sunda

Bukan mustahil RDF menjadi solusi jangka panjang bagi Kota Bandung, tetapi keberhasilannya bergantung pada tata kelola, pelibatan publik, transparansi data operasional, dan komitmen lintas dinas. Jika tidak, RDF Cicukang bisa berakhir hanya sebagai monumen teknokratis yang tidak menyentuh akar krisis sampah di kota ini.