Cintaku di Kampus Biru, UGM-ku mbok ojo tumindak Saru

Avatar photo

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes

Porosmedia.com – Judul diatas ini sengaja saya mixed dari Bahasa nasional Indonesia dan bahasa daerah (Jawa), tidak ada maksud apa-apa sekedar agar terdengar harmoni saat dibaca saja. Kalau diartikan secara harfiah menjadi “Cintaku di Kampus Biru, UGM saya (tolong) agar supaya tidak berbuat memalukan”. Secara lebih mendalam artinya ini adalah sebuah harapan dari seorang Alumnus UGM (Asli) kepada Almamaternya agar tidak salah dalam mengambil kebijakan.

Hal ini terjadi karena sangat tampak dalam menghadapi kasus “Ijazah Palsu” yang ditengarai dilakukan oleh Bekas orang nomor satu di Indonesia akhir-akhir ini, UGM terkesan tidak sistematis dan bahkan cenderung Amburadul dalam mengeluarkan statemen dan tindakan yang dilakukannya, sebagaimana kritik keras dari Mantan Pejabatnya sendiri, Prof. Dr. Sofian Effendi MA, MPIA, Ph.D,  (Rektor UGM 2002-2007) sebagaimana dimuat di media online sawitku.id minggu lalu.

Bahkan Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) 1999-2000 itupun sampai mengeluarkan kalimat “Tak Ada Bukti Kuat Ijazah Itu Ada” yang menjadi Viral sebagai headline pemberitaannya kemarin, akibat beliau menilai penjelasan yang diberikan oleh rektorat dan dekanat UGM selama ini tidak memadai dan sering kali kabur, menciptakan lebih banyak kejanggalan daripada klarifikasi. Dimulai dari Pembelaan Rekan-rekan seangkatan (?), Penjelasan Dekan Fak Kehutanan, Dr Sigit Sunarta, hingga Keyakinan Rektor Prof Dr dr Ova Emilia, PhD.

Karut marut keberadaan “Ijazah JkW” ini terjadi semenjak lama, bahkan saat kasusnya masuk ke ranah hukum-pun, berkali-kali Sidang pengadilan resmi yang seharusnya menghadirkan secara fisik Ijazah tersebut itupun tidak pernah berhasil menampilkannya, baik Jaksa maupun Polisi saling lempar tanggungjawab. Bertahun-tahun hanya berupa Fotocopy tak jelas asal-usulnya mendadak ada Kader Partai Sebar Ijazah yang memposting sebuah “Foto Ijazah berwarna” dan menjamin bahwa barang tersebut “asli” (?). Kelakuan politisi anak buah Kaesang Pangarep (anak JkW) itupun sontak jadi blunder setelah seorang Guru besar Fak Hukum UGM menyatakan bahwa Ijazah tsb pernah ada, tapi hilang dan sudah diganti.

Baca juga:  AMTI: RPP Zat Adiktif tentang Pertembakauan Harus Inklusif, Melibatkan Seluruh Elemen Terdampak

Meski tidak bisa disebut sebagai Jawaban resmi dari UGM, namun statemen Prof. Dr. Markus Priyo Gunarto, SH, MHum selaku seorang dengan predikat tertinggi di bidang akademik ini makin menambah kegaduhan dan ketidakjelasan kasus Ijazah yang sebenarnya bisa terselesaikan dengan sederhana dan cepat kalau pemiliknya memang memiliki itikad baik untuk secara jujur menunjukkannya ke publik sehingga tidak makin banyak menimbulkan “Korban Mulyono” lagi, sebagaimana trending topic yang telah menjadi desain kaos populer bagi masyarakat ini.

Bahkan faktanya, korban-korban Mulyono akibat kasus Ijazah Palsu inipun telah benar-benar terjadi, Bambang Tri dan Gus Nur misalmya, dua insan manusia yang seharusnya mendapat apresiasi akibat membuka kebohongan dan fakta yang terjadi di Republik ini, malah dihadiahi Vonis dalam Sidang akibat terjadi pemutarbalikan hukum dan dianggap menebar ujaran kebencian. Belum lagi banyak rakyat jelata yang malahan dituduh mencemarkan nama baik, menistakan agama, dsb akibat mempersoalkan Ijazah Ghoib tersebut.

Makanya saya selaku lulusan asli S-1 Komunikasi dan S-2 Public Heath UGM (meski S-3 Manajemen AI & OCB dari Institusi lain, sesama negeri, UNJ) sangat prihatin dengan Kampus Biru yang secara tidak langsung telah juga menjadi “Korban Mulyono” akibat (maaf) “compang-camping”-nya statemen para pejabat UGM dalam upaya yang mau tidak mau seperti bisa disebut “melindungi” (?) sosok tertentu itu. Padahal kalau nantinya benar-benar dilakukan Uji forensik independen yang jujur dan tidak sekedar abal-abal, bisa jadi akan mencatat sejarah baru di Indonesia.

Baca juga:  Memaknai Tongkat Komando yang diberikan oleh AHY ke Presiden Prabowo

Disebut Kampus Biru, sesuai dengan judul sebuah Novel “Cintaku di Kampus Biru” (1974) karya Dosen Fisipol UGM Ashadi Siregar, menceritakan tentang kehidupan Anton Rorimpandey, seorang mahasiswa Psikologi di kurun tahun 70-an. Film-nya release dua tahun sesudahnya (1976) garapan Sutradara Ami Priyono, menampilkan Roy Marten, Rae Sita Supit, Yati Octavia dan bintang lain dengan latarbelakang Kampus Bulaksumur yang bersejarah ini. Tentu di lima dasawarsa silam itu tidak terbayang citra Balairung harus tercoreng akibat “tumindak saru” pejabatnya yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Terlebih dalam menghadapi Acara “Halal bil halal Istimewa” yang digelar besok pagi, Selasa 15/04/25 UGM malah mengeluarkan Pengumuman yang tertayang di k5l.ugm.ac.id berupa “Pengalihan Arus” akibat Penutupan Pintu masuk Portal Boulevard, Agro dan Graha Sabha Pramana (GSP) mulai pagi pukul 07.30 WIB dan dialihkan hanya melalui Pintu Jalan Tevesia / samping Masjid Kampus UGM saja. Terus terang sebenarnya ini termasuk “tumindak saru” dan sikap tidak nJawani yang pernah saya singgung dalam tulisan lalu

Baca juga:  Fufufafa makin Cetar Membahana, alias Wela-wela

Kesimpulannya, Nama besar Kampus Rakyat yang sudah berusia 75 tahun lebih (semenjak 19/12/49) ini terasa sangat mahal dan menyakitkan bagi Para Alumni Aslinya bila harus dikorbankan demi hanya melindungi perbuatan tidak terpuji ini. #IndonesiaMakinGelap jika hal begini dibiarkan terjadi tanpa #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa. Ayo UGM, beranilah untuk lepas dari tekanan, tegakkan kebenaran, kembalikan kejayaan sebagaimana tersurat dalam Hyme Gadjah Mada baris terakhir stanza pertamanya “Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Indonesia …”

Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen – Jogja, Senin 14 April 2025