Budaya  

Garut Pesisir Dicanangkan Tangguh Bersih Narkoba, Jangan Hanya Simbolik

Avatar photo

Porosmedia.com, Kab. Garut – Upaya pemberantasan narkoba kembali digaungkan hingga ke level akar rumput. Pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) mencanangkan program Garut Pesisir Tangguh Bersih Narkoba di Halaman Kantor Kecamatan Cibalong, Rabu (9/7/2025). Kegiatan ini membawa tema besar: “Penguatan Program Desa Bersinar Menuju Garut Tangguh Bersinar”.

Desa Sancang dipilih sebagai ikon program. Dengan sejarah panjang dan letak geografis strategis di garis pantai sepanjang 85 kilometer, wilayah ini dinilai rawan menjadi jalur penyelundupan narkoba. Namun, pertanyaannya: sejauh mana program ini akan menembus akar persoalan, bukan sekadar pencitraan seremonial?

Menteri Desa PDTT Yandri Susanto menyampaikan bahwa pihaknya akan mendorong pembentukan satgas anti-narkoba di tiap desa. Ia juga mewacanakan tes urine bagi kepala desa dan perangkatnya. Tapi publik layak bertanya: bagaimana kesiapan infrastruktur, anggaran, dan pelatihan yang dibutuhkan desa untuk melaksanakan ini secara berkelanjutan?

“Ini bukan sekadar membangun fisik desa, tapi membangun manusianya,” ujar Yandri. Meski pernyataan tersebut relevan, tanpa penguatan sistem pengawasan, perlindungan saksi, hingga rehabilitasi pengguna, wacana bisa berhenti di tataran simbolik.

Baca juga:  Pemkot Bandung tidak akan Mentoleransi Segala bentuk Premanisme

Kepala BNN RI, Marthinus Hukom, menyebut adanya dark number, yaitu kasus-kasus narkoba yang tidak pernah tercatat atau terungkap karena penggunanya tidak mengaku. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi antarlembaga. Namun, sinergi antar institusi sering kali tidak berjalan linear di lapangan, terhambat ego sektoral dan koordinasi yang belum tuntas hingga tingkat lokal.

“Spektrum kejahatan narkoba sangat luas, maka kolaborasi multisektor menjadi satu-satunya jalan,” tegas Marthinus.

Namun, belum dijelaskan secara rinci mekanisme pembagian tugas dan pengawasan antarsektor, khususnya di desa-desa dengan akses terbatas, minim SDM, serta kerap terisolasi dari jaringan informasi negara.

Bupati Garut Abdusy Syakur Amin mengaku bangga atas perhatian pusat. Ia menekankan bahwa problem narkoba tidak berdiri sendiri, tapi berkelindan dengan masalah pendidikan, kemiskinan, dan lemahnya ketahanan sosial di desa-desa pesisir.

Garut telah menetapkan 38 desa prioritas, termasuk 4 desa pesisir. Namun, tanpa roadmap konkret yang bisa dievaluasi publik secara periodik, kebijakan ini rentan menjadi dokumen administratif belaka.

“Garut dimohon dimajukan dan disejahterakan agar potensi ancaman narkoba bisa dicegah,” ujar Syakur. Pernyataan ini tepat, tetapi menjadi tantangan bagi Pemda untuk tidak berhenti pada upaya preventif semata, melainkan menyentuh akar ketimpangan sosial yang menjadi ladang subur peredaran narkoba.

Baca juga:  Dendam, Identitas, dan Kekerasan: Bedah Kasus Rivalitas Persib-Persija dari Perspektif Hukum, Sosial, dan Psikologis

Program Desa Bersinar harus diakui punya visi mulia, tetapi jalan untuk merealisasikannya masih terjal. Banyak desa belum memiliki sistem keamanan berbasis warga, data pengguna narkoba tidak pernah terlaporkan, dan stigma terhadap pengguna membuat rehabilitasi tersendat. Tanpa pelibatan tokoh agama, pendidik, dan komunitas lokal secara utuh, pendekatan dari atas (top-down) bisa kehilangan legitimasi sosial.

Ridwan Nur Faozan