DPRD Jabar Desak Pencabutan SE Penyerahan Ijazah: Menyelamatkan Hak Siswa, Menertibkan Kebijakan Gubernur

Avatar photo

Porosmedia.com, Bandung – Polemik penahanan ijazah oleh sekolah swasta yang menyeruak sejak kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi diumumkan, kini memasuki babak baru. DPRD Provinsi Jawa Barat, melalui Komisi V, akhirnya mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan surat rekomendasi resmi yang menuntut pencabutan dua Surat Edaran (SE) kontroversial terkait penyerahan ijazah.

Dalam rapat gabungan yang digelar di Kota Bandung pada Selasa (27/5/2025), DPRD Jabar menilai bahwa kebijakan yang disampaikan Gubernur Dedi Mulyadi tidak hanya problematik dari sisi administratif dan anggaran, tapi juga berpotensi merusak tatanan kemitraan antara pemerintah dan lembaga pendidikan swasta.

“Kesimpulan rapat gabungan ini, DPRD Jawa Barat melalui Komisi V mengeluarkan rekomendasi. Nanti rekomendasi ini akan disampaikan kepada Gubernur Jabar,” tegas Yumanius Untung, Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat.

Rekomendasi tersebut mencakup dua hal pokok:

1. Pencabutan segera dua Surat Edaran terkait penyerahan ijazah,

2. Penghapusan narasi bernuansa ancaman terhadap sekolah swasta yang menolak menyerahkan ijazah secara sukarela, seperti pemutusan akses bantuan pendidikan atau pencabutan izin operasional.

Baca juga:  Perdana, SMA N Lasiolat Mengikuti Ujian Sekolah Berbasis Komputer

Skema Tidak Siap, Anggaran Tidak Ada

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sempat menyampaikan bahwa pembebasan ijazah akan ditanggung oleh anggaran negara. Namun dalam rapat tersebut, DPRD mengonfirmasi bahwa tidak ada nomenklatur anggaran dalam APBD yang secara khusus dialokasikan untuk pembebasan ijazah. Satu-satunya opsi yang tersedia adalah memanfaatkan dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU), namun itu pun harus dikaji ulang karena fungsi BPMU adalah untuk siswa aktif, bukan lulusan.

“Yang paling rasional adalah BPMU yang akan diberikan tanpa syarat harus tidak menahan ijazah,” lanjut Yumanius.

Hanya 9 Sekolah Masih dalam Proses

Menurut Plt Kadisdik Jabar, Deden Saepul Hidayat, saat ini hanya tinggal sembilan sekolah yang belum menyerahkan ijazah karena masih dalam proses kompensasi. Sebagian besar sekolah lainnya telah sepakat untuk tidak lagi menahan ijazah dan menerima skema BPMU, meskipun rincian teknisnya masih terus dibahas bersama Bappeda.

Namun DPRD menekankan pentingnya kejelasan antara bantuan untuk siswa aktif dan bantuan untuk lulusan. DPRD juga menggarisbawahi potensi penyalahgunaan jika pembebasan ijazah dilakukan tanpa verifikasi ekonomi yang ketat.

Baca juga:  Professor Youngjo Lee dan Kunyoung Ro Kunjungi UBSI, Bahas Teknologi AI Hingga Bisnis Startup

“Kalau tidak ada verifikasi ketat, nanti muncul persepsi bahwa siswa bisa seenaknya menunggak tanpa konsekuensi, ini bisa mengganggu etika pendidikan,” ujar Deden.

Kritik terhadap Gubernur: Skema Tanpa Skema

Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi ini dinilai terburu-buru, tidak matang secara regulasi, dan minim partisipasi publik. Skema “penyerahan ijazah” dikampanyekan tanpa dasar anggaran yang jelas, serta tanpa merinci mekanisme audit penerima manfaat. Bahkan beberapa pihak menilai kebijakan ini lebih bersifat populis daripada solutif.

Wakil Ketua DPRD Jabar Acep Jamaludin menegaskan, penahanan ijazah memang harus diakhiri. Namun, penyelesaiannya harus arif dan bijaksana, bukan dengan ancaman atau instruksi mendadak tanpa kesiapan administrasi dan anggaran.

PCNU Bekasi: Sekolah Swasta Harus Dilindungi

Sorotan juga datang dari Ketua PCNU Kabupaten Bekasi, Atok Romli, yang hadir dalam rapat gabungan tersebut. Ia berharap DPRD Jabar segera menyampaikan rekomendasi ini kepada Gubernur agar tidak semakin memperpanjang kebingungan di kalangan sekolah.

“Kami berharap pemerintah bisa mengambil langkah yang bijak, adil, dan konstitusional, apalagi sekolah swasta adalah mitra strategis pemerintah,” ucap Atok.

Baca juga: 

Catatan Kritis: Jangan Ulangi Kesalahan Serupa

Kebijakan penyerahan ijazah ini adalah contoh nyata bagaimana keputusan publik tidak bisa didasarkan pada narasi moral tanpa kesiapan sistemik. Sekolah tidak boleh menahan ijazah, benar. Tapi negara juga tidak boleh memaksakan solusi tanpa dasar fiskal dan legal yang kokoh.

Sementara DPRD telah menunjukkan sikap kritis dan konstruktif, kini bola ada di tangan Gubernur Dedi Mulyadi. Apakah ia akan mendengarkan suara legislatif dan masyarakat pendidikan, atau tetap bersikeras pada jalur populisme administratif yang semu?