Demo Mahasiswa Harus Jadi Revolusi Sistem, Bukan Reformasi Sistem

Porosmedia.com, Opini – Hari Senin tanggal 11 April 2022 menjadi puncak terjadinya gelombang demo mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia. Demo mahasiswa ini sendiri telah berlangsung sejak sepekan sebelumnya, berjuang menuntut hak-hak rakyat.

Tuntutan mahasiswa antara lain adalah penolakan wacana penundaan pemilu, menolak perpanjangan masa jabatan Presiden, serta memprotes kenaikan harga BBM, PPN, dan kelangkaan minyak goreng. Selain para mahasiswa, demo ini pun diikuti sejumlah kelompok masyarakat seperti para pekerja, buruh, bahkan emak-emak.

Di Jakarta, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI), menggelar aksi di depan Komplek Parlemen pada Senin, (11/04/2022). Pada hari yang sama juga terjadi aksi massa mahasiswa di berbagai daerah. Di beberapa tempat, aksi yang awalnya berjalan damai berubah ricuh setelah sejumlah mahasiswa berseteru dengan aparat.

Demo mahasiswa juga berlanjut pasca 11 April. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM-UI) menggelar aksi unjuk rasa saat Menteri Koordinator Badan Kemaritiman dan Industri Luhut Binsar Pandjaitan hadir dalam kegiatan di kampus UI, Depok, Jawa Barat. Massa aksi itu memprotes Luhut yang mereka duga cawe-cawe wacana penundaan pemilu. Luhut pun akhirnya mendatangi massa aksi dan bertanya apa yang ingin para mahasiswa sampaikan kepadanya.

Baca juga:  Pentingnya Kepedulian Remaja Terhadap Persoalan Umat

Ketua BEM-UI, Bayu Satria Utomo yang memimpin orasi massa menyatakan penolakan terhadap penundaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden yang telah beberapa kali Luhut sampaikan. Namun Luhut menjawab dengan menjelaskan bahwa presiden Joko Widodo telah menolak wacana itu. Dia mengatakan Jokowi telah memutuskan pemilu digelar 14 Februari 2024 (CNNIndonesia.com, Jum’at, 15/04/2022).

Demo Mahasiswa Hanya Tuntut Reformasi

Tuntutan demo mahasiswa secara umum adalah penghentian wacana penundaan pemilu dan penolakan atas berbagai kenaikan harga sembako serta kenaikan pajak. Mereka mewakili para masyarakat yang menjerit agar pemerintah menghentikan segala kebijakan zalimnya.

Mereka ingin memperbaiki sistem demokrasi melalui pergantian rezim Jokowi dengan pemilu selanjutnya. Harapan mereka adalah agar berbagai UU yang telah ada saat ini memperoleh revisi. Ini adalah bukti bahwa demo mahasiswa ini hanya menuntut reformasi sistem dari demokrasi yang pro oligarki menjadi demokrasi yang pro rakyat.

Mahasiswa tampaknya belum menyadari bahwa UU produk sistem demokrasi hari ini sangat jelas bernada liberalisme. UU semacam ini muncul secara natural dari sistem kapitalisme sekuler sebagai konsekuensi penerapannya. Kenaikan harga-harga dan kebijakan zalim pun adalah hasil dari sistem kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan elit oligarki semata. Hal itu tentu tidak bisa terselesaikan hanya dengan pergantian rezim semata. Sebab, selama masih menggunakan sistem kapitalisme, maka kebijakan zalim akan lahir lagi dan lagi.

Baca juga:  YLBH dan LBH Samarinda Mengecam Penangkapan Terhadap 9 Petani Sawit di Wilayah IKN, Kalimantan Timur 

Ini adalah masalah mendasar dari negeri yang menjadikan kapitalisme sebagai sistemnya. Sistem inilah yang melahirkan akidah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), sehingga rezim bebas membuat aturannya sendiri. Jelas sekali bahwa aturan ini sama sekali tidak akan pro rakyat.

Meski judulnya demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, tetapi yang dimaksud rakyat di sini bukanlah masyarakat umum. Melainkan para wakil rakyat di pemerintahan yang menjadi segelintir oknum elit oligarki beserta para kapitalis asing yang mendanai mereka.

Lanjut halaman berikutnya >>>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *