KBB di Ambang Krisis Kepercayaan: Pemerintahan Jeje Terancam Mosi Tidak Percaya

Avatar photo

Oleh: Wempy Syamkarya (Pemerhati Kebijakan Publik dan Politik)

Porosmedia.com — Kabupaten Bandung Barat (KBB) tengah menjadi sorotan tajam publik. Badai ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan Bupati Bandung Barat saat ini adalah Jeje Ritchie Ismail alias Kang Jeje terus menguat, baik dari kalangan masyarakat sipil maupun elite politik lokal. Padahal, Jeje baru saja mengemban amanah sebagai Bupati definitif melalui proses demokrasi yang sah dan penuh harapan dari rakyat Bandung Barat.

Namun, baru seumur jagung menjabat, Bupati Jeje justru dihadapkan pada gelombang ketidakpuasan yang makin hari kian membesar. Dari stagnasi pembangunan, kemerosotan arah kebijakan ekonomi, hingga absennya komunikasi publik yang jelas, semua menjadi deretan problem akut yang belum dijawab oleh kepemimpinannya.

Ketika Elite Politik Bungkam, Rakyat Terabaikan

Ironisnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) KBB justru terkesan pasif dan kehilangan posisi sebagai penyeimbang kekuasaan. Alih-alih menjadi mitra kritis sekaligus pengawas kebijakan eksekutif, DPRD KBB terjebak dalam tarik-ulur kepentingan politik yang tak kunjung membawa solusi. Koalisi pengusung Jeje pun tampak kehilangan arah, tak menunjukkan dukungan strategis yang nyata. Di sisi lain, rival politik terus bermain di balik layar, membayangi langkah Bupati dengan narasi kelemahan dan ketidaksiapan memimpin.

Baca juga:  Ketika Tuhan yang sama Diseru dari Dua Sisi Senjata

Jika situasi ini terus berlanjut, tak menutup kemungkinan munculnya mosi tidak percaya dari publik maupun lembaga legislatif. Ini menjadi preseden buruk bagi iklim demokrasi dan stabilitas pemerintahan daerah. Pemerintahan tanpa legitimasi sosial akan lumpuh dan kehilangan arah, sementara rakyat tetap terjebak dalam problem klasik: ketimpangan ekonomi, minimnya pembangunan, dan stagnasi pelayanan publik.

Jeje Harus Bergerak Cepat, atau Dipaksa Mundur?

Saat ini, yang dibutuhkan bukan sekadar narasi politik populis, tetapi tindakan nyata yang menyentuh akar persoalan. Bupati Jeje harus segera turun langsung ke masyarakat, mendengar keluh-kesah mereka, dan memetakan masalah secara konkret dari hulu ke hilir. Langkah strategis dan kolaboratif perlu dirancang, terutama dengan partai politik pengusungnya, untuk merumuskan peta jalan pemulihan daerah.

Jangan menunggu gejolak menjadi ledakan sosial. Bila suara publik yang kecewa terus diabaikan, bukan tidak mungkin gelombang desakan untuk mengundurkan diri akan semakin membesar. Apalagi sudah mulai muncul rumor liar yang menyebut bahwa masa depan Jeje sebagai kepala daerah sedang berada di ujung tanduk.

Baca juga:  Chengdu “Battle Proven”: Pergeseran Kiblat Teknologi Pertahanan Udara Dunia ke Tiongkok?

KBB Butuh Kepemimpinan Visioner, Bukan Figur Seremonial

Rakyat Bandung Barat tidak butuh pemimpin simbolik, apalagi yang hanya hadir saat kamera menyala. Mereka butuh sosok yang peka, responsif, dan berani mengambil keputusan sulit demi kepentingan umum. Seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh-tokoh KBB, harus mulai merenung: mau dibawa ke mana arah pemerintahan KBB ke depan?

Jangan sampai kekacauan birokrasi dan lemahnya kepemimpinan dijadikan sebagai standar baru yang diterima begitu saja. KBB punya potensi besar, tetapi tanpa arah yang jelas dan komitmen politik yang kuat, potensi itu hanya akan jadi slogan kosong dalam dokumen perencanaan.

Bandung Barat tengah berada di persimpangan sejarah: apakah akan bangkit dengan reformasi kepemimpinan, atau terjerumus ke dalam kubangan krisis kepercayaan? Jawabannya tergantung pada keberanian pemimpinnya untuk berubah, dan kesadaran publik untuk terus mengawal.

Semoga situasi ini menjadi pelajaran mahal bagi seluruh pemangku kepentingan di KBB. Karena demokrasi bukan hanya tentang terpilih, tetapi tentang menjalankan amanah dengan jujur dan bertanggung jawab.

Baca juga:  Minggu Penuh Suka Cita, Satgas Yonif 641/Bru Laksanakan Ibadah Bersama Warga Di Gereja GKI Distrik Bolakme