Porosmedia.com, Bandung – Orientasi bukan sekadar formalitas. Demikian penekanan Ketua DPRD Kota Bandung, H. Asep Mulyadi, S.H., saat membuka Orientasi Pengenalan Nilai dan Etika bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Pemkot Bandung. Acara yang digelar di Hotel Grandia, Selasa (10/6/2025), diikuti 153 peserta yang baru saja bergabung dalam struktur ASN Kota Bandung.
Namun, di balik pidato seremonial itu, terselip pesan penting: kualitas pelayanan publik tak akan membaik hanya karena seragam ASN, tetapi harus dibarengi mentalitas kerja, etika, dan adaptasi terhadap perubahan zaman.
“Kami berharap orientasi ini diperhatikan, diresapi, dan diamalkan pada kerja-kerja ke depan. Jangan hanya datang, duduk, lalu kembali tanpa transformasi. Jadikan ini bagian dari penguatan dalam pelayanan kepada masyarakat,” tegas Asep Mulyadi.
Pernyataan itu seolah menyasar fakta klasik birokrasi kita: orientasi dan pelatihan sering kali hanya menggugurkan kewajiban administratif, bukan membentuk karakter pelayan publik. Asep secara eksplisit mengingatkan bahwa PPPK bukan sekadar status pegawai kontrak dengan gaji tetap, tetapi garda terdepan yang ikut menentukan wajah Pemkot Bandung di mata publik.
Asep juga menyinggung tantangan di era digital. Dalam birokrasi yang masih kerap terjebak pola lama, keterampilan teknis dan etika kerap tertinggal dibanding kecepatan teknologi. Di sinilah peran PPPK diuji: apakah mereka akan mengikuti irama zaman, atau justru menjadi bagian dari beban sistem.
“Kalau tidak mampu mengikuti perkembangan zaman, maka akan tergeser. Etika dan profesionalitas bukan pilihan, tapi keharusan,” katanya.
Dalam konteks ini, Asep tidak hanya menasihati peserta, tapi juga menyentil Pemkot Bandung yang belakangan kerap dikritik atas lambannya reformasi layanan publik, mulai dari perizinan hingga transparansi anggaran.
Banyak pihak menilai keberadaan PPPK belum sepenuhnya optimal. Masih ada keluhan terkait ketimpangan beban kerja, kejelasan jenjang karier, hingga dominasi struktural ASN tetap terhadap para PPPK. Jika tidak dikelola dengan adil, kondisi ini berpotensi melemahkan semangat kerja mereka.
Asep pun berupaya membangun semangat baru dengan memberikan pesan personal.
“Selamat menjadi bagian dari ASN Kota Bandung. Jadikan orientasi ini sebagai awal komitmen untuk bekerja loyal, profesional, dan disiplin,” ucapnya.
Namun publik menanti lebih dari sekadar ucapan. Mereka ingin melihat orientasi ini benar-benar membentuk karakter aparatur yang jujur, adaptif, dan berpihak pada masyarakat — bukan yang sekadar hadir dan menunggu perintah.
Jika orientasi ini akan menjadi pemicu perbaikan pelayanan publik, maka monitoring implementasi nilai-nilai yang diajarkan wajib dilakukan. Bukan hanya PPPK yang dituntut beretika, tetapi juga para pejabat senior dan sistem birokrasi di atasnya. Tanpa hal itu, orientasi hanya akan menjadi rutinitas tahunan yang tak menyentuh akar masalah: budaya kerja yang stagnan dan resistensi terhadap perubahan.