Ilmuwan Indonesia Keluarkan Peringatan Keras tentang Manipulasi Politik dalam Pemerintahan

Sains untuk Demokrasi, Demokrasi untuk Sains

Avatar photo

Porosmedia.com — Ikatan Ilmuwan Analisis Yogi menggarisbawahi masalah yang lebih luas tentang inkonsistensi dan oportunisme dalam praktik legislatif, yang menurutnya merugikan integritas struktural negara. Dengan membiarkan kandidat tertentu yang sebelumnya tidak dapat maju sekarang lolos di bawah aturan yang dimanipulasi, tindakan DPR mencerminkan kurangnya konsistensi dalam penerapan undang-undang, sehingga mengikis kepercayaan pada lembaga legislatif dan yudikatif.

Dalam seruan mereka untuk bertindak, I-4 menuntut kepatuhan segera terhadap proses konstitusional untuk menjaga kepercayaan publik dan pemerintahan yang menghormati prinsip-prinsip ilmiah dan demokrasi. Mereka mengadvokasi untuk meningkatkan sistem demokrasi dan prinsip-prinsip supremasi hukum untuk mencerminkan nilai-nilai akurasi, transparansi, dan akuntabilitas yang dihargai dalam komunitas ilmiah.

Associate Professor Sitti Maesuri Patahuddin, seorang pakar pendidikan terkemuka, Managing Director I-4 untuk Australia dan Selandia Baru, dan Koordinator Klaster Ilmiah I-4 bidang Ilmu Sosial dan Humaniora, juga menyatakan keprihatinannya mengenai perkembangan politik baru-baru ini di Indonesia, dengan menyatakan: “Sangat penting untuk disadari bahwa memanipulasi hukum agar cocok dengan kepentingan tertentu bukan hanya merusak dasar demokrasi kita, tetapi juga menghalangi diskusi kritis yang esensial untuk kemajuan ilmiah.

Kita harus memastikan bahwa struktur tata kelola kita menunjukkan prinsip-prinsip transparansi dan integritas yang menjadi pondasi demokrasi dan penyelidikan ilmiah.”

Dr. Patahuddin lebih lanjut menguraikan implikasi spesifik pada sektor pendidikan: “Pengikisan prinsip-prinsip demokrasi dapat mengarah pada kebijakan pendidikan yang kurang transparan dan kurang inklusif, yang pada akhirnya menghambat kemajuan ilmiah dan akademik. Ketika pembuat kebijakan lebih mengutamakan agenda politik daripada bukti empiris, kualitas pendidikan pun terganggu.

Hal ini berdampak pada berbagai aspek, mulai dari pengembangan kurikulum hingga otonomi guru dan prestasi siswa. Oleh karena itu, sangat penting bahwa reformasi pendidikan kita harus mendorong budaya penyelidikan yang kritis dan menghormati nilai-nilai keterbukaan dan keadilan, yang merupakan dasar dari penyelidikan ilmiah dan keterlibatan dalam proses demokrasi.”

IARNA-Indonesian Academic & Researchers Network, yang berbasis di Australia, juga berbagi keprihatinan tentang peristiwa di atas. Salut Muhidin, PhD, pakar demografi dari Universitas Macquarie dan koordinator IARNA di Sydney serta anggota I4, menyuarakan kekhawatirannya. Dia berkomentar, “Sebagai anggota diaspora dan akademisi global asal Indonesia, saya sangat terganggu dengan kondisi demokrasi kita saat ini.

Baca juga:  Dalam Sosialisasi Perijinan, Aplikasi SIMBG Dipraktekkan Ke Seluruh Undangan

Sangat mengecewakan melihat ambisi politik mendominasi nilai-nilai inti seperti meritokrasi dan ketekunan, yang pada akhirnya melemahkan integritas serta fungsionalitas lembaga demokrasi kita. Kita harus memastikan bahwa proses demokrasi kita lebih mengutamakan pencapaian berbasis prestasi, bukan sekadar kepentingan politik.”

Pernyataan I-4, yang diperkuat oleh pandangan dari anggota seperti Yogi Vidyattama, Sitti Patahuddin, dan Salut Muhidin, menegaskan pentingnya hubungan antara penelitian ilmiah yang mendalam dan pemerintahan demokrasi yang baik. Laporan ini mengajak semua pihak terkait untuk memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tempat untuk berpikir dan berinovasi secara bebas, serta mendukung suasana politik yang membantu, bukan menghalangi, kemajuan nasional.

Peringatan keras terhadap tindakan DPR Indonesia baru-baru ini, yang mereka anggap sebagai penyimpangan dari fondasi demokrasi Indonesia. Di tengah kekhawatiran yang meningkat, para ilmuwan I-4 menggunakan platform mereka untuk mengadvokasi kepatuhan konstitusional, transparansi pemilu, dan perlindungan kebebasan intelektual.

“Kami menekankan bahwa asosiasi kami konsisten mengikuti perkembangan di Indonesia dengan kepedulian dan komitmen yang mendalam,” ujar Associate Professor Fatwa Firdaus Abdi, Ketua I-4 2024 – 2026. “Mengingat tindakan yang diambil oleh DPR baru-baru ini, kami telah mengumpulkan masukan dari anggota kami dan menerbitkan pernyataan melalui media sosial kami. Kami bersatu dalam dedikasi kami terhadap integritas demokrasi dan prinsip-prinsip supremasi hukum yang mendasari pemerintahan Indonesia.”

Inti dari kritik I-4 adalah argumen oleh Yogi Vidyattama, seorang Associate Professor di School of Politics, Economics and Society University of Canberra dan anggota asosiasi, yang menawarkan perspektif bernuansa tentang kontroversi baru-baru ini seputar keputusan ambang batas pemilu oleh DPR.

Menurut Yogi permasalahan yang ada bukanlah bahwa DPR menganulir Keputusan MK soal ambang batas pencalonan pilkada. Namun lebih bahwa hukum bisa dimainkan dengan mudah untuk mengakomodasi kepentingan pihak-pihak tertentu.

Ambang batas pencalonan eksekutif di Tingkat daerah (sub nasional) memiliki pro-kontra masing-masing. Ketidakadaan ambang batas seringkali membuat pemerintahan lokal menjadi terpecah (divided governance) yang seringkali membuat jalannya pemerintahan terutama penetapan anggaran terganggu. Ini sering membuat keterlambatan penerapan anggaran karena eksekutif dan legislatif saling memblok penetapan anggaran.

Baca juga:  Pengurus KONI Kota Cimahi Dilantik Dan Dikukuhkan Oleh Ketua Umum KONI Jawa Barat

Yogi menjelaskan bahwa “ambang batas pencalonan bisa membuat kandidat menjadi tidak bebas dan terikat ke partai politik tertentu. Ini tentunya bisa menjadi konflik kepentingan untuk partai politik yang bercokol di DPR karena partai politik daerah merupakan cabang partai politik pusat.”

Lebih lanjut, Yogi menjelaskan bahwa berbagai penelitian di Indonesia telah menunjukkan bahwa perilaku politik lokal sering menyimpang dari partai politik yang mensponsori kandidat. Dia mengutip penelitian oleh Sugiyarto, yang menunjukkan bahwa kepentingan individu dan kelompok bisnis sering menghambat keputusan anggaran, menciptakan kebuntuan anggaran bahkan di dalam partai yang sama.

Demikian pula, penelitian Muhtadi menyoroti bahwa makelar politik seringkali memainkan peran yang lebih kritis daripada partai politik itu sendiri sebagai kendaraan untuk kegiatan politik di daerah. Temuan ini menantang alasan bahwa ambang batas pencalonan mencegah pemerintahan yang terpecah dan menunjukkan bahwa mereka tidak selalu mengekang pengaruh partai politik pusat atas entitas regional.

Analisis Yogi menggarisbawahi masalah yang lebih luas tentang inkonsistensi dan oportunisme dalam praktik legislatif, yang menurutnya merugikan integritas struktural negara. Dengan membiarkan kandidat tertentu yang sebelumnya tidak dapat maju sekarang lolos di bawah aturan yang dimanipulasi, tindakan DPR mencerminkan kurangnya konsistensi dalam penerapan undang-undang, sehingga mengikis kepercayaan pada lembaga legislatif dan yudikatif.

Dalam seruan mereka untuk bertindak, I-4 menuntut kepatuhan segera terhadap proses konstitusional untuk menjaga kepercayaan publik dan pemerintahan yang menghormati prinsip-prinsip ilmiah dan demokrasi. Mereka mengadvokasi untuk meningkatkan sistem demokrasi dan prinsip-prinsip supremasi hukum untuk mencerminkan nilai-nilai akurasi, transparansi, dan akuntabilitas yang dihargai dalam komunitas ilmiah.

Associate Professor Sitti Maesuri Patahuddin, seorang pakar pendidikan terkemuka, Managing Director I-4 untuk Australia dan Selandia Baru, dan Koordinator Klaster Ilmiah I-4 bidang Ilmu Sosial dan Humaniora, juga menyatakan keprihatinannya mengenai perkembangan politik baru-baru ini di Indonesia, dengan menyatakan: “Sangat penting untuk disadari bahwa memanipulasi hukum agar cocok dengan kepentingan tertentu bukan hanya merusak dasar demokrasi kita, tetapi juga menghalangi diskusi kritis yang esensial untuk kemajuan ilmiah.

Baca juga:  Upaya Pemkot Tangsel Tingkatkan Penanganan Sampah, Fokus Kurangi Emisi Zat Rumah Kaca

Kita harus memastikan bahwa struktur tata kelola kita menunjukkan prinsip-prinsip transparansi dan integritas yang menjadi pondasi demokrasi dan penyelidikan ilmiah.”

Dr. Patahuddin lebih lanjut menguraikan implikasi spesifik pada sektor pendidikan: “Pengikisan prinsip-prinsip demokrasi dapat mengarah pada kebijakan pendidikan yang kurang transparan dan kurang inklusif, yang pada akhirnya menghambat kemajuan ilmiah dan akademik. Ketika pembuat kebijakan lebih mengutamakan agenda politik daripada bukti empiris, kualitas pendidikan pun terganggu.

Hal ini berdampak pada berbagai aspek, mulai dari pengembangan kurikulum hingga otonomi guru dan prestasi siswa. Oleh karena itu, sangat penting bahwa reformasi pendidikan kita harus mendorong budaya penyelidikan yang kritis dan menghormati nilai-nilai keterbukaan dan keadilan, yang merupakan dasar dari penyelidikan ilmiah dan keterlibatan dalam proses demokrasi.”

IARNA-Indonesian Academic & Researchers Network, yang berbasis di Australia, juga berbagi keprihatinan tentang peristiwa di atas. Salut Muhidin, PhD, pakar demografi dari Universitas Macquarie dan koordinator IARNA di Sydney serta anggota I4, menyuarakan kekhawatirannya. Dia berkomentar, “Sebagai anggota diaspora dan akademisi global asal Indonesia, saya sangat terganggu dengan kondisi demokrasi kita saat ini.

Sangat mengecewakan melihat ambisi politik mendominasi nilai-nilai inti seperti meritokrasi dan ketekunan, yang pada akhirnya melemahkan integritas serta fungsionalitas lembaga demokrasi kita. Kita harus memastikan bahwa proses demokrasi kita lebih mengutamakan pencapaian berbasis prestasi, bukan sekadar kepentingan politik.”

Pernyataan I-4, yang diperkuat oleh pandangan dari anggota seperti Yogi Vidyattama, Sitti Patahuddin, dan Salut Muhidin, menegaskan pentingnya hubungan antara penelitian ilmiah yang mendalam dan pemerintahan demokrasi yang baik. Laporan ini mengajak semua pihak terkait untuk memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tempat untuk berpikir dan berinovasi secara bebas, serta mendukung suasana politik yang membantu, bukan menghalangi, kemajuan nasional.