Porosmedia.com, Bandung — Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memangkas dana bantuan keuangan (bankeu) sebesar Rp1,7 triliun untuk 27 kabupaten/kota memicu gelombang kritik dan kekhawatiran dari berbagai kalangan. Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono, secara tegas meminta Gubernur Dedi Mulyadi mengembalikan dana yang dicoret tersebut, dengan menilai keputusan itu tidak partisipatif dan bertentangan dengan hasil musyawarah sebelumnya.
Menurut Ono, pemangkasan itu berdampak langsung pada terhambatnya program-program strategis daerah, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan. Ia menilai langkah ini diambil secara sepihak, tanpa proses konsultasi yang memadai, dan hanya menjadikan Musrenbang sebagai agenda seremonial.
Beberapa daerah mengalami penurunan drastis. Kabupaten Cirebon, misalnya, hanya memperoleh Rp24 miliar dari rencana awal Rp143 miliar. Sementara Kabupaten Garut, yang sebelumnya dialokasikan Rp189 miliar, kini hanya menerima Rp38 miliar.
Pemerintah Provinsi beralasan, keputusan ini dilatarbelakangi kondisi fiskal yang menantang dan kebutuhan untuk menjaga stabilitas anggaran. Namun, para kepala daerah menilai bahwa langkah tersebut justru menambah beban dan menimbulkan ketidakpastian dalam perencanaan pembangunan lokal.
Pengamat kebijakan publik, Dr. Satria Nugraha dari Universitas Padjadjaran, menekankan pentingnya transparansi dan dialog antara pemerintah provinsi dan daerah. Ia menyarankan agar Pemprov menyediakan skema kompensasi atau prioritas baru yang disusun secara terbuka.
Sementara itu, kritik dari DPRD Jabar menyoroti lemahnya sistem perencanaan anggaran dan mendesak evaluasi total terhadap kebijakan fiskal provinsi. Mereka mengingatkan bahwa keputusan-keputusan sepihak dapat mengikis kepercayaan publik dan merusak sinergi antarpemerintahan.
Dalam situasi ini, publik menanti komitmen Pemprov untuk menjelaskan arah kebijakan ke depan. Apakah pemangkasan ini akan diimbangi dengan tata kelola anggaran yang lebih akuntabel, atau justru menjadi preseden negatif dalam hubungan pusat-daerah di tingkat provinsi?
Yang jelas, ke depan, Pemprov Jabar dituntut untuk tidak hanya mengejar efisiensi, tetapi juga memastikan keadilan fiskal dan pelibatan publik secara menyeluruh dalam setiap proses perencanaan anggaran.