Oleh : Anto Ramadhan [Praktisi Media]
Porosmedia.com, Bandung – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengatakan bahwa menyampaikan informasi langsung melalui media sosial (Medsos) adalah langkah yang lebih efisien karena tidak memerlukan kerja sama dengan media konvensional.
Pernyataan Dedi dalam pidatonya di hadapan mahasiswa Universitas Pakuan (Unpak) Bogor, sebagaimana diunggah melalui kanal YouTube UNPAK TV, pada Selasa, 24 Juni 2025, langsung menuai banyak kecaman di kalangan media di Jabar.
Media zonaliterasi.id mengangkat isu ini dengan judul ” Gubernur Dedi Mulyadi Bilang tak Perlu Kerjasama dengan Media Konvensional, Medsos Lebih Efisien”. Isi beritanya menampilkan pandangan pakar komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Nurudin.
Dalam penelitian berjudul “Sinergi Media dan Pemerintah dalam Mewujudkan Good Governance” (Jurnal Ilmu Komunikasi, 2018), Nurudin menulis, kerjasama antara media massa dan pemerintah bukan semata-mata soal anggaran, melainkan wujud transparansi dan akuntabilitas.
“Media memiliki mekanisme kontrol yang tidak dimiliki media sosial. Berita melewati proses verifikasi, editing, dan tanggung jawab redaksi,” tulis Nurudin.
Media terkenal.co.id menulis judul “Dedi Mulyadi Sebut Tak Perlu Kerjasama dengan Media, JMSI Jabar: Gagal Menjaga Demokrasi ‘Keterlaluan’ ! .
Media ini mengangkat “keresahan” ketua JMSI Jabar, Sony Fitrah Ferizal terhadap pernyataan kontroversi Dedi Mulyadi. Sony menyebutkan Dedi bisa dianggap menabrak semangat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menegaskan fungsi pers sebagai pilar demokrasi sekaligus kontrol sosial.
Dia menilai pernyataan sang gubernur sah-sah saja jika diucapkan sebagai opini pribadi, namun “keterlaluan” bila disampaikan dalam kapasitas pejabat publik, terlebih di forum resmi.
Di mata Sony, seorang gubernur—perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah—wajib menjamin kemerdekaan pers, bukan menegasikan keberadaannya.
Sony mengurai landasan hukumnya secara lugas. Pasal 3 ayat 1 UU Pers menegaskan pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Ketika Dedi Mulyadi mengklaim pers tak lagi diperlukan, ia otomatis mengabaikan fungsi kontrol sosial—poin krusial bagi check and balance kekuasaan—serta melanggar roh pasal tersebut. Lebih jauh, Pasal 4 ayat 3 menegaskan hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Seperti diketahui, Dedi Mulyadi telah melontarkan penyataan kontroversi seputar media konvensional, telah menimbulkan keresahan di kalangan ihsan Pers di Jawa Barat, sehingga memunculkan reaksi dari berbagai media dengan beragam judul berita.
Jagat Pers mendadak “geunjleung” akibat pernyataan Dedi Mulyadi yang kontroversial.
Media bandungoke.com menulis judul “JMSI Jabar Kritik Dedi Mulyadi, Gubernur Jangan Asal Nyampah soal Pers! “.
Media seputarnews.com memuat judul:
“JMSI Jabar Menyayangkan Pernyataan Dedi Mulyadi Yang Sepelekan-Peran Pers di Jawa Barat ”
Media sekitarkita.id membuat judul : “Tak Butuh Media, JMSI Jabar Menilai Pernyataan Dedi Mulyadi Ciderai Insan Pers ”
Media jabarbicara.com menulis judul :
“Sepelekan Peran Pers di Jawa Barat, JMSI Sebut Pernyataan Dedi Mulyadi “Keterlaluan” Bila Disampaikan dalam Kapasitas Pejabat Publik”
Media erasumbu.com menulis judul :”Gubernur Jabar Sebut Tak Butuh Pers, JMSI: Itu Langgar UU Pers”
Media