Porosmedia.com, Depok – Meningkatnya kekhawatiran publik atas isu kekerasan di lingkungan pendidikan, sekelompok alumni SMP Negeri 3 Depok bersama Ikatan Keluarga Besar Alumni SMPN 3 (Ikabento) mendatangi sekolah almamater mereka, Senin (26/5/2025). Kunjungan ini bukan sekadar nostalgia, tapi sebagai aksi moral menyikapi dugaan kasus pelecehan yang menyeret nama seorang oknum pelatih ekstrakurikuler.
Dipimpin Guntur sebagai koordinator lapangan dan H. Hamzah selaku Ketua Umum Ikabento, pertemuan yang berlangsung selama hampir dua jam itu dihadiri Kepala Sekolah Etty Kuswandarini, sejumlah guru, perwakilan alumni, serta pengurus Ikabento. Pertemuan berlangsung tertutup namun penuh intensitas, menandai keseriusan semua pihak dalam menyikapi insiden yang telah mengguncang citra sekolah.
Dalam pernyataan resminya, H. Hamzah menyampaikan keprihatinan mendalam. Ia menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi momentum korektif bagi dunia pendidikan, tidak hanya di SMPN 3 tetapi di seluruh Kota Depok.
“Insya Allah, ini menjadi momentum pembelajaran agar ke depan sekolah-sekolah menjadi tempat yang nyaman, tanpa kekerasan dan pelecehan. Kami akan dorong Dinas Pendidikan untuk memperkuat pembinaan kepada guru dan siswa,” tegasnya.
H. Hamzah, yang juga anggota DPRD Kota Depok, menyatakan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, sembari membuka jalur advokasi hukum gratis bagi semua pihak yang memerlukan—baik korban maupun terduga pelaku—dalam rangka menjamin proses hukum yang adil dan transparan.
Di sisi lain, Kepala Sekolah Etty Kuswandarini tampil terbuka dan reflektif. Ia tidak menyangkal bahwa kejadian ini menjadi pukulan bagi nama baik institusi pendidikan yang dipimpinnya. Namun Etty justru menjadikan momen ini sebagai titik awal untuk perbaikan menyeluruh.
“Kami turut prihatin dan memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kekhilafan, baik dari saya pribadi maupun guru-guru kami. Semoga ini menjadi titik awal untuk kami terus melakukan refleksi dan perbaikan ke depan,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut, pihak sekolah juga membeberkan kronologi dan klarifikasi terkait laporan yang beredar, sembari menyampaikan kesiapan untuk bekerja sama dalam proses pemeriksaan lanjutan oleh pihak berwenang.
Selain isu kekerasan, diskusi juga menyentuh persoalan klasik tapi krusial: kurangnya tenaga pengajar di SMPN 3 Depok. Kondisi ini dianggap sebagai salah satu penyebab turunnya kualitas pendidikan, sekaligus membuka ruang bagi kerentanan sistemik, termasuk lemahnya pengawasan terhadap kegiatan siswa di luar jam pelajaran.
Ikabento menyatakan akan membawa aspirasi ini ke meja birokrasi, agar pemerintah memberi perhatian serius dan segera menindaklanjuti kebutuhan dasar sekolah-sekolah negeri.
Pertemuan ini ditutup dengan kesepahaman bersama: bahwa perlindungan anak harus menjadi prioritas utama dunia pendidikan. Alumni dan pengurus Ikabento menyatakan kesiapannya untuk terus mengawal pembinaan karakter siswa, peningkatan kualitas guru, serta mendorong lahirnya sistem pengawasan yang efektif dan partisipatif.
Guntur, mewakili alumni angkatan 41, menegaskan bahwa kehadiran mereka bukan untuk menyudutkan, melainkan merangkul pihak sekolah agar tidak berjalan sendiri dalam proses pemulihan institusi.
“Kami di sini bukan untuk menghakimi, tapi untuk bergandengan tangan. Karena sekolah bukan hanya milik guru dan murid hari ini, tapi juga warisan kami sebagai alumni. Kita harus jaga bersama,” katanya.